LOGAM TANAH JARANG
INDONESIA
Saat ini...., China yang komunis bisa menjadi
kapitalis..., dan menarik begitu banyak investor.
Semua perusahaan industri yang terdaftar dalam 500
fortune..., pasti punya pabrik di China....:
➡ Boeing..., punya manufaktur nya di China.
➡ 90% produksi Iphone diproduksi di China.
➡ Merk Korea...: Samsung..., LG..., diproduksi di
China.
➡ GE..., raksasa bidang industri high tech dan elektro
ada di China.
➡ Semua produk merek Jepang diproduksi di China.
Kehadiran mereka di China sangat cepat sekali....,
hanya 20 tahun mereka sudah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi China.
Dari kehadiran mereka..., lahirlah jutaan supply
chain yang merupakan perusahaan lokal..., dengan melibat ratusan juta angkatan
kerja.
Mengapa....?
Jawabannya hanya satu....: China punya bahan baku Rare Earth (REE) atau Logam Tanah Jarang (LTJ).
Apa itu REE atau LTJ?
REE atau LTJ, merupakan bahan mineral yang mengandung
tujuh belas unsur kimia, yang terdiri dari skandium,
itrium, dan 15 unsur lantanida (lantanum,
serium, praseodimium, neodimium, promethium, samarium, europium, gadolinium,
terbium, disprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium dan lutetium).
Skandium ditemukan di sebagian besar deposit unsur
tanah jarang..., dan kadang-kadang diklasifikasikan sebagai Logam Tanah Jarang.
Apa manfaat dari REE/LTJ
ini?
Hampir keseharian kita tidak bisa dipisahkan dari alat
yang dihasilkan karena adanya material RRE/LTJ; seperti memori komputer,
DVD, baterai isi ulang, ponsel, catalytic converter, magnet, lampu neon, dan
banyak lagi.
Sejak mewabahnya kendaraan listrik di negara maju
sebagai dampak revolusi energi hijau, kebutuhan akan RRE/LTJ semakin besar.
Karena, baterai kendaraan listrik tersebut membutuhkan
bahan baku REE/LTJ.
Kendaraan listrik dalam jangka menengah, akan
mengalahkan kendaraan BBM fosil.
Di masa yang akan datang, akan terjadi perubahan
geopolitik dari minyak ke REE/LTJ.
Dalam konteks geopolitik,
sumber REE/LTJ adalah:
1⃣ China, dimana penambangan
terbesar di wilayah Mongol.
2⃣ Iran, belum diolah
3⃣ Indonesia, belum
diolah.
Namun, hanya masalah waktu Iran dan Indonesia akan
tampil sebagai produsen REE/LTJ terbesar di dunia.
Di saat itu, Iran dan Indonesia akan menghadapi
masalah geopolitik dalam konstelasi global, yang menginginkan penguasaan sumber
daya dari REE/LTJ tersebut.
Pemain utama yang berebut sumberdaya itu adalah AS dan
China, yang keduanya rakus akan REE/LTJ.
Sebelumnya beberapa dekade yang lalu, geostrategi dan
geopolitik hanya berputar putar sekitar perebutan sumber daya minyak dan gas.
Hanya masalah waktu bandul geopolitik akan bergerak ke
REE/LTJ.
Mengapa?
Kerakusan akan minyak dan gas dulu, akan sama
rakusnya terhadap REE/LTJ di masa yang akan datang.
Perseteruan akan kembali mewarnai geopolitik, setelah
permintaan akan REE/LTJ semakin meningkat sebagai energi alternatif.
Artinya, siapa yang menguasai sumber daya RRE/LTJ,
maka dialah penguasa dunia.
Iran meluncurkan ingot tanah jarang pertamanya, dengan
kemurnian 99%, yang disebut Mischmetal.
Ingot, hasil penelitian selama enam bulan oleh Pusat Penelitian
Pengolahan Mineral Iran, terdiri dari empat unsur tanah jarang; termasuk serium, lantanum, neodimium, dan itrium,
yang semuanya diekstraksi dari tambang di Iran Tengah.
Apa itu
Mischmetal....?
Itu sangat dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan
tabung hampa udara, baterai yang mengandalkan teknologi hibrida logam.
Dalam industri logam, ini sebagai sumber pemicu
terjadinya percikan api untuk memulai pembakaran dan nyala api, serta untuk
meningkatkan kemampuan cetakan dan sifat-sifat mekanis pada campuran
metal.
Iran sejak tiga tahun lalu serius mempelajari metode
ekstraksi dan eksploitasi vanadium,
galium, nikel, kadmium, dan tungsten; serta akan segera memulai produksi
ingot dan paduan tanah jarang ini.
Hebatnya walau Iran diembargo ekonominya, namun
kerjasama penambangan dan pengolahan bukan hanya datang dari China (Sinosteel)
yang jelas partner Iran, tetapi juga dari berbagai negara seperti Jerman,
Denmark, Italia, Australia, dan Jepang.
Namun yang terbesar tetaplah China, dan AS tidak dapat
kesempatan sama sekali memanfaatkan sumber daya alam REE/LTJ.
Di China, sekitar 30 tahun lalu, Pemerintah China
telah memutuskan untuk menjadikan REE/LTJ bahan baku strategis, dan melarang
pihak asing menambangnya.
Penambangan REE/LTJ pertama kali di wilayah Mongolia,
dan kemudian meluas sampai ke Xinjiang yang sangat besar depositnya.
Walau begitu... China hanya memiliki sekitar 30%
cadangan global dari tanah jarang.
Namun, China memproduksi ekstrak tanah jarang mencapai
70% produksi dunia.
Sebagian bahan tambang REE/LTJ didapat dari
tambang yang mereka miliki di Amerika Utara, Australia, Asia Tenggara, Asia Tengah,
dan Afrika Sub-Sahara, yang dikapalkan ke China untuk diolah.
China menguasai 90% pasar
ekstrak REE/LTJ dunia.
Tahun ini, China tengah meningkatkan kuota
penambangan tahunan untuk REE/LTJ menjadi 132.000 ton, atau 10
persen di atas rekor tertinggi pada tahun lalu.
Indonesia, memiliki potensi mineral REE/LTJ
mencapai 1,5 miliar ton.
Namun, mineral REE/LTJ tersebut belum dimanfaatkan
optimal sebagai barang strategis untuk mendukung kegiatan industri dalam negeri,
maupun menjadi komoditas ekspor.
Survey yang dilakukan Badan Geologi, ada 29 lokasi
yang berpotensi mengandung REE/LTJ.
Lokasi tersebut berada di wilayah Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, Sumatera Utara, Pulau Bintan Riau, Kepulauan Anambas Riau,
Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat.
Inalum mulai tahun 2019 menggandeng BATAN, untuk
melakukan studi pengolah REE/LTJ tersebut.
Dan rencananya, tahun depan Inalum akan
membangun industri REE/LTJ, yang rencananya akan bermitra dengan China.
Masalah Geopolitik
Dunia, tidak bisa mengandalkan China untuk menjamin
pasokan akan REE/LTJ.
Sebab kalau dibiarkan, maka China akan jadi diktator
Industri dan mengontrol dunia.
Mengapa....?
Karena kebutuhan industri hilir akan REE/LTJ di China
sangat besar.
China telah mendominasi produksi REE/LTJ sejak 1990-an,
sebagian besar didorong oleh dua faktor: harga rendah dan investasi yang
didukung negara dalam infrastruktur dan teknologi.
Pada tahun 2000-an, Cina hampir sepenuhnya menguasai
produksi REE/LTJ.
Dominasi ini tidak dicapai hanya dengan harga, tapi
China juga menggunakan kebijakan industri yang dimulai pada 1980-an untuk
mengembangkan keahlian dalam ekstraksi, pemisahan, dan penyempurnaan dari
REE/LTJ.
Kebijakan industri China sebenarnya mencerminkan
pendekatan AS pada 1950-an dan 1960-an, ketika Laboratorium Ames dan Pusat
Informasi Rare Earth (RIC) menggunakan investasi negara untuk mendukung upaya
sektor swasta.
Sementara dukungan negara menurun dengan cepat di
Amerika Serikat (RIC hilang pada tahun 2002), lembaga-lembaga China masih terus
menguat.
Setelah China mendominasi produksi, mereka menggunakan
harga diferensial untuk memberi keuntungan bagi produsen hilir domestik dibandingkan
ekspor.
Harga domestik yang lebih murah, serta ketersediaan
SDM keahlian, menjadi magnit menarik investor asing ke China untuk membangun
industri hilir.
Semua industri elektronik raksasa Jepang, Korea,
AS, dan Eropa mendirikan pabrik di China.
China sebagian besar mengendalikan harga..., menjaga
harga tetap rendah, dan membuatnya sulit untuk disaingi.
Sudah banyak perusahaan tambang REE/ LTJ yang bangkrut
akibat ulah China.
Seperti contoh, Perusahaan AS. Molycorp
menguasai tambang California Mountain Pass; tetapi Molycorp harus mengajukan
kebangkrutan ketika harga jatuh.
Perusahaan yang berbasis di Kanada, yang sekarang
memiliki aset sebagian besar telah memindahkan R&D dan proses pemisahan
serta penyempurnaan dari Mountain Pass ke China.
Begitu cara China menyedot penambang membangun
pengolahan REE/LTJ di China.
Jepang dan Austalia berusaha untuk membuka tambang baru,
sebagai antisipasi kalau China mengembargo REE/LTJ.
Tapi, membuka tambang baru juga memakan waktu dan
penuh risiko.
Dari tiga belas konsesi tambang di Afrika misalnya,
hanya dua yang berproduksi..., tiga telah gagal, dan delapan lainnya masih
dalam tahap sangat awal.
Jepang menemukan sumber daya mineral REE/LTJ di dasar
laut, tetapi penambangannya akan sangat mahal dan beresiko.
Selain China, kekuatan tersembunyi sumber daya REE/LTJ
itu adalah Indonesia dan Iran.
Kedua negara ini sudah mulai membuka pintu untuk
penambangan REE/LTJ.
Namun..., baik Iran maupun Indonesia telah
mengeluarkan UU yang mengharuskan pengolahan semua sumber daya mineral
dilakukan di dalam negeri sebelum di ekspor.
Umumnya, unsur REE/LTJ dijumpai di mineral ikutan, seperti bastnaesit, monasit, xenotim, apatit, dan
zirkon.
Pada konsentrat nikel, timah, emas, dan almunium;
unsur REE/LTJ banyak terdapat.
Dengan melarang ekspor konsentrat, itu artinya sumber
bahan baku ikutan berupa REE/LTJ tidak bisa lagi didapat oleh smelter yang ada
di luar negeri.
Dengan demikian, semua industri pengolahan mineral di
luar negeri yang membutuhkan bahan baku untuk indusri hilirnya, harus membangun
smetel di Indonesia.
Yang paling agresif melakukan kerjasama pembangunan
smelter tambang mineral di Indonesia, adalah China.
Di sinilah terjadi pertarungan lobi politik tingkat
tinggi antara dua kekuatan., yaitu AS dan China (bersama sekutunya Eropa dan
Australia) untuk mendapatkan pengaruh di Indonesia.
AS dan Eropa termasuk Jepang, jelas tidak ingin
membangun smelter di Indonesia..., karena mereka ingin menghidupkan industri
dalam negerinya.
Sementara Jokowi tetap bersikeras: "Stop eksport
konsentrat, smelter please"
Protes Eropa (tentu di belakangnya AS) terhadap
larangan ekspor bahan mentah mineral oleh Indonesia, adalah bukti bahwa AS
sedang menekan Indonesia.
Mengapa....?
AS dan sekutunya, tentu tidak mau tergantung dengan
China akan kebutuhan REE/ LTJ.
Kalau AS tidak menguasai sumber daya REE/LTJ,
tentu sangat beresiko bagi masa depan industrinya.
Karenanya, setelah Jokowi dilantik sebagai presiden
tensi politik memanas, khususnya sentimen anti China meluas.
China tidak mau tinggal diam, China menawarkan
dukungan financial kepada pemerintah Jokowi untuk pembangunan infrastruktur di
luar Jawa, dan berjanji akan mengembangkan indusri hilir tambang mineral untuk
mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.
Sedangkan AS tidak menjanjikan apa apa, kecuali
mengancam Jokowi melalui kekuatan proxy nya di dalam negeri.
Mengapa AS menolak kebijakan larangan ekspor bahan
mentah tambang....?
AS sudah punya pusat industri pengolah REE/LTJ di
Malaysia dan Eropa.
AS berharap, bahan baku tambang REE/LTJ dikirim ke
Malaysia dan Eropa., untuk kemudian kemudian dieskpor ke AS.
Ini memang batu sandungan bagi bangkitnya industri
hilir tambang di Indonesia, khususnya REE/LTJ.
Iran agak beruntung, karena proxy AS di Iran sejak
pembunuhan Qasem Soleimani menjadi alasan bagi intel Qud untuk menangkapi
mereka.
Sehingga, program Iran menjadi kekuatan baru di masa
depan berkat sumberdaya REE/LTJ tidak mengalami kendala serius dari dalam
negeri.
Namun hambatan serius datang dari luar, tahun ini AS
mulai head to head dengan Iran.
Ketegangan baru terjadi di Iran, dengan terbunuhnya
Qasem Soleimani.
AS sudah mengirim Armada kapal Induk dan 1500
marinir... perang terbuka mungkin saja terjadi...
Jadi sebenarnya, AS dan Barat harus menyadari politik
hegemoni, karena melalui kekerasan dan embargo sudah bukan jamannya.
Kini saatnya kolaborasi dan synergi sebagaimana yang
dilakukan China; Barat dan AS harus mau merelokasi industrinya ke Indonesia dan
Iran, agar terjadi keseimbangan dengan China.
Pada waktu bersamaan, China harus mengubah sifat ingin
mengontrol industri hilir dengan mematikan pesaing di hulu.
Kalau itu terjadi, maka kejayaan bangsa Mongol,
Persia, Majapahit, akan mengulang sejarah dunia di era modern, tetapi dengan
cara cara yang egaliter dan penuh cinta.
Sudah saatnya kita semua sebagai bagian dari penduduk
dunia mengutamakan cinta dalam membangun, dan bersaing secara sehat.
Bagi Indonesia, semoga faktor geopolitik ini disadari
oleh semua anak bangsa, agar tetap bersatu.
Jangan sampai kita diadu domba, yang pada akhirnya
pihak asing yang untung.
Yang penting..., pengalaman era kejayaan MIGAS di era
Soeharto di bawah aneksasi AS (Barat dan sekutunya), yang memaksa kita
hanya menjual minyak mentah tanpa kemandirian di bidang kilang BBM, jangan
terulang lagi.
Ke depan kita harus belajar dari kesalahan masa lalu,
dan focus kepada nilai tambah dan kedaulatan terhadap SDA untuk kepentingan
rakyat banyak.
Karenanya, industri pengolahan REE/LTJ adalah
mutlak dilakukan di dalam negeri, termasuk juga industri hilirnya.
Jadi: siapapun jadi presiden setelah Jokowi, platform
ini harus jadi pijakan.
Rahayu
(Disarikan dari: Babo, FB)
No comments:
Post a Comment