LARANGAN WARGA CHINA PUNYA RUMAH DI LUAR
NEGERI
( Bisnis ).
Ketika diskusi dengan teman pengusaha property, dia sempat
nyeletuk model pembangunan Meikarta
dan PIK hasil reklamasi akan
bernasib sama dengan proyek Forest
City, Johor, yang akhirnya stuck. Padahal Forest City di rancang secara bisnis sangat
lama dan hati hati. Nilai investasi pun tidak tanggung tanggung yaitu mencapai
US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1.330 triliun. Kota ini dirancang akan
mampu menampung sekitar 700.000 penduduk atau tiga kali penduduk kabupaten di
Luar Jawa. Namanya kota tentu di lengkapi fasilitas modern seperti apartemen
dan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan logistik, taman kota dan pusat
pendidikan berkelas internasional, rumah sakit dan 250.000 hunian. Diperkirakan
selesai tahun 2040.
Proyek ini dibiayai oleh konsorsium pengembang dari
Singapore, Malaysia dan China. Awal tahun 2016, proyek dimulai kontruksi. Awal
tahun 2017, terjadi angin tornado atas proyek itu. Mengapa ? Terjadi rush
membatalkan pembelian rumah. Umumnya hanya tanda jadi saja dari pemnbeli
rumah, tapi ada juga yang sudah lunas. Para pembeli rumah sebagian besar adalah warga negara
China. Apa pasal? Karena Desember 2016 adanya peraturan baru dari pemerintah China
atas arus uang keluar. Warga negara China di quota untuk boleh melakukan
transfer devisa maksimum USD 50,000 setahun. Tapi itu tidak dibenarkan untuk
investasi property di luar negeri. Bagi yang mendapatkan quota harus melewati
proses investigasi yang ketat. Pelanggaran atas aturan ini adalah penyitaan
terhadap seluruh asset termasuk pembekuan semua transaksi.
Kebijakan ini sangat menakutkan bagi warga negara China
yang sudah terlanjur punya property di luar negeri. Pelepasan asset property
terjadi disemua negara. Termasuk Forest City yang teracam menjadi kota hantu.
Karena 70% pembeli baik dari warga negara China langsung maupun proxi
nya. Karena berkali-kali ditulis dalam blog bahwa China tidak akan
membiarkan kebebasan warga negaranya punya tempat tinggal di luar negeri
apalagi melakukan investasi property. Tapi orang banyak tidak percaya ketika
terjadi animo warga China membeli banyak property di luar negeri termasuk di
Indonesia. Dan sekarang terbukti, kalau tadi larangan hanya berupa imbauan saja
tapi sekarang dengan aturan keras berserta ancaman.
Makanya tidak aneh ketika Pengembang atas konsesi Pulau Reklamasi Laut Jakarta Utara menang di
MA sehinga boleh melanjutkan pembangunan, pengembang nampak tidak begitu
euforia. Karena trigger mendatangkan laba lewat penjualan property kepada warga
negara China tidak memungkinkan lagi. Konsorsium China yang terlibat sebagai
market undertaker Meikarta juga mundur. Sekarang Group LIPPO sebagai pengembang
mencoba menggandeng Jepang, Arab dan BUMN. Tapi kecil sekali kemungkinan akan
sukses dari segi pembiayaan. Karena mereka juga berharap dari hutang ke bank
atau hutang ke publik. Satu satunya harapan adalah dari warga negara indonesia
sendiri.
Pertanyaan terakhir, mengapa China melakukan kebijakan
keras? karena saat sekarang pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa mulai membaik. Ini
akan membuat mata uang China melemas secara natural. Apabila mata uang China
melemah, maka itu momentum untuk China meningkatkan industri dan
investasi dalam negerinya agar dapat memenuhi pasar luar
negeri dengan seni competitive price. Kalaupun China akan melakukan
investasi di luar negeri maka itu hanya berkaitan dengan kredit export dalam
rangka meningkat penjualan barang modal dan tekhnologi China ke luar negeri.
Selebihnya focus kepada kesejahteraan dalam negeri.
Jadi kalau masih ada yang paranoid
bilang China akan menguasai Indonesia dengan menyuruh warganya berbondong
bondong ke Indonesia dengan membeli rumah maka jelas itu buta informasi dan
kurang piknik. Tidak ada kata kata untuk menyimpulkan orang yang masih
paranoid China. Mengapa? Karena melayani orang yang punya mindset terbelakang
adalah pekerjaan yang paling mubazir.
No comments:
Post a Comment