Dokter, Emas
dan Sampah
oleh: Ust. Rahmat Idris
Emas dimurnikan dengan api, ikhlas dimurnikan dengan caci maki.
Entah mengapa, saya melihat begitu banyak manusia dalam waktu
kurang dari 24 jam menumpahkan unek-unek dan kekesalannya kepada profesi
dokter. Dari yang mengatakan STUPID hingga yang ingin se-olah menvonis dokter
adalah makhluk euforia yang kerjanya cuma ingin kaya setelah tamat Ko-as. Ada
juga yang berkata: mereka masuk dari jalur salah dan hanya mampu menjadi dokter
karena sogokan uang melalui jalur non reguler.
Jujur, saya sendiri tidak sependapat sepenuhnya dengan
pernyataan tersebut. disebabkan yang harus kita lihat, dari awal profesi dokter
adalah profesi mulia. Soal ada niat yang melenceng, itu adalah oknum. namun
secara kaidah niat, hanya yang berhati baik yang mampu menjadi dokter yang
baik.
Saya bukan dokter apalagi suami dokter, tidak...saya berbicara
ini hanya dalam kapasitas teman para mahasiswa kedokteran masa lalu. Ketika
Aceh konflik bersenjata tahun 1999 - 2005. saya beberapa kali turun ke lapangan
bersama mahasiswa lainnya untuk melakukan kegiatan bakti sosial. Di sana, yang
paling menonjol selain sosok guru adalah bantuan para 'dokter jagung' yang
tiba-tiba saja memberi harapan baru kepada masyarakat desa. Mereka datang
beramai-ramai hanya untuk bicara dan mendengar penjelasan dari para dokter
jagung. Dan saya melihat betapa profesi dokter lebih dari sekadar bertanya ibu
sakit apa dan ini obatnya.
Ketika konflik berdarah di Aceh, banyak dokter yang keluar di
tengah malam untuk membantu proses persalinan dengan ancaman ditembak oleh TNI
ataupun GAM karena dianggap mata-mata. Jika itu saya, saya memilih tidak akan
melakukannya, namun kenyataannya ratusan dokter di Aceh bersedia keluar di
tengah suasana kontak senjata demi membantu persalinan seorang ibu di kampung
terpencil.
Pun sesekali kunjungilah rumah sakit Zainal Abidin di Banda Aceh
dan lihatlah bagaimana para dokter muda berjibaku membantu pasien dan
keluarganya tanpa dibayar sepeserpun. disindir, dibentak, dipukul tangannya adalah
hal biasa yang dilakukan oleh para mentornya. Para mentor tahu, bila juniornya
terbiasa melakukan kesalahan, maka akibatnya fatal! Dapat menghilangkan nyawa
manusia. Maka dokter ko-as biasanya dididik dengan keras dan tegas.
Sesekali pula lihatlah kepada para dokter yang tinggal di
Puskesmas daerah terpencil. Mereka kadang berhijrah hingga Papua. Memasuki dan
tinggal di kawasan yang maaf cakap, anda sendiri belum tentu mau memasukinya. Mereka
yang katanya 'para bintang kelas di universitasnya' malah bekerja di tempat
yang para lulusan sarjana lainnya menolak untuk tinggal. Yah, dengan cap bahwa
dokter adalah 'anak manja'. Berada di posisi menjadi dokter di daerah
tertinggal adalah sesuatu yang besar sekali tentunya.
Bersoal salah diagnosa, maka lihatlah secara umum. Yang memberi
diagnosa adalah para spesialis, pakar tentunya. Mereka yang salah lalu mengapa
kita menyerang dokter yang sejatinya tidak semua spesialis? Saya sendiri tahu
betapa beratnya mengambil spesialis. karena kebetulan dalam hidup saya,
beberapa abang dan kakak sepupu saya adalah spesialis. Mereka mengambil
spesialis bahkan lebih berat daripada merawat anak mereka sendiri. Mulai
'belajar' dari pagi hingga pagi berikutnya tanpa kenal lelah, dicaci, dimaki,
dihina mentornya adalah biasa. Dicaci, dihina, di goblok-goblokkan oleh
keluarga pasien juga adalah hal biasa.
Secara ilmu jiwa, dokter yang baik adalah manusia yang dewasa
secara akhlaknya. Mereka sering dijemput tengah malam, ada kalanya berhadapan dengan
keluarga pasien yang berbicara seolah bagai tuan yang menghardik budaknya dalam
meminta pelayanan. Padahal disaat yang sama, mereka tahu, dokter tersebut
mungkin saja hari ini sudah melayani puluhan bahkan ratusan orang seperti
mereka.
Dokter kita mau enaknya saja! Mau cepat kaya! Itu yang sering
kita ucapkan, tapi kenyataannya berbeda. Dokter di Indonesia malah termasuk
golongan yang gak kaya-kaya sekali kok. Mana ada dokter di Indonesia seperti
dokter Oz yang masuk tipi dan jadi panutan masyarakat. Saya melihat sendiri
bagaimana dokter malah dijadikan bola sepak oleh sebagian oknum pemerintah.
Ada yang berniat pulang ke daerah malah dijadikan 'pajangan' di ruang periksa.
Gaji tidak berikan, kegiatan operasi tidak diberikan penunjang alat-alat kesehatan.
Anehnya lagi, kita lupa, di antara beberapa kasus kematian
pasien, terdapat puluhan ribu malah ratusan ribu kasus yang diselamatkan oleh
dokter.
Lihatlah faktanya saja. Dulu, proses kelahiran bayi adalah
proses yang mengerikan sebab kematian sang ibu berisiko tinggi. Bayi tidak
mampu keluar maka sang ibu pun terancam meninggal. Namun sekarang, bukankah
sejak banyak dokter spesialis kandungan kejadian itu menjadi langka? Seburuk
apapun kejadian, mereka dapat ditolong dengan operasi sesar. Lalu apakah kita
tidak melihat ini sebagai bentuk kasih sayang dari para dokter kepada
pasiennya? Oh mereka kan dibayar! kalaupun mereka dibayar, anda tentu harus
mengerti itu adalah kewajaran. Anda sendiri para suami walau dibayar oleh istri
bisakah membantu proses kelahiran? Tentu saja tidak! kita hanya bisa melihat
dari jauh, paling berkata: "Sabar ya cinta", namun tidak bisa berbuat
apa-apa. Dan akhirnya tetaplah yang paham medis yang membantu mereka.
Maka stop memburukkan saudara sendiri. berilah kritik namun
dengan kata yang baik. Tidak harus sinis apalagi mencaci. Karena jujur, untuk
menjadi dokter tidaklah mudah. namun untuk mencaci para dokter, tukang sampah
pun bisa melakukannya.
No comments:
Post a Comment