Kenapa susah mengubah persepsi seseorang terhadap objek yang dinilainya.....
MENGAPA ORANG TETAP MERASA BENAR
WALAUPUN SEJATINYA SALAH ?
Pada
tahun 1894, sebuah surat yang telah disobek- sobek ditemukan di keranjang
sampah oleh staf dari seorang Jenderal Prancis. Maka dilakukanlah investegasi
besar2an untuk mengetahui siapa yang lewat bukti surat itu telah menjual
rahasia militer Perancis ke pihak Jerman. Dan kecurigaan kebanyakan orang
mengarah pada Letkol. Alfred Dreyfus.
Dreyfus
tidak punya track record yang tercela, tidak juga punya motif untuk melakukan
pengkhianatan. Cuman ada dua hal yang dapat membuat kecurigaan terhadap
Dreyfus. Pertama, tulisannya mirip dengan surat yang ditemukan, dan lebih parah
lagi, dia satu2nya pejabat militer yang beragama Yahudi. Waktu itu, Militer
Perancis dikenal anti Yahudi.
Lalu
rumah Dreyfus digeledah, mereka tidak menemukan bukti apa pun. Tapi ini pun malah
dianggap sebagai bukti betapa liciknya Dreyfus. Tidak hanya berkhianat, dia
juga degan sengaja menghilangkan semua bukti. Lalu mereka memeriksa personal
history-nya, bahkan menginterview guru sekolahnya. Ditemukan dia sangat cerdas,
menguasai 4 bahasa, dan punya memori yang sangat tajam. Maka ini pun dianggap
sebagai "bukti" bahwa Dreyfus punya motif dan skill untuk kerja pada
agen intelijen asing. Bukankah memang agen intelijen harus punya 3 skill itu?
Benarkan?
Maka
Dreyfus diajukan ke pengadilan militer, dan dinyatakan bersalah. Di depan
publik, lencananya dilucuti, kancing baju dicabut, pedang militernya
dipatahkan. Peristiwa ini dikenang sebagai "Degradation
of Dreyfus". Saat diarak oleh massa yang menghujat dia, Dreyfus teriak
: "Saya bersumpah saya tidak
bersalah, saya masih layak untuk mengabdi pada negara, Hidup Perancis. Hidup
Angkatan Darat". Tapi semua orang sudah tidak peduli dengan
teriakannya, dan akhirnya dia divonis penjara seumur hidup di Devil's Island,
pada tanggal 5 Januari 1895.
Mengapa
serombongan orang pintar dan berkuasa di Perancis waktu itu begitu yakin bahwa
Dreyfus bersalah? Dugaan bahwa Dreyfus memang sengaja dijebak, ternyata keliru.
Para sejarawan meyakini bahwa Dreyfus tidak dijebak, dia hanya menjadi korban
dari sebuah fenomena yang disebut "MOTIVATED
REASONING". Yaitu sebuah penalaran yang nampak sangat logis dan
rasional, padahal semua itu hanyalah upaya mencari PEMBENARAN atas suatu ide
yang telah diyakini sebelumnya.
Tujuannya adalah termotivasi untuk membela atau menyerang ide tertentu, bukan
mencari KEBENARAN secara jernih, dari pihak mana pun kebenaran itu berasal.
Maka
kalau orang sudah mengeras sikapnya
untuk sangat pro atau anti partai politik tertentu, atau sudah terlanjur gandrung atau benci sama seseorang, maka
orang itu akan cenderung mengalami "motivated
reasoning" ini. Apa pun
pendapat orang lain yang dianggap "musuh" akan nampak salah di
pikiran "rasionalnya”. Karena memang itulah hebatnya otak, selalu bisa
menemukan alasan rasional kenapa mereka salah, dan saya benar. Orang akan bisa
mencari 1000 bukti yang membenarkan sikap itu. Bahkan hal2 yang sifatnya netral
tiba2 jadi nampak sebagai "bukti" dari kebenaran sikap ini.
Kalau
hati sudah dikuasai oleh cinta atau benci, dan berketetapan, pokoknya saya pro
ini, anti itu, kita akan cenderung meyakini kebenaran segala pendapat yang
mendukung pendapat kita, dan mengabaiakan segala argumen yang berlawanan dengan
keyakinan kita. Kita jadi kehilangan akal sehat yang adil dan proporsional
dalam menyikapi segala hal. Para psikolog menyebut kesesatan pikir yang mewabah
akhir2 ini sebagai : CONFIRMATION BIAS.
Fenomena
confirmation bias dan motivated reasoning ini sudah sangat jamak ditemukan di
sekitar kita, bahkan kadang kita pun ikut jadi pelaku utamanya. Karena hampir
semua dari kita telah mengambil sikap untuk memilih partai tertentu, atau tokoh
tertentu, atau agama/madzhab tertentu, bahkan mungkin hanya sekedar menjadi
anggota fanatik supporter klub sepak bola tertentu. Semua ini telah menjadikan
kita secara otomatis mudah sekali terjebak dalam dua kesesatan pikir di atas.
By the way,
bagaimana dengan nasib Dreyfus? Adalah Colonel Georges Picquart, yang walaupun
dia juga anti Yahudi, mulai berpikir, bagaimana jika memang Dreyfus tidak
bersalah? bagaimana jika karena salah tangkap, penjahat sebenarnya masih
berkeliaran dan terus membocorkan rahasia militer Perancis pada Jerman?
Kebetulan dia menemukan ada pejabat militer lain yang tulisan tangannya lebih
mirip dengan surat yang ditemukan, dibanding tulisan Dreyfus. Singkat cerita,
atas perjuangan Colonel Picquard, Dreyfus baru dinyatakan tidak bersalah 11
TAHUN kemudian.
Yang
paling menakutkan dari Motivated
Reasoning & Confirmation Bias ini adalah, pelakunya seringkali tidak
menyadari dan membela pendapatnya mati2an sambil menghujat pendapat lain yang
berbeda, sehingga efeknya terjadi perang mulut, bahkan di beberapa negara,
terjadi genocida, dan perang saudara.
Maka
bagaimana caranya agar kita bisa berpikir lebih adil dan jernih?
Bagaimana
agar kita selamat dari dua sesat pikir di atas? agar kita bisa membuat
prediksi yang akurat, membuat keputusan yang tepat, atau sekedar membuat good
judgement?
Menariknya,
ini tidak berkaitan dengan seberapa
pintar atau seberapa tinggi IQ kita atau gelar akademis kita.
Kata
para ahli tentang "good judgment", ini justru berkaitan erat dengan
bagaimana anda "merasa" (how you feel). Berikut beberapa Tips untuk
memiliki "penilaian yang jernih" :
1.
Jangan terlalu emosional. Semakin kita emosional, semakin kita termotivasi
untuk menyeleksi kebenaran. Semua argumen yang berlawanan akan cenderung kita
abaikan. Sementara hoax-pun, asal cocok dengan selera kita akan buru2 kita
yakini kebenarannya.
2.
Pertahankan rasa ingin tahu (curiosity). Rasa penasaran ingin tahu ini akan
membuat kita lebih ingin mengecek argumentasi dari dua kubu. Tidak cepat puas
buru2 meyakini segala informasi yang masuk.
3.
Milikilah hati dan pikiran yang terbuka (open-mind & open-heart). Dengan
begitu kita akan cenderung mau mendengarkan dan berempati atas posisi masing2
dari dua kubu yang berseteru. Jangan menutup diri hanya mau menerima informasi
dari pihak yang pro sama kita, dan langsung mencurigai, bahkan menolak berita
dari semua yang kita anggap pro lawan kita.
4.
Jadilah orang yang independen (grounded). Jangan mudah anut grubyuk... ikut2an pendapat seseorang atau satu
kelompok. Jangan letakkan harga diri kita berdasarkan omongan orang lain
tentang kita. Silahkan pro ini atau anti itu. Tapi jangan overdosis, sampai menganggap segala hal yang dari pihak kita pasti benar dan segala hal yang dari
pihak lawan pasti salah.
5.
Milikilah kerendahan hati
(humbleness) bahwa memang kita punya keyakinan tertentu tentang segala hal
(politik, aliran pemikiran, dll) tapi dengarkan dengan empatik juga pendapat2
yang berlawanan dengan kita. Dan jika bukti2 menunjukkan kita memang salah,
jangan sungkan2 untuk mengakui dan minta maaf.
Kesimpulannya,
menurut Julia Galef, yang ceramahnya di TEDX mendasari tulisan ini:
"Untuk memiliki good judgment (penilaian yang
jernih), khususnya untuk hal2 yang kontroversial, kita tidak terlalu
membutuhkan kepintaran atau analisa yang canggih, tapi kita lebih membutuhkan
kedewasaan psikologis dan pengelolaan emosi yang baik"
Jadi
apa yang paling kita inginkan?
Apakah
membela mati2an pendapat subyektif kita?
Ataukah
ingin melihat dunia dengan mata hati sejernih mungkin?
Memilih
yang benar itu benar dan semestinya melaksanakannya dalam kehidupan.
Source: https://ideas.ted.com/why-you-think-youre-right-even-when-youre-wrong/amp/
No comments:
Post a Comment