Oleh : Dahlan Iskan
Sabtu, 25
Desember 2021 - 04:12 WIB
SAMPAI
kemarin ''baru'' 8 orang Indonesia yang terpapar Omicron –varian ke 15
Covid-19.
Di balik
bumi sana, di Amerika, sehari kemarin saja kasus barunya mencapai 250.000
orang. Di Inggris 120.000 orang. Di Rusia tidak jauh dari itu.
Di sana,
gelombang ketiga Covid-19 sudah melebihi tingginya gelombang ke-2. Angka
tertinggi gelombang ketiga itu terjadi tepat di saat matahari dalam posisi
paling Selatan. Mulai hari ini –dan seterusnya sampai akhir Juli– matahari akan
kembali bergeser pelan-pelan ke utara.
Maafkan
istilah matahari bergeser itu sebenarnya salah total. Anda sudah tahu: matahari
itu tidak bergerak. Tidak pernah bergeser ke mana pun. Bumilah yang berputar
dan memutari matahari. Pun matahari sebenarnya tidak pernah terbit dan
tenggelam –hanya penyair dan pencipta nyair lagu yang mengada-adakannya. Juga
kitab suci?
Dari 8
orang yang terpapar Omicron itu tidak satu pun yang bergejala berat. Semuanya
dikarantina di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Semuanya kasus impor. Kini
semuanya sudah kembali negatif.
Di
Singapura juga belum ada angka-angka yang berbahaya. Tapi negara tetangga itu
sudah antisipasi maksimal: mulai kemarin tidak ada lagi penjualan tiket apa pun
dengan tujuan Singapura. Hanya yang sudah telanjur membeli tetap diizinkan
masuk.
Negara di
belahan selatan seperti Brasil kasus barunya tidak meledak. Stabil di kisaran
3.000 sehari. Di Afrika Selatan, tempat lahirnya Omicron, juga terus melandai.
Semua
angka itu di mata ahli virus seperti drh Indro Cahyono adalah angka paparan.
Bukan angka terinfeksi. Itu karena didasarkan pemeriksaan di dalam hidung. Ia
membedakan antara terpapar dan terinfeksi.
"Terpapar
itu kan sama dengan ketempelan virus. Nempelnya di dalam hidung," katanya.
"Maka mengatasinya juga sederhana. Lepaskan tempelan virus itu. Dengan
cara cuci hidung dengan air garam. Juga cuci tenggorokan. Mudah. Murah,"
katanya.
Rupanya
drh Indro penganut prinsip "orang hidup itu harus pernah membuat sejarah
–sekecil apa pun". Selama masa Covid ini ia sudah bikin dua sejarah
penelitian: protokol rakyat dan paparan sinar UV terhadap virus.
"Kelihatannya
sepele. Protokol Rakyat itu bentuknya cuci hidung. Tapi penelitiannya tidak
sederhana. Penelitiannya lama lho," katanya. Terutama bagaimana virus
itu sampai menempel, seberapa kuat tempelannya dan apa yang akhirnya bisa
membuat tempelan itu lepas. (Disway 19 Juli 2021: Protokol Rakyat).
Indro
mengajak buka-bukan: agar semua peneliti virus Covid di Indonesia mengungkapkan
penelitian apa saja yang pernah dilakukan selama pandemi ini.
Dengan
buka-bukaan itu, katanya, kita jadi tahu apakah para ahli virus kita telah
melakukan penelitian yang sesungguhnya. "Atau hanya cuplik data primer dan
sekunder yang sudah ada," katanya.
Indro
tidak rela kalau rakyat diombang-ambingkan oleh angka-angka yang diolah
berdasar kepentingan masing-masing.
Saya
termasuk senang mendengar prinsip drh Indro ini: apa pun variannya tetap saja
Covid-19. Artinya, tingkat kematiannya hanya 2 sampai 3 persen. Waspada dan
hati-hati perlu. Tidak harus terteror oleh ketakutan.
Bahwa
sampai hari ini paparan Omicron di Indonesia tetap rendah faktornya memang
banyak. Vaksinasi sudah meluas. Herd immunity sudah tercapai. Masyarakat kian
hati-hati. Dan paparan sinar UV di kawasan Indonesia sangat tinggi. Antara 8
sampai 10 –bahkan mencapai level 12 di Papua.
"Saya
setuju salah satunya berkat sinar UV itu," ujar Prof Nidom, ahli virus
dari Unair. Tapi Nidom juga menganjurkan untuk tetap waspada.
"Jangan-jangan ini seperti gejala tsunami. Surut jauh dulu. Lalu terjadi
tsunami," katanya.
Nidom
juga menyebut rendahnya tingkat PCR. Jadinya angka kasus baru terlihat rendah.
Melihat
ledakan Omicron di negara-negara dingin memang mengerikan. Kita pun tidak bisa
percaya penuh soal UV. Pada dasarnya kita masih tetap menebak-nebak kenapa
begitu rendahnya angka Omicron di Indonesia.
Rakyat
sungguh berharap pada para peneliti. Khususnya yang relevan dengan negara
tropis seperti kita. Sementara ini kita hanya bisa berpegang ''Omicron itu
hanya Covid juga''. (###)
Kliping - eMTe
No comments:
Post a Comment