Ada hal yang perlu diluruskan terkait pernyataan tertulis salah satu pengamat keselamatan dengan judul JALAN TOL DI INDONESIA TIDAK AMAN sbb :
1. Beberapa
kecelakaan yang terjadi di jalan tol yang diinvestigasi oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan
Transportasi) menemukan beberapa hazard yang menjadi penyebab kecelakaan di
jalan tol yaitu:
a. Jalan tol yang baik, dengan tingkat pelayanan jalan A, pada akhirnya akan memicu euforia pengguna jalan untuk memacu
kecepatan kendaraannya. Sepanjang Indonesia merdeka baru kali pertama pengemudi
bisa mencapai kecepatan free flow speed (diatas 100 km/jam) yaa di jalan tol yang
sekarang, kecepatan 140 km/jam adalah hal biasa yang kita temu kenali. Namun demikian,
truk2 ODOL juga berjalan disana, dan kecepatan mereka maksimal 40 km/jam. Kedua
jenis lalu lintas ini pada akhirnya membentuk gap kecepatan yang sangat tinggi
dan ini sangat berbahaya. IRAP membuat ambang batas gap ini 30 km/jam, dimana
gap diatasnya dapat ber-resiko terjadi tabrak depan belakang. Dan gap di jalan
tol di Indonesia saat ini bisa mencapai 100 km/jam, artinya gap tersebut tidak
mampu ditoleransi oleh waktu reaksi manusia. Pada akhirnya kita melihat kasus
kecelakaan tabrak depan belakang yang sangat tinggi di jalan tol di Indonesia.
Jadi, disini sama sekali tidak terkait dengan skid resistance. KNKT belum pernah menemukan issue terkait skid
resistance pada jalan tol di Indonesia.
b. Kemudian jalan tol yang tersambung, dengan pelayanan jalan A tadi menghilangkan kemacetan, pada
akhirnya menimbulkan euforia juga pada pengemudi, menempuh Jakarta -
Surabaya sekali jalan, tanpa perlu istirahat, hal ini bisa menyebabkan fatigue
pada pengemudi. Pada saat seorang pengemudi mengalami fatigue, dia ber resiko
mengalami micro sleep. Tidur sedetik pada kecepatan 140 km/jam itu bisa
berarti maut baginya. Jadi disini masalah fatigue menjadi issue yang menonjol
pada kecelakaan di jalan tol
c. Selanjutnya mengenai passive safety di jalan tol, yaitu terkait pembatas, itu juga lebih baik. Karena beberapa
jalan tol yang menggunakan median terbuka justru sering membuka peluang
kendaraan yang pengemudinya kehilangan kemudi menyeberang ke jalur lawan. Oleh
sebab iti KNKT membuat rekomendasi menutup median terbuka dengan memasang pagar
pengaman jalan, entah itu menggunakan beton rigid, guardrail ataupun wire rope.
Jadi, untuk
menurunkan kecelakaan di jalan tol, ada beberapa rekomendasi KNKT yang saat ini
sedang gencar digalakkan oleh pengelola tol yaitu :
1. Menurunkan
speeding kendaraan, melalui inovasi marka
chevron reducing marking;
2. Mendorong orang
memasuki rest area dengan melengkapi rest area dengan hal hal menarik seperti
taman bermain, spot selfie, tempat mandi air panas dsb;
3. Memasang pembatas rigid pada median jalan untuk
mencegah pengguna jalan menyeberang;
4. Memasang crash cushion pada pagar pengaman jalan
sehingga jika tertabrak, kendaraannya tidak akan disate;
5. Menghilangkan
tiang tengah jembatan pada desain konstruksi penyeberangan di jalan tol;
6. Melindungi tiang
tengah jembatan dan bangunan lainnya dengan baik untuk memperkecil resiko
tertabrak oleh kendaraan yang lengah
Itu beberapa hazard
dan mitigasi yang dilakukan oleh KNKT, jadi terkait tulisan diatas dirasa
kurang tepat dan tidak sesuai dng keadaan dan faktual yang ada
Keterangan
gambar: Kecelakaan maut tunggal di jalan tol Jombang yang menimpa pasangan Vanessa dan
Bibi akibat supir speeding (180 km/jam) jauh di atas ketentuan kecepatan maksimal
jalan tol yaitu 100 km/jam yang menabrak pembatas jalan sebelah kiri jalan.
No comments:
Post a Comment