CHINA...CHINA...CHINA
Akhir Maret 2010 dunia
dikejutkan ketika produsen mobil asal China, Geely dikabarkan akan segera
mengakuisisi Volvo.
Dunia makin terbelalak
ketika Lenovo yang dimotori para alumni Chinese Academy of Sciences mengambil
alih raksasa komputer dari AS, IBM.
Apalagi ketika China
mampu menciptakan processor yang lebih hebat dari Intel sehingga mereka secara
mandiri bisa menghasikan produk MRI kelas dunia. Dan itu lahir dari dapur riset
Chinese Academy of Sciences.
China punya 17 juta mahasiswa
yang mayoritas mengambil jurusan science & teknik. Tiap tahun tidak kurang dari 325 ribu insinyur
dihasilkan.
Tiap tahun China
mengeluarkan USD 60 milliar untuk Research & Development. Saat ini, fokus laboratorium-laboratorium China diarahkan
untuk mendukung inovasi kaum entrepreneur untuk menghasilkan produk yang bagus
& murah.
Kemajuan China sekarang
tak lepas dari semangat kemandirian dari kaum terpelajarnya yang merupakan komunitas elite (cuma segelintir sarjana S1
nya dari total populasi).
Tapi kesempatan jadi
sarjana ini benar-benar mereka maksimalkan untuk mengambil bagian dalam membawa
peradaban bangsa ke tingkat yang lebih tinggi.
China punya Silicon
Valley seperti Qingdao. Hebatnya kota nelayan ini juga punya Laoshan yang
merupakan kawasan indah berhawa sejuk yang ditetapkan sebagai kawasan Industri
High Tech. Di kawasan inilah
berdiri berbagai perusahaan High Tech yang melakukan berbagai inovasi di bidang
IT. Mereka terhubung dengan lebih dari 100 kampus terbaik di China dan beberapa
lembaga riset. Dari business software
IT saja wilayah ini menghasilkan devisa > USD 40 miliar/tahun (lebih besar
dari income MIGAS kita).
Gaji seorang insinyur di
Qingdao cuma 1/5 gaji insinyur di AS & Eropa dengan kualitas kerja yang
sama. Biaya hidup di Qingdao juga sangat murah. Ini mengundang banyak perusahaan asing melakukan
investasi & inovasi produk dengan menggandeng insinyur Qingdao. Tentu
mereka juga harus bermitra dengan pengusaha lokal. Disinilah terjadi sinergi
hebat antara SDM, Market & Investor.
China tidak punya kebun
kelapa sawit tapi punya downstream CPO terluas di dunia. Dari oleokimia, oleopangan, dan oleo non food/oleo non
edible mencakup ratusan item produk yg dihasilkan oleh ribuan industri hilir
CPO.
Indonesia yang punya
kelapa sawit, tapi mereka yang mendapatkan nilai tambah luar biasa besarnya. Itu semua berkat kehebatan visi China menjadi negara
industri modern dengan dukungan riset. Nilai ekspor produk turunan CPO China
lebih besar dari nilai penerimaan devisa kita sebagai penghasil CPO.
Pertumbuhan cepat China
karena adanya paradigma baru setelah era Deng, yaitu lahirnya New Wave of
Entrepreneurs dari kalangan kampus.
Mereka terpelajar dan
sangat mudah menerjemahkan kebijakan pemerintah untuk melompat ke masa depan. Sebagian besar yang kini jadi 1.000 orang kaya China
adalah para sarjana alumni Chinese Academy of Sciences.
Andaikan dulu para
sarjananya lebih memilih jalur aman berkarir sebagai karyawan, mungkin sampai
sekarang China masih akan terbelakang.
Tantangan masa depan
cuma bisa dijawab oleh kaum terpelajar dan itu didukung oleh kemauan mereka
untuk berwiraswasta menjadi pahlawan bagi keluarga & negaranya.
Jadi memang budaya suatu
bangsalah yang membuat bangsa itu kuat melewati putaran jaman.
#RustamAthiam
No comments:
Post a Comment