Copas dari Jonas Edgar Siadari
#Politik
#Skizofrenia
Pernah menyaksikan film Beautiful Mind yang dibintangi Russell Crowe. Seorang ahli matematika, John Nash yang hidup menderita skizofrenia akut. Ia tidak bisa membedakan antara khayalan dan realitas. Tidak bisa membedakan antara alam nyata dan alam mimpi.
John Nash bertindak didorong oleh khayalannya. Seolah ia memiliki tiga orang sahabat yang terus membisikkan sesuatu dan meresponnya. Orang normal melihat John Nash bicara sendiri. Sementara John Nash menganggap ia sedang berbicara pada rekannya.
Kehidupan John Nash kacau. Ia tidak bisa diserahi tanggung jawab sosial. Ia tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban atas tindakannya, sebab pikirannya terganggu.
Tapi untunglah, John Nash akhirnya bisa membedakan mana sahabat khayalan yang cuma ada dalam pikirannya, dan mana dunia nyata. Sahabatnya tetap hadir, cuma John Nash tahu, ketika direspon, kegilaannya akan muncul lagi.
Di sekeliling kita, gak susah menemukan penderita penyakit seperti John Nash. Orang-orang yang tidak bisa membedakan alam nyata dan alam khayal. Orang yang mencampuradukkan kenyataan dan kayalannya sendiri.
Kadang mereka kita temukan di pinggir jalan, dekil, ngobrol sendirian, cengar-cengir sendirian. Kadang mereka telanjang bulat, asyik menikmati kereta lewat. Kadang ngamuk. Kadang menangis. Kadang cekakakan sendiri. Sekali lagi, mereka adalah orang yang tidak bisa membedakan alam nyata dan alam khayalannya.
Nah, di dunia politik kita sering menemukan politisi seperti ini. Politisi yang tidak bisa membedakan alam nyata dan alam khayalnya.
Di pasar, harga-harga stabil. Tidak ada lagi berita soal kenaikan harga gila-gilaan seperti zaman SBY dulu. Bahkan memasuki Lebaran dan tahun baru, harga bahan pangan biasa saja. Ukuran ini gampangnya dilihat dari angka inflasi. Inflasi Indonesia kita gak sampai 4 persen setahun. Bahkan tahun ini gak sampai 3 persen.
Seorang Cawapres masuk pasar. Gak belanja apa-apa. Lalu berteriak, harga-harga mahal. Rakyat gak bisa belanja, katanya. Ketika ia bicara begitu, ia sedang memainkan politik skizofrenia. Ia mencampur-adukkan khayalannya dengan realitas.
Seorang Capres, malah lebih gila lagi. Di depan kadernya ia bicara kalau dirinya gak menang dalam kontestasi Pilpres, Indonesia bisa punah. Padahal ia sudah beberapa kali ikut Pilpres. Kalah terus. Toh, Indonesia biasa saja. Malah di tangan pemerintahan sekarang, Indonesia jauh lebih maju.
Tampaknya ia juga sedang memainkan politik skizofrenia. Ia merasa dirinya satu-satunya yang membuat Indonesia bisa bertahan. Kalau ia gak jadi Presiden, Indonesia punah.
Padahal ia pernah juga meninggalkan Indonesia ke Yordania. Cukup lama, setelah dipecat dari militer. Toh, negeri ini tumbuh terus. Ada atau gak ada Capres tersebut, Indonesia gak masalah. Gak akan punah hanya karena dia kalah Pemilu.
Ia mengkhayal seperti superhero yang menyelamatkan Indonesia dari kepunahan. Padahal mah, rakyat hidup santai-santai saja. Tapi begitulah, politik skizofrenia sedang dimainkan. Mencampur-adukkan kenyataan dengan khayalannya sendiri.
Ada juga kelompok agamis yang memainkan politik skizofrenia. Mereka mengaku membela Islam. Membela agama. Lalu mereka membuat fatwa politik, mengunggulkan Capres sebagai pemimpin Islami.
Tapi, kampretnya, calon pemimpin yang ditunjuk boro-boro punya kemampuan soal agama. Mengucapkan gelar Nabi Muhammad saja lidahnya keserimpet. Sholawatan aja gak bisa eh malah berjoget pula. Mengucapkan Allah saja lidahnya mencong. Kabarnya Capres tersebut gak bisa baca Alquran. Gak hapal bacaan salat, apalagi jadi imam salat. Orang mau wudhu aja prosedurnya aja udah salah. Bahkan pernah tertangkap basah di video Instagram keponakannya sedang berjoget ria dalam acara natalan bersama keluarganya. Seperti itu dibilang pemimpin islami???
Bayangkan. Orang-orang berjubah putih. Mengaku mewakili agama, berfatwa kepada umatnya untuk memilih pemimpin yang gak jelas cara beragamanya. Tapi mereka mengaku sedang membela agama. Sedang menegakkan hukum Allah di Indonesia. Goblok ga tuh???
Ada lagi yang aneh. Seorang penceramah agama bermulut kotor. Di mimbar agama suka memaki-maki, bicara vulgar. Dia kemarin memukuli dua orang anak sampai babak belur. Anak itu diculik, dibawa ke padepokannya lalu dihajar sampai matanya berdarah. Ia mengaku ulama tapi berperilaku kriminal.
Untung saja polisi menangkapnya. Karena perilaku kriminal yang direkam untuk menunjukkan betapa hebatnya ia bisa bertindak di atas hukum.
Tapi seorang politisi memainkan lagi politik skizofrenia. Ia menuduh polisi melakukan kriminalisasi ulama. Padahal yang ditangkap polisi hanyalah seorang kriminal yang mengaku ulama.
Politisi itu membayangkan ulama menggebuki orang sampai babak bundas, bukan pelanggaran hukum. Mau sampai sekarang korbannya cacat karena matanya terus berdarah, itu gak apa-apa. Ulama tetap ulama. Betapapun kriminalnya dia. Gila nggak???
Yang paling seru adalah seorang sales jihad. Ia mengajak orang menyumbang kampanye Capres. Mengajak pengikutnya yang miskin dan rakyat jelata itu. Padahal Capres yang mau disumbang memiliki harta Rp 2 triliun dan bahkan punya tanah seluas jutaan hektar pula lagi. Cawapresnya punya harta Rp 5 triliun. Adiknya Capres, seorang petinggi partai beragama Kristen, termasuk orang terkaya di Indonesia.
Petinggi partai lain, pendukung Capres tersebut adalah anak-anak Soeharto yang duitnya 'gak berseri'.
Tapi sales jihad itu ingin memanipulasi orang-orang bodoh. Kalau rakyat menyumbang duit bagi orang-orang kaya yang haus kekuasaan, itu namanya jihad. Ia sedang memainkan politik skizofrenia mencampuradukkan jihad agama dengan dukungan politik. Ia ingin membobol kantong orang miskin untuk disumbangkan pada orang kaya.
Bahkan sampai mengucapkan doa aneh yang mengatakan kalo capres nya tidak menang maka tidak ada lagi yang akan menyembah Tuhannya. Memang, Ini merupakan salinan dari doa Nabi waktu perang melawan Quraisy. Tapi???
Busyet dah!!!!
Emang capres nya itu sudah seperti nabi ya? Trus ulama-ulama besar dan orang-orang Muslim yang dukung lawan capresmu itu semuanya kafir ya???
Sebagian rakyat memang ikut terkena skizofrenia akut. Mereka gak bisa membedakan khayalanya dengan kenyataan. Indonesia baik-baik saja, mereka anggap sedang bermasalah. Ekonomi tambah moncer, mereka bilang ekonomi nyungsep. Kehidupan beragama bebas dan asyik, mereka mencari-cari kesalahan soal ketertindasan.
Mereka bilang Islam sedang dizolimi di Indonesia. Padahal masjid di mana-mana. Mushola ada di setiap gang. Azan magrib disiarkan di semua TV. Jilbab bebas dikenakan. Acara keagamaan jadi acara negara.
Presiden dan wapres, muslim. Ketua DPR dan MPR, muslim. Panglima TNI dan Kapolri, muslim. Sebagian besar anggota DPR, DPRD muslim. Kepala daerah sebagian besar muslim. Pejabat MK, MA, KPK, BPK, kebanyakan muslim. Lalu mereka masih teriak umat Islam dizolimi. Umat Islam yang mana pret??
Para politisi kampungan menularkan skizofrenia ke masyarakat. Akibatnya ada sekelompok orang yang tidak bisa membedakan antara realitas dan khayalan.
Bayangkan jika orang-orang seperti ini berkuasa. Apa gak akan membuat bangsa ini jadi gila massal?