KOMENTAR
PARA DOKTER SENIOR
PATUT DIRENUNGKAN KOMENTAR PARA DOKTER USIA SEPUH DARI UI
INI !!!
Mereka adalah api yang
tidak terpadamkan di usia senja. Ketika sebagian besar rekan seusianya
terbaring tak berdaya di tempat tidur, semangat para senior ini justru
menyala-nyala. Menjadi segelintir dari sangat sedikit lansia yang bugar di usia
senja, tenaga dan pikiran para kakek dan nenek ini masih disumbangkan agar tak
menjadi beban bagi pembangunan. Sejak dini, kesehatan di usia senja ternyata harus benar-benar dikejar.
Tepat 50 tahun menjalani
profesi sebagai dokter, para dokter sepuh alumni Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) angkatan tahun 1968 ini
memendam keprihatinan tersendiri. Ketika alumni kedokteran berkumpul, mereka terkejut karena, dari sekitar 120 dokter angkatan 1968, hanya tersisa
separuhnya ”Tinggal 60 yang
masih di atas tanah. Itu pun tidak
semuanya 100 persen sehat.
Ada yang tidak bisa jalan, setengah lumpuh, atau
pikun,” kata internis-nefrologis Prof. Dr. Jose Roesma PhD (75).
Jose yang menjadi Ketua
Panitia Reuni Alumni 50 Tahun Angkatan 1968 FKUI bersama dengan rekan-rekannya,
seperti : Ketua Alumni Angkatan 1968 FKUI Dr Hermansyur Kartowisastro SpBKBD
(77), Dr Asril Bahar (75), dan Dr Doddy Pramodo Partomihardjo (74), lantas
rutin bertemu hampir setiap pekan hingga puncak acara reuni yang menurut
rencana akan digelar pada Desember mendatang. Dalam setiap pertemuan, mereka
serius memperbincangkan sumbangsih apa
yang harus mereka lakukan bagi terciptanya lansia yang berkualitas.
Seperti pada Rabu
(11/7/2018), mereka sibuk membahas buku yang akan diterbitkan bagi kaum dokter
dan buku panduan bagi generasi muda demi menggapai
usia tua yang berkualitas. ”Dari kami
berempat ini yang sehat hanya dokter Hermansyur. Akhir Juni lalu, saya pasang
cincin di jantung. Dulu, usia 30-an
enggak pernah berpikir tentang kesehatan di masa tua, hanya menjalani hidup
dan TERUS MAKAN ENAK. Terlambat
sudah karena enggak ada senior yang kasih tahu,” kata Asril yang merupakan dokter
ahli penyakit dalam, konsultan pulmonologi, dan geriatri.
Hermansyur, yang anggota
tim dokter kepresidenan dari tahun 1987 dan disebut-sebut paling sehat pun,
ternyata mengaku tak pernah sadar akan pentingnya menjaga pola hidup sehat sejak dini
demi kehidupan masa tua yang berkualitas.
”Hidup saya cukup sehat secara tidak sadar. Baru sekarang tahu dan
menyadari. Keluarga berperan penting mendorong gaya hidup sehat. Nantinya, saya
ingin mati di lingkungan keluarga dan tak menderita sakit. Rumah jompo momok
bagi saya,” ujar Hermansyur.
Persiapan dini
Keprihatinan semakin
mendalam karena mereka yang berprofesi sebagai dokter seharusnya lebih paham
terhadap upaya pencegahan dan pengobatan penyakit. Namun, kenyataannya berbeda.
Kondisi kesehatan mereka di usia tua sama saja dengan masyarakat awam yang tidak dibekali pengetahuan mendalam tentang
kesehatan. Hal ini terutama karena pola hidup yang tidak sesuai dengan teori
gaya hidup sehat. Mereka pun tidak
mempersiapkan diri sejak dini untuk menghadapi masa tua.
Dengan ilmu dan
pengalaman 50 tahun menjadi dokter, Jose dan rekan-rekannya lantas berusaha
berbuat sesuatu agar generasi milenial tidak mengikuti pola hidup seniornya. Agar
tak menjadi tua yang renta,
generasi milenial harus sudah mulai sadar untuk
mengelola kesehatan dengan perubahan pola hidup yang lebih sehat. Tak
sekadar membuat buku, para dokter sepuh ini berupaya menyumbangkan ide dan
mendorong pemerintah untuk melindungi generasi baru dengan gerakan yang
berorientasi pada lansia. ”Pola hidup salah sehingga berakibat
penyakit. Ini menjadi concern (kepedulian) kami,” kata Jose.
Menurut Asril, proses
menjadi tua terjadi karena menghilangnya secara pelan-pelan kemampuan jaringan
tubuh manusia untuk memperbaiki dirinya dan mempertahankan fungsi dan struktur
normalnya. Apabila sudah terkena penyakit, lanjut Asril, pasien geriatri
biasanya akan mengonsumsi banyak obat, lambat respons terapinya, dan sering
gagal pulih kembali dari sakitnya. Penurunan fungsi semua organ tubuh semakin
memperberat kondisi sakit para lansia, sehingga sebisa mungkin harus
dicegah.
Agar tetap berdaya
nantinya di usia senja, generasi muda diajak, antara lain, untuk mengurangi berat badan, makan gizi
seimbang, menggerakkan tubuh secara teratur, dan mengawasi kesehatan dengan cek
kesehatan berkala. Selain pola hidup sehat sejak dini, setiap lansia juga
harus tetap beraktivitas kerja sehari-hari. ”Kalau
saya satu minggu enggak keluar rumah dan beraktivitas, bisa sangat terganggu
pikiran saya. Paling-paling cukup pergi ke rumah cucu setir mobil sendiri,”
kata Toni Hartono (79) yang pernah menjabat Ketua 2 Komisi Nasional Lansia.
Ditemui secara terpisah
di acara kumpul Komunitas Sahabat Lansia Tangguh pada Kamis (9/8), Toni
mengatakan bahwa para lansia yang tinggal bersama keluarga dan terpisah dari
komunitas sesama lansia biasanya akan mengalami keterasingan. Keterasingan di
tengah keluarga bisa saja terjadi
karena adanya jurang
antar-generasi yang memisahkannya dengan anak dan cucu.
”Anak cucu main
gadget. Ngobrol enggak saling ngerti. Di meja makan enggak
berkomunikasi. Pressure (tekanan) lebih tinggi yang tinggal
sendiri. Masalah psikologis juga jadi hambatan yang luar biasa,” tuturnya menambahkan.
Psikolog Prof (Em) Dr
Saparinah Sadli (90) menyebut bahwa kesehatan para lansia meliputi tak
hanya kesehatan fisik, tetapi juga emosional dan sosial. ”Lansia
tangguh adalah mereka yang sehat seluruhnya. Orang tua pasti punya penyakit
meski sakit harus mandiri. Tetapi tetap menyesuaikan diri dengan kondisi
fisiknya,” kata Saparinah.
Negara terhormat
Prof Dr dr Siti Setiati
SpPD - KGER MEpid FINASI dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
yang juga Ketua
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia menyebutkan, dari 25-30 juta warga
lansia (berusia minimal 60 tahun), hanya 13,2
persen lansia yang sehat,
25 persen lansia renta,
dan 61,6 persen kondisinya prarenta.
”Yang namanya sehat di masa tua sangat bergantung pada
MASA MUDANYA. Kesehatan pada lansia ibarat life cycle (siklus hidup)
dimulai sejak kanak-kanak,” kata Setiati.
Kondisi ini
mengkhawatirkan karena jumlah penduduk lansia di Indonesia terus meningkat
seiring naiknya usia harapan hidup sebagai dampak dari kemajuan bidang
pembangunan dan teknologi kesehatan.
Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik, usia harapan hidup
pada 1971 adalah 55,1 tahun dan pada 2015
menjadi 70,8 tahun. Pada 2015, jumlah manula di Indonesia sekitar 21 juta
orang (8,2 persen dari total jumlah penduduk) dan pada 2030 diperkirakan
jumlahnya akan meningkat menjadi sekitar 38 juta (13,2 persen). Indonesia sudah akan masuk dalam negara
aging society, yang satu di antara lima penduduknya adalah orang tua.
Tingginya jumlah lansia
ini bisa menjadi beban pembangunan jika mereka yang kondisinya prarenta berubah
menjadi renta. Kerentaan membuat beban biaya pengobatan menjadi semakin mahal.
Apalagi, saat ini pengobatan bagi kaum lansia belum sepenuhnya ditanggung BPJS.
Padahal, mereka yang prarenta cenderung mulai dihinggapi beragam penyakit,
mulai dari hipertensi, kolesterol, hingga pengapuran sendi yang memerlukan
penanganan komprehensif dan biaya mahal.
Seperti di negara lain,
kesejahteraan bagi kaum lansia sesungguhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah harus benar-benar memiliki keberpihakan terhadap nasib lansia. Ia
mencontohkan bagaimana Pemerintah Jepang dan Singapura memberdayakan warga
senior agar bisa tetap bekerja di usia tua. Mereka juga memiliki kota yang
ramah untuk lansia.
Doddy menambahkan, perlu
adanya kemauan politik dari pemerintah untuk berpihak kepada lansia. Pendapat
umum pun harus benar-benar dibangun untuk pemberdayaan lansia. ”Ini masalah strategis bagi masyarakat
Indonesia. Jumlah lansia makin banyak jadi beban atau jadi suatu performa
bangsa? Bagaimana idealnya orang tua ini aktif dan produktif,” tutur Doddy.
Indikator negara
terhormat, lanjut Setiati, adalah negara yang menghargai warga senior dan
membuat sistem yang berpihak kepada lansia, antara lain mempermudah mereka
mengakses pengobatan. ”Enggak seperti
sekarang ini. Tantangan yang harus segera dicari solusinya,” kata Setiati.
Usia panjang tidaklah akan ada artinya apabila kemudian menjadi tidak berguna dan tidak bahagia.
No comments:
Post a Comment