AKHIR KARIR MOCHAMMAD IDJON
DJANBI
Mochammad Idjon Djanbi (MID) adalah Pelatih utama
sekaligus Komandan pertama pasukan elite TNI-AD yang kini bernama KOPASSUS
(Pada awalnya kopassus masih bernama Kesko TT). Idjon Djanbi merupakan nama
yang amat keramat di kalangan pasukan Baret Merah Indonesia.
Mantan prajurit komando Belanda inilah yang pertama
kali mengasah mental dan fisik anggota TNI-AD terpilih untuk kemudian dilatih
menjadi prajurit tangguh berkualifikasi komando. Panglima Tentara Territorium
III/Siliwangi, Kolonel AE Kawilarang yang meminta Mochammad Idjon Djanbi untuk
membentuk pasukan komando. Pasukan kecil yang tangguh, tangkas dan mampu
bertempur di segala medan.
Saat itu, di jawa barat terdapat gangguan
gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang bergerilya dan
menakutkan tentu saja menjadi masalah besar bagi Panglima TT III/Siliwangi.
Panglima Siliwangi ketika itu, Kolonel Alexander Evert (AE) Kawilarang,
teringat idenya bersama almarhum Brigjen Anumerta Slamet Riyadi untuk mendirikan
pasukan khusus.
Dalam autobiografinya, AE Kawilarang: Untuk Sang
Merah Putih (1989), Kawilarang menulis: “Untuk melawan gerakan-gerakan
gerombolan yang mobil itu, saya perhitungkan, perlu dibentuk suatu kesatuan
yang terlatih bertempur, secara kesatuan kecil sampai dengan dua orang saja dan
all round. Dan itu harus diciptakan, diadakan."
INDONESIA, menurutnya, harus punya pasukan khusus.
Dia memulai dari kesatuan yang dipimpinnya dahulu. Kolonel AE Kawilarang
beruntung, Orang yang cocok untuk melatih pasukan impiannya tersebut tinggal di
Lembang, dekat dengan markas Divisi Siliwangi. Orang itu adalah bekas perwira
pasukan khusus Belanda yang sudah menjadi Warga Negara Indonesia. Ia seorang
bule bernama Mochammad Idjon Djanbi.
Sekitar 1952, AE Kawilarang memanggil laki-laki
yang usianya 5 tahun lebih tua darinya itu. Laki-laki bule tersebut datang
dengan pakaian khaki drill ala tentara pula. Kawilarang menjelaskan niatnya
untuk membentuk satu kompi pasukan komando. Kawilarang meminta Idjon sudi untuk
menjadi pelatih. Permintaan itu disambut dengan jawaban "iya". Idjon
pun aktif menjadi TNI dengan menyandang pangkat Mayor.
Ketika diminta memimpin dan membentuk Kesatuan
Komando (Kesko) tahun 1952, bukan perkara yang mudah. Tak ada sumber daya
manusia, peralatan dan dukungan dana. Tetapi pelan-pelan Idjon Djanbi mampu
mewujudkan sebuah pasukan komando yang handal dengan cucuran KERINGAT dan
tetesan DARAH.
Ternyata tak semua suka kepadanya. Walau sudah
masuk Islam, menjadi Warga Negara Indonesia dan menjadi perwira TNI, tetap saja
Idjon dianggap sebagai orang Belanda. Dulunya, Idjon Djanbi bernama asli Rokus
Bernardus Visser. Mantan komandan sekolah terjun payung Belanda. Dia anggota
pasukan elite Belanda yang akhirnya bersimpati pada perjuangan Indonesia. Visser
keluar dari tentara Belanda, menjadi WNI, Masuk Islam, Menikah dgn gadis sunda
dan mengganti namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi dan menjadi petani bunga
di Lembang.
Periode 1950an, sentimen itu memang tinggi. Apalagi
Idjon Djanbi diangkat menjadi Mayor (Pangkat yang cukup tinggi kala itu).
Desas-desus Idjon Djanbi adalah mata-mata Belanda kerap dihembuskan sejumlah
perwira yang iri. Inisial MID, Mochammad Idjon Djanbi sering dikaitkan dengan
Militaire Inlichtingendienst, dinas intelijen militer Belanda.
"MID, itu katanya singkatan dari intelijen
Belanda. Sering ada bisik-bisik itu dulu. Tapi saya tak percaya, banyak
teman-teman juga tak percaya. Kalau yang muda-muda memang banyak yang percaya
lalu jadi berbeda terhadap Pak Idjon," kata Pak Nadi (seorang pensiunan
pasukan elite didikan Idjon saat berbincang dengan merdeka.com).
Soal tudingan mata-mata ini juga digambarkan dalam
Dalam buku Inside Indonesia's Special Forces yang ditulis Ken Conboy. Salah satu
perwira muda yang tak menyukai Idjon Djanbi adalah Letnan LB Moerdani (kelak
Panglima ABRI), yang baru lulus sekolah jadi instruktur. Benny mencurigai
komandannya itu sebagai mata-mata. Tuduhan itupun tentu saja tidak bisa di
buktikan.
Saat itu sejumlah pemimpin militer setuju melucuti
kewenangan Idjon Djanbi, termasuk mengurangi porsi dalam melatih Kopassus.
Namun, rencana tersebut tak dapat terlaksana karena belum ada calon yang kuat
untuk menggantikan Idjon Djanbi sebagai Komandan Kopassus.
Setelah beberapa lama Idjon Djanbi melatih di
Kopassus, sebanyak 44 siswa dari 80 orang dinyatakan lulus, Benny Moerdani
salah satu di antaranya. Meski dinyatakan lulus, bukan berarti penolakan mereka
terhadap Idjon Djanbi telah padam.
Pada 25 Juli 1955, KKAD berganti nama menjadi
Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD. Setahun kemudian, kekuatan
RPKAD meningkat berkali lipat. RPKAD menerima 126 siswa sebagai tambahan
kekuatan.
Saat itulah kader senior RPKAD mengusulkan agar
komandan diganti menjadi pribumi. Para petinggi militer di Jakarta setuju
dengan usulan tersebut.
Singkat cerita, pada tahun 1956, setelah hal ini
dilaporkan ke pimpinan TNI, untuk meredam situasi, Mayor Mochammad Idjon Djanbi
ditarik oleh Kolonel Sukanda Bratamenggala menjadi staf Inspektorat Infanteri,
dan posisinya digantikan oleh Wakilnya, Mayor RE Djailani.
Idjon Djanbi ditawari jabatan yang jauh dari
pelatihan komando, Ia tersinggung dan memilih untuk pensiun. Idjon Djanbi yang
tidak betah dalam posisi administrasi memutuskan "berhenti", dan lalu
bekerja di bidang perkebunan dalam status anggota TNI yg dikaryakan.
Dia tahu dirinya disingkirkan, Idjon Djanbi marah.
Harga dirinya sebagai perwira terusik. Dia keluar dari TNI dan dari kesatuan
yang sangat dicintainya. Padahal sudah susah payah membangun pasukan komando
kebanggaan Siliwangi itu benar-benar dari nol.
"Saya pribadi yakin Pak Idjon bukan mata-mata
Belanda. Dulu dia sudah memilih keluar dari tentara Belanda dan memihak TNI.
Dia juga sudah jadi petani bunga di lembang ketika bertemu Pak
Kawilarang," kata Pak Nadi.
Pada tahun 1969 pada saat ulang tahun RPKAD, Mayor
Inf. Mochammad Idjon Djanbi diberi kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel.
Beliau wafat pada tanggal 1 April 1977 di usia 62 tahun dan di makamkan di TPU
Pracimalaya, Kuncen, Yogyakarta.
Sumber:
AE Kawilarang:
Untuk Sang Merah Putih (1989)
Inside
Indonesia's Special Forces
Wawancara Bapak Nadi (Purnawirawan Kopassus)
Kariernya sebagai tentara dengan sederet prestasi
berakhir tidak mengenakan. Akhir kariernya tak secemerlang pasukan yang kini
dikenal sebagai salah satu pasukan elite terbaik dunia
No comments:
Post a Comment