Apa yang bisa dilakukan seorang dalam sebuah perjalanan panjang dengan kereta api? Bisa macam-macam. Bisa duduk membaca buku atau ngobrol dengan penumpang sebelah, atau mendengarkan musik melalui MP3 player, atau ngantuk-ngantuk sampai tidur. Banyaklah.
Satu kegiatan yang pasti dilakukan orang adalah memandang keluar melalui jendela kereta api. Pemandangan di luar sana menjadi seperti sebuah diorama menyuguhkan kepingan-kepingan kehidupan manusia silih berganti. Pemandangan yang bisa membawa kita hanyut ke dalamnya. Dan mencoba meresapi kehidupan yang sedang terjadi di depan mata kita itu. Sekilas, tapi mendalam.
Saya mencoba menempatkan diriku sebagai seorang turis yang sedang melakukan perjalanan dengan kereta api di negeri tercinta ini. Tidak jauh-jaulah. Dari stasiun Pondok Kopi saya naik Express Ekonomi ke Stasiun Kota. Tiket lumayan murah hanya Rp. 4.500,-. Ya itulah, saya gunakan waktu di perjalanan untuk melihat keluar jendela.
Ternyata pemandangan yang disuguhkan melalui jendela kereta api sungguh memperihatinkan dan menyedihkan. Bahkan bisa dibilang memalukan. Bagaimana ya kalau seorang turis asing menggunakan kereta ini untuk bertamasya di negeri ini? Apa yang akan dia simpulkan dari kunjungannya ke Indonesia? Maukah ia kemudian merekomendasikan kepada teman-teman atau keluarganya untuk datang berlibur ke Indonesia? I really doubt it.
Bayangkan, dari jendela kereta api ini yang terlihat adalah kesemrawutan lalu lintas, macam-macam jenis kendaraan yang terlihat tidak disiplin. Sampah disana-sini disepanjang bantaran rel kereta yang kita lalui. Bangunan-bangunan yang aneka warna bentuk dan tingginya, dengan seliweran kabel-kabel listrik dan telepon yang tanpa pola. Setasiun-setasiun yang kurang terlihat rapi (termasuk Setasiun Kota) yang tidak mencerminkan bahwa ini adalah setasiun di ibu kota sebuah negara besar, Indonesia.
Adegan yang lebih mengenaskan adalah tentang kehidupan rakyat miskin Indonesia. Gubug kumuh dari kardus dan plastik terjajar disepanjang rel dengan penghuninya yang tampak tanpa gairah, menderita dan kotor. Saya sempat meilhat seorang laki-laki sedang membuang hajat kecil ke tembok pemisah pas di samping gubugnya. Wadow...joroknya.
Keadaan di dalam kereta yang ber-AC cukup nyamanlah. Tapi saya juga ada beberapa catatan. Biasa.....masalah kebersihan. Dan ini adalah cerminan masyarakat kita yang belum bisa sepenuhnya menghargai kebersihan. Plastik bekas pembungkus makanan masih terlihat berserakan di sana-sini. Yang kedua, adalah banyaknya pengamen yang perform dalam kereta. Dan ini tampaknya dianggap wajar oleh para penumpang, tapi tentu tidak bagi turis asing.
Sekitar 20 tahun lalu, saya melakukan perjalanan kereta api dari Amsterdam ke Dusseldorf Jerman. Perjalanan yang makan waktu sekitar 2 jam ini sungguh nyaman. Tanpa bekal informasi yang cukup, saya ke Central Station Amsterdam yang bersih, anggun dan well-organized. Dengan lugas petugas bagian informasi memberikan berbagai keterangan yang saya perlukan untuk melakukan perjalanan tulak ke Dusseldorf.
Masuk gerbong yang bersih dan wangi, dengan pramugara dan pramugari yang simpatik dan suportif. Kereta bergulir nyaris tanpa suara dan getaran, seolah berjalan di atas rel tanpa sambungan. Dan pemandangan dari jendela kereta api sungguh amat menyegarkan, cantik dan bersih.
Lalu lintas tampak teratur di beberapa kota yang saya lalui, tertib dan rapi. Bangunan tertata baik tidak ada kesan kumuh sama sekali. Kabel-kabel? Tidak saya lihat samasekali. Landcape dengan windmolen khas Belanda terlihat sebagai sebuah lukisan. Sapi-sapi di padang rumput yang hijau. Amat mengesankan. Saya puas dengan pemandangan yang disuguhkan melalui jendela kerata api ini.
Dalam kereta, kenyamanan sangat menonjolkan suasana hangat dengan lagu-lagu yang menenangkan yang dilantunkan melalui speaker sebagai pengiring perjalanan membuat kita benar-benar merasa santai. Saya ingin sekali kenyamanan dan kesan positif semacam ini dapat dirasakan di Indonesia oleh seorang turis asing yang menggunakan moda kereta api
Tapi kini, 20 tahun lebih telah berselang dan kita masih belum juga bisa menyamakan kenyamanan dan kenikmatan pemandangan melalui jendela kerta api. Kapan tibanya masa itu? Di mana seorang turis bisa melihat sebuah gambaran yang baik tentang Indonesia? Di mana ia bisa melihat keluar jendela kerata api dan menyimpulkannya menjadi semua hal-hal yang positif tentang Indonesia? Kapan seorang turis bisa memandang keluar jendela kereta api dan berdecak kagum melihat kehebatan bangsa Indonesia?
Wallahu alam. Mungkin tidak lagi cukup umurku untuk menyaksikannya. Buuaaanyaaak sekali PR bangsa ini untuk menjadi sebuah bangsa hebat. Dan kita semua harus terlibat dalamnya. Yang penting para pemimpin kita harus tahu di mana kita harus mulai berbenah, lalu memberikan gambaran what are we going to do, together, the whole nation, menuju satu titik yang sama. Jangan sendiri-sendiri tanpa arah. Harus teamwork, the nation team work. Dan celakanya, justru semangat teamwork ini kita belum punya.
Buktinya? Satu, cabang olah raga yang mengandalkan team (sepak bola, basket, volly dsb) gak pernah memenangkan kejuaran dunia, regional atau subregional. Kedua, instansi-instansi yang kudunya berperan dalam pemberantasan korupsi bukannya saling mendukung dan isi mengisi malah cenderung saling menyerang dan mencari-cari kesalahan yang lain. Ketiga,.....ah terlalu banyak nanti. Bisa dipikirkan sendiri deh.
Akhirnya, semoga Indonesia segera menjadi lebih bermartabat dan lebih berprestasi, sehingga menjadi negeri dengan kehebatan sesungguhnya...dalam waktu yang tidak lama tentunya!
Hoping for better Indonesia, regards
Uno Birawan
No comments:
Post a Comment