Balada Ahok The Lone Ranger
Di tangan Ahok semua tradisi dirobek-robek. Jika selama ini
seorang gubernur menyembah para DPRD, gubernur Ahok membanting DPRD ke dasar
jurang. DPRD yang memang sudah menjadi sarang maling, berteriak lantang
menyemprit Ahok. Tetapi Ahok lebih galak, ia meneriaki mereka lebih lantang,
hingga semuanya menekuk ekor tak berkutik, bagai kucing ketakutan di pojok
ruangan.
Di era Gubernur Ahok, DPRD bak barang pajangan, sibuk mengkritik
dan hanya makan gaji buta, sementara hasil kerja mereka nol besar. Jika seorang
pejabat selama ini harus menjadi contoh bagi publik bagaimana berperilaku
santun, berkata lembut, sopan, bertutur kata ajaib, bermanis-manis dengan para
koruptor dan penjarah tanah negara, uang negara dan hak orang lain, Ahok malah
sebaliknya. Ia berkata kasar, menghantam, memaki para koruptor dan menghina
mereka bagai manusia tak beradab. Seolah Ahok tidak peduli dijuluki manusia
kasar, sombong dan pongah. Ia tetap menunjukkan karakternya sebagai seorang
perobek tradisi.
Ketika gubernur sebelumnya berdamai dengan preman, mafia, ormas
sangar dan para pejabat rakus terkait dengan lahan negara, Gubernur Ahok
sebaliknya. Ia merobek tradisi itu. Ia melawan para para ‘tikus-tikus’ itu
dengan semangat heroik luar biasa. Jika para preman ingin membunuhnya dengan
anak panah di Kalijodo, Ahok malah lebih galak mengancam. Ia menyerang preman
dengan tank berteknologi laser. Hasilnya, para preman itu lari tunggang
langgang sambil terkencing-kencing ketakutan.
Menjelang Pilkada, biasanya seorang incumbent bermanis-manis
kepada rakyat dan kepada para bawahannya, tetapi Ahok malah sebaliknya. Ia
semakin galak memaki, menggusur, mengomel dan memecat bawahannya. Gubernur Ahok
tetap seperti aslinya, original dan apa adanya. Ia tidak meniru para calon
gubernur lainnya yang tiba-tiba pergi ke pasar pakai baju micky mouse, hadir di
tengah kampung pelacuran, makan nasi aking dan makan di warteg. Jika selama ini
partai sok berkuasa, sombong, minta ini-itu dari calon kepala daerah, Ahok
malah membuang mereka bagai sampah.
Partai tak berguna, menjadi beban negara, terlalu lamban
bergerak, berlindung di balik jargon demokrasi. Jika partai mencoba mencekram
Ahok, sebaliknya Ahok mencekik leher mereka tanpa ampun hingga berteriak
histeris mengumbar deparpolisasi, delegitimasi partai. Ahok dengan gagah berani
maju sendirian lewat jalur maut penuh resiko tinggi, jalur independen.
Berhadapan dengan ketua partai sekelas Megawati, para calon
kepala daerah mengumbar rayuan maut, datang menyembah dan bersujud kepada si
Mbok yang sudah bergerak lamban dan terlihat bosan merengkuh kekuasaan. Tetapi
Ahok lain. Ia datang dengan kepala tegak, ia menatap dengan tajam mata Megawati
lalu memberinya ancaman: Restui Djarot atau kita pisah dan saya berjuang
sendiri. Anda punya waktu satu minggu. Lalu ia pergi diiringi lototan keraguan
Megawati yang terbentur dengan mekanisme dan tata krama partainya.
Ketika datang di hadapan Mega, Ahok terlihat merobek tradisi:
“jangan pernah manyakiti Mega, ia tidak pernah memaafkan anda”. Tetapi Ahok
tidak peduli kepada Megawati dengan dendam kesumatnya. Ahok tidak belajar
kepada mantan Presiden SBY yang menjadi korban dendam Megawati. Sejak 2004 lalu
saat keduanya berseteru, Megawati tidak pernah mau bicara langsung kepada SBY.
Ia masih dendam karena SBY melengserkan dirinya sebagai presiden. Padahal SBY
adalah hanya menteri yang diangkatnya. Sakitnya tuh di sini.
Ahok juga tidak belajar ketika Jokowi yang sudah menjadi
Presiden sekalipun, Mega harus tetap disembah. Ketika Jokowi tidak melakukannya,
Mega membanting Jokowi dengan menyebutnya hanya petugas partai. Ia lalu
menjegal Jokowi untuk tidak mengucapkan sebuah pidato di kongres PDIP beberapa
waktu lalu. Belakangan diketahui, itulah konsep sebuah pidato seorang Presiden
RI yang tidak pernah diucapkan. Sadisnya. Tetapi Ahok tidak takut, ia menantang
Megawati. Gue adalah seorang pejuang, bukan seorang penjilat.
Jika para kepala daerah selama ini takut dipanggil oleh komisi
III DPR Senayan dan tidak berani beragumentasi melawan mereka di depan publik,
Ahok sebaliknya. Ketika Gubernur Ahok tahu bahwa para anggota DPR Senayan mulai
bermain politik dan mencari-cari alasan untuk memanggilnya terkait Kalijodo,
prostitusi di Hotel Alexis dan seterusnya, Ahok malah lebih galak dari
mereka. Jika mereka bagai ‘anjing yang menggonggong’ Ahok bertindak bagai
‘singa yang mengaum’. Ahok skak dan memanggil mereka sebagai anggota DPR baru
yang ‘belagu’ tak tahu prosedur dan mekanisme kerja mereka. Jadilah anggota DPR
Senayan ribut luar biasa karena tersinggung. Lalu merekapun tidak fokus bekerja
dan tidak menghasilkan apapun di DPR sana.
Jika seorang politisi datang menyembah Karni Ilyas di ILC TV One
agar tidak menyudutkannya, malah Ahok sebaliknya, ia tidak menghadirinya. Gubernur
Ahok seolah membiarkan Karny Ilyas berimprovisasi dengan bebas mengundang nara
sumber yang itu-itu saja seperti Ratna Sarumpaet, dan seterus ngomong bebas
tanpa ada yang membantah. Ahok seolah mengajari publik silahkan tonton lelucon
di TV One sebebasnya sambil menyaksikan kemenangan semu mereka .
Ahok seolah membiarkan orang-orang di sana memaki dirinya dan
temannya agar semua terbuka kepada publik siapa orang-orang pengecut yang hanya
ngomong doang dan pintar mengkritik tanpa kerja sama sekali. Biarkan mereka
puas menghadirkan pengadilan TV One yang memang beda, punya cirri khas
kedunguannya sendiri. Ketika Ahok merobek-robek semua tradisi yang sudah ada,
semua menjadi ribut, semua kebakaran jenggot. Benar, robekan tradisi yang
dilakukan Ahok, tiba-tiba menimbulkan efek dahsyat luar biasa.
Para politisi ribut tersinggung, para pemilik partai merasa
dicampakkan, para pejabat seolah-olah disemprot dengan air panas, para pengamat
merasa disepelekan. Lalu mereka satu suara, bagaikan koor bersuara bass, tenor,
alto, baritone, sopran, lengserkan Ahok, lawan Ahok dengan cara apapun. Akan
tetapi Ahok adalah pejuang anak bangsa yang hanya sedikit di republik ini. Ia
adalah termasuk manusia langka yang hidup di zamannya. Ia tidak takut resiko,
ia maju terus sampai akhir hayatnya. Ia siap menang, siap kalah. Ia siap
dicampakkan oleh bangsanya sendiri. Namun tidak menyerah. Ia terus mati-matian
berada pada rel kebenaran, kejujuran dan intgritas tinggi. Ia maju ke
depan menentang bangsanya yang bermental korup, bermental penjajah bagi rakyat,
bermental hedonis, konsumeris dan materialis.
Lewat karakter petarungnya, Ahok membakar semangat
teman-temannya yang peduli dengan perjuangannya, idealismenya dan mimpinya
menjadikan negeri ini maju setara dengan bangsa lain. Ia terus memantik api roh
teman Ahok agar dengan gigih berjuang tanpa bayaran, tanpa imbalan untuk
merevolusi bangsa ini. Selamat berjuang Ahok dan teman Ahok, anda didukung oleh
anak-anak muda pecinta kebenaran dan keadilan di negeri ini. #Pembakar Sprit
Perjuangan..!
Christianto Wibisono
Founder Chairman
Pusat Data Bisnis Indonesia.
Founder Chairman
Pusat Data Bisnis Indonesia.
Menara BCA 50th Floor
Jl. MH Thamrin no. 1
Jakarta 10310, INDONESIA
Tel: +62 21 2358 4675
Fax: +62 21 2358 4401
Jl. MH Thamrin no. 1
Jakarta 10310, INDONESIA
Tel: +62 21 2358 4675
Fax: +62 21 2358 4401
Email: CWibisono@pdbionline.com
Website: www.pdbionline.com
No comments:
Post a Comment