Sekolah
Knowing vs Sekolah Being
Kantor kami, Perusahaan PMA dari Jepang, mendapat pimpinan
baru dari Perusahaan induknya di Jepang. Ia akan menggantikan Pimpinan
yang lama yang memang sudah waktunya untuk balik ke negaranya.
Sebagai patner, saya ditugaskan untuk kmendampinginya selama ia di Indonesia.
Sebagai patner, saya ditugaskan untuk kmendampinginya selama ia di Indonesia.
Saya menawarkan kepadanya selain perkenalan kepada relasi, juga
untuk melihat-lihat objek wisata kota Jakarta dan Bandung .
Pada saat kami ingin menyeberang jalan, teman saya ini selalu
berusaha untuk mencari zebra cross. Berbeda dengan saya dan orang Jakarta yang
lain, dengan mudah menyeberang di mana saja sesukanya.
Teman saya ini tetap tidak terpengaruh oleh situasi. Dia terus
mencari zebra cross ataupun jembatan penyeberangan, setiap kali akan menyeberang.
Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan sarana seperti itu.
Yang lebih memalukan, meskipun sdh ada zebra cross tetap saja
para pengemudi tancap gas, tidak mau mengurangi kecepatan guna memberi
kesempatan pada para penyeberang. Teman saya geleng2 kepala mengetahui perilaku
masyarakat kita.
Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai
fenomena menyeberang jalan tadi.
Saya bertanya, mengapa orang-orang di negara ini menyeberang
tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa zebra cross itu adalah sarana untuk
menyeberang jalan. Sementara kenapa dia selalu konsisten mencari zebra cross
meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan sarana tersebut.
Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya, "It's all happened
because of The Education System."
Saya kaget juga mendengar jawabannya. Apa hubungannya
menyeberang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan?
Dia melanjuntukan penjelasannya, "Di dunia ini ada 2 jenis
sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan
anak-anak kita menjadi mahluk 'Knowing' atau sekedar tahu saja,
sedangkan yang kedua sistem pendidikan yang mencetak anak2 menjadi mahluk 'Being'.
Apa maksudnya?
Maksudnya, sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk
diketahui para siswa. Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang
diketahui sebagai bagian dari kehidupannya.
Anak-anak tumbuh hanya menjadi 'Mahluk Knowing', hanya sekedar
'mengetahui' bahwa: - zebra cross adalah tempat menyeberang dan
tempat sampah adalah untuk menaruh sampah -.
tempat sampah adalah untuk menaruh sampah -.
Tapi mereka tetap menyeberang dan membuang sampah sembarangan.
Sekolah ‘Knowing’ semacam ini biasanya mengajarkan banyak sekali
mata pelajaran. Tak jarang membuat para siswanya stress, pressure &
akhirnya mogok sekolah. Segala macam diajarkan dan banyak hal yang diujikan, tetapi
tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya
sekedar tahu, 'Knowing'.
Di negara kami, sistem pendidikan benar-benar diarahkan untuk
mencetak manusia being, yaitu manusia-manusia yang 'tidak hanya TAHU apa yang
benar tetapi MAU melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya'.
Di negara kami, anak-anak hanya
diajarkan 3 mata pelajaran pokok:
1. Basic Sains
2. Basic Art
3. Social
1. Basic Sains
2. Basic Art
3. Social
Dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus dan
dibandingkan dengan kejadian nyata di seputar kehidupan mereka.
Mereka tidak hanya TAHU, mereka juga MAU menerapkan ilmu yang
diketahui dalam keseharian hidupnya. Anak-anak ini juga tahu persis alasan
mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu.
Cara ini mulai diajarkan pada anak sejak usia mereka masih
sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka
menjadi mahluk 'Being', yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka
tahu benar." Bukan sekedar mahluk ‘knowing’
Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi
pembentukan perilaku dan mental anak-anak bangsa. Tidak hanya sekadar berfungsi
sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah kepafa para anak
bangsa.
Karakter, perilaku dan kejujuran adalah landasan untuk membangun
anak didik yang lebih beradab dalam berperilaku, bukan sekadar
angka-angka akademik seperti yang tertera di buku-buku raport sekolah ataupun
Indeks Prestasi IPK..
Kejujuran dan etika moral adalah prioritas utama, sedangkan
kepintaran itu kita kembangkan kemudian, karena setiap anak terlahir
pintar dan pendidikan itu sendiri adalah perkembangan
Oleh sebab itu, seyogyanya, kita tidak perlu terlalu risau
jika seorang anak belum bisa calistung (baca tulis hitung) atau Pipolondo (Ping
Poro Lan Sudo) saat masuk SD atau bahkan setelah sekolah SD sekalipun, Tapi
mestinya harus peduli jika sorang anak tidak jujur dan beretika buruk.
Pendidikan itu bukan persiapan untuk hidup, karena
pendidikan adalah kehidupan itu sendiri (B.Dewanto
10052016)
No comments:
Post a Comment