Ahok Indikator
Ketika partai-partai tampak hanya jadi mainan orang kaya dan
orang tua, sejumlah indikator dalam ulasan Goenawan Mohamad di bawah ini
menjadi sangat penting, yang oleh karenanya saya memilih untuk menjadi Teman
Ahok
Saya tak tahu apakah saya cocok dengan Ahok, secara pribadi.
Saya juga tak tahu apakah dalam setiap hal saya akan setuju dengan pilihan
kebijakannya. Yang saya tahu, sebagai warga Jakarta, dan sebagai orang
Indonesia, saya ingin dia menang dalam Pilkada DKI 2017.
Saya mengalami sendiri bagaimana berangsur-angsur Jakarta jadi
lebih baik.
Di dekat rumah saya ada sebuah balong besar yang kotor
dikelilingi himpunan gubug kumuh. Bertahun-tahun. Kini ia diubah jadi kolam
luas dan taman hijau.
Tak jauh dari tempat saya bekerja, ada Pasar Minggu.
Berpuluh-puluh tahun jalan di depan pasar itu macet oleh pedagang dan
kendaraan. Kotor, berisik, tak memberi peluang orang melihat ke toko-toko di
sekitar itu. Sejak Jokowi dan Ahok memimpin Jakarta, keadaan berubah. Kaki lima
dan pasar teratur. Jalanan lebih longgar. Toko-toko di tepi jalan kelihatan.
Jika kita kini berkeliling Jakarta, kita akan melihat jalanan
jadi bersih, sampah tersingkir dari sungai, dan banjir jauh berkurang. Saya
dengar teman-teman saya yang bertahun-tahun kebanjiran bila hujan, kini lega.
Ahok mengerahkan dan membayar ratusan tenaga kerja yang secara rutin
membersihkan gang, jalan, parit, gorong-gorong.
Siap bekelahi
Sejak bersama Jokowi sebagai Gubernur, Ahok memulai gebrakan
perbaikan kota dengan membereskan birokrasi kota. Ia, yang dikenal keras dalam
soal korupsi, dan keras kepada dirinya sendiri dan keluarganya, bisa melakukan
hal ini karena tak ada rasa takut akan dianggap palsu. Di sebuah kota yang
birokrasinya (dan DPRD-nya) bertahun-tahun jadi bagian mafia segala hal (mafia
sampah, mafia parkir, mafia pasar, mafia… Ahok siap berkelahi.
Kadang-kadang saya khawatir, orang yang terus menerus
membersihkan pemerintahan dari korupsi akan tergoda untuk menjadi orang yang
merasa paling suci atau pahlawan yang siap berkorban. Saya harap Ahok punya
cukup rasa humor untuk menangkal godaan “narsisme' ini. Tapi mungkin tak ada
pilihan lain: berkelahi melawan korupsi memang perlu stamina, konsentrasi, dan
kelihaian yang tinggi. Ahok punya semua itu.
Harapan sekaligus indikator
Tapi tak hanya itu. Ahok adalah sebagian dari harapan yang lebih
luas. Pilkada DKI 2017 bukan cuma untuk memenangkan orang ini. Kita memilihnya
karena kita ingin memberinya tugas: jadi indikator bahwa Indonesia sedang
berubah ke arah yang lebih baik, dengan memilih orang jadi pemimpin karena
kemampuannya, bukan karena agamanya atau latar belakang etnisnya. Juga
indikator bahwa orang-orang tak berpartai, yang mengusung Ahok, yang jumlahnya
jauh melebihi suara yang masih percaya kepada partai, berhak dan bisa menang.
Ketika partai-partai tampak hanya jadi mainan orang kaya dan
orang tua, indikator itu penting. Kita sedang membangun harapan.
Goenawan Mohamad
No comments:
Post a Comment