Pengakuan dari seorang teman"
Saya memang keturunan Tionghua,
tapi lahir dan besar di tanah Jawa, hidup dalam lingkungan yang berbudaya Jawa,
bahkan lebih bisa berbahasa Jawa halus dibandingkan sebagian orang Jawa
sendiri.
Ada yang menarik bagi saya dalam
budaya Jawa, yaitu konsep Tuhan.
Konsep Tuhan dalam budaya Jawa
itu unik, khas, dan berbeda dengan konsep Tuhan dalam budaya bangsa lain
(USA, Timur Tengah, Eropa, dll), yang sering memberikan gambaran Tuhan dengan
sifat manusia seperti : senang, marah, cemburu, menghukum, dsb.
Spiritualitas Jawa tidak pernah
menggambarkan Tuhan dengann konsep sebagai personal atau sosok hebat di atas
langit yang bebas melakukan apa saja terhadap manusia seperti menguji,
memerintah, melarang, menghukum atau memberikan hadiah dengan berbagai atribut
serta perilaku manusia yang lainnya.
Dalam spiritualitas Jawa, sosok
Tuhan sering disebut dengan istilah Hurip (Hidup) atau Sang Hyang Hurip / Yang
Maha Hidup. Konsep ini bersifat abstrak dan universal daripada konsep tentang
Tuhan sebagai sosok yang bersifat anthropomorfis tadi. Itulah sebabnya dalam
spiritualitas Jawa tidak ada istilah menyenangkan Tuhan, memperjuangkan Tuhan,
membela Tuhan, ataupun bahkan berperang atas nama Tuhan, karena
Tuhan dipahami sebagai Sumber, Dasar dan Tujuan dari segala sesuatu, kekuatan
kehidupan itu sendiri (Sangkan Paraning Dumadi).
Dengan demikian, spiritualitas
Jawa dapat menghargai dan hidup harmonis selaras dengan keyakinan dan
kepercayaan lain karena menganggap semua itu berasal dari Tuhan, sehingga
tidak ada persaingan untuk menunjukkan atau berebut mengenai Tuhan ini milik
siapa yang lebih benar, karena semuanya toh juga berasal dan akan kembali
kepada Tuhan juga tanpa ada pembedaan dan diskriminasi sedikitpun.
Itu sebabya juga dulu orang Jawa
bisa menerima dan mempersilahkan agama dari bangsa-bangsa asing untuk bisa
masuk, hidup dan berkembang di tanah Jawa, meskipun pada akhirnya
tidak sedikit dari mereka yang kemudian berkembang menjadi arogan, ekspansif dan
bahkan ingin menghilangkan, bahkan mengusir sang tuan rumah dari tanahnya
sendiri.
Spiritualitas Jawa tidak pernah
bicara tentang usaha mendominasi untuk menguasai dan mengatur seluruh dunia ke
dalam satu sistem yang seragam dan sama. Spiritualitas Jawa menghargai
keragaman dan perbedaan secara sebenarnya, bukan basa basi di mulut saja.
Dan karena sifatnya yang
demikian, maka spiritualitas Jawa juga tidak sibuk mengatur tentang perilaku
manusia, melainkan sekedar berusaha membangkitkan kesadaran manusia, agar
dengan kesadaran diri itu manusia bisa mengatur dirinya sendiri dengann lebih
baik.
Spiritualitas Jawa juga tidak
menciptakan doktrin yang kaku dan tidak boleh diubah, karena menyadari
bahwa pengertian manusia akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan
perkembangan tingkat kesadarannya seiring waktu.
Spiritualitas Jawa juga tidak
menciptakan sistem dan lembaga yang cenderung akan menciptakan penjara
baru bagi umat manusia. Tidak menciptakan dokumentasi yang mati dan kaku karena
menyadari bahwa kitab sejati letaknya ada di hati nurani dan sanubari manusia yang
terdalam, karena disitulah manusia akan bisa memahami Tuhan yang sejati dan
bukan Tuhan yang sekedar sebagai "berhala mental" saja.
Spiritualitas Jawa juga tidak
menciptakan teror, menakut-nakuti, maupun ancaman, juga tidak ingin
menciptakan perbudakan terhadap manusia berdasarkan ancaman dan rasa takut.
Hanya ada welas asih, karena welas asih adalah sifat dan hakikat Tuhan
yang sejati.
MEMAYU HAYUNING BAWONO.
SURA DIRA JAYANINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI. JAYA JAYA WIJAYANTI.
RAHAYU SAGUNG DUMADI.
MUGI RAHAYU JANMA KANG BEBUDI
RAHAYU.
Semoga budaya yang begitu luhur
dan indah dari leluhur tanah Jawa ini, tidak dilupakan begitu saja oleh anak
cucunya sendiri
No comments:
Post a Comment