Kerupuk Miskin Irma Bule
Adakah anda mengenal Irma Bule? Tidak tahu? Baiklah saya
ceritakan siapa dia. Irma Bule. adalah penyanyi dangdut asal Karawang yang
tewas dipatuk ular Cobra, Minggu 3 April 2016 lalu. Warga Kampung Pawarengan,
Desa Dawuan Tengah, Kecamatan Cikampek, Karawang yang berusia 29 tahun dengan
nama asli Irmawati itu memang dikenal sebagai penyanyi dangdut dengan atraksi
menari dengan ular.
Tapi nahas bagi ibu tiga anak balita itu. Saat
berjoget ia tidak sengaja menginjak ekor ular cobra yang diajak manggung.
Ular yang sangat berbisa itu mematuk pahanya. Dia sempat terjatuh dan
terkulai.. Sang pawang ular minta Irma bule tidak melanjutkan. Namun istri
seorang buruh pabrik itu menolak diobati dan tetap bernyanyi dan bergoyang
selama 45 menit. Setelah rehat barulah Irma Bule tersungkur pingsan dan
dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tidak tertolong.
Video detik-detik Irma digigit ular tersebar di You Tube dan
sudah dilihat lebih dari 1,4 juta orang. Beritanya yang tragis tidak hanya
mendapat liputan luas di dalam negeri melainkan juga media luar negeri. Tidak
kurang 110 media asing memuat kejadian tragis tersebut, termasuk media ternama
The Washington Post, Fox News,Majalah Time, Daily Mirror dan the Telegraph
Inggris. Bahkan.media Rusia, Bosnia, India, Argentina sampai Nigeriapun
memberitakan peristiwa yang tidak lazim itu.
Berdasarkan literatur, bisa ular cobra membunuh makhluk hidup
yang digigitnya hanya dalam hitungan di bawah 5 menit. Namun Irma Bule bisa
bertahan sampai 45 menit. Ini adalah rekor dunia!!
Ada spekulasi lamanya bisa ular itu bekerja karena Irma terus
bergerak dan ada sugesti untuk terus tampil hingga berhasil menghambat
perambatan racun ganas itu..Baru setelah aktivitas geraknya melambat, bisa ular
itu langsung melesat melumpuhkan otot-otot jantung penyanyi malang itu. .
Pertanyaannya mengapa Irma Bule tidak berhenti ketika ular cobra
mematuknya. Tidak seorangpun yang bisa menjawab pasti.
Namun berkaca pada latar belakang keluarganya yang miskin, daya
juang Irmalah yang mungkin membuat dia bisa bertahan selama itu. Dia tetap
bertahan berjoget dan bernyanyi karena mungkin khawatir bayarannya yang cuma
500 ribu sekali manggung itu hilang.
Dia mendapat bayaran lebih dari pendangdut yang cuma nyanyi
saja.. Dialah yang menciptakan tarian dangdut ular agar laris dipanggil.
Itulah yang hanya dia bisa lakukan sejak SMP. Melakukan apa yang dia bisa untuk
bertahan dan keluar dari kemiskinan yang terus mencengkeram.
Kemiskinan di Pantura yang jaraknya hanya selemparan batu dari
Jakarta, memaksa penduduknya berjuang apa saja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, termasuk kaum perempuannya. Banyak yang menjadi PRT atau TKW. Banyak
perempuan Pantura yang nikah muda kemudian menjadi janda hanya untuk mendapat
KTP supaya bisa pergi menjadi TKW ke luar negeri.Yang tidak beruntung
terperangkap di dunia hitam dan menjadi korban sindikat perdagangan manusia.
Sementara yang mengais rejeki di seni,seperti Irma Bule dan
ratusan penyanyi dangdut amatiran lain harus rela berkeliling dari
kampung ke kampung sampai dini hari hanya untuk beberapa ratus ribu saja.
Mereka merelakan tubuhnya dijamah sambil mengundang dengan
kata-kata sensual bagi para lelaki berkantong tebal untuk naik kepanggung agar
mau bermurah hati menyelipkan lembaran seribuan dan lima ribuan lecek di dada,
lipatan celana atau di rok seksinya.
Mereka tetap bergoyang meski para lelaki mesum itu meraba- raba
tubuh dan melecehkan mereka berulang-ulang selama berjam-jam. Yang
penting bagi para pendangdut itu mendapatkan sedikit uang tambahan ketika acara
bubar sekitar 3 dini hari dan baru bisa pulang menjelang subuh dengan wajah
pucat kelelahan. Itulah yang biasa dialami Irma Bule jika saja dia tidak
tewas malam itu.
Tapi tidak ada pejabatpun yang perduli akan nasib
tragisnya.Tidak ada satu pejabat Karawangpun yang bersimpati termasuk Bupati
Cecilia yang jomblo glamour itu untuk menjenguk keluarga menyampaikan rasa duka
padahal kematian Irma Bule mendapat perhatian luas baik dari dalam maupun luar
negeri.
Pemberitaan luar biasa ini juga tidak sampai ke telinga Ketua
DPR Ade Komarudin. Padahal dia adalah wakil rakyat yang maju ke Senayan karena
perolehan suara dari daerah pemilihan Karawang. Sangat mungkin Irma Bule
memberikan suaranya untuk Ade Komarudin. Tapi Ketua DPR itu lebih suka menanggapi
kegenitan para istri rekannya dengan tas puluhan juta yang tengah bercanda ria
suka cita menikmati indahnya persaudaraan mereka di Negeri Sakura, saat Irma
Bule lepas nyawanya.
Mereka mungkin mengangggap kematian Irma Bule tidak penting.
Sama seperti pejabat pemerintahan disana yang tidak perduli dengan
kemiskinan kawasan Pantura, Jawa Barat. Lihat saja alokasi anggaran untuk
pengentasan kemiskinan disana. Subang misalnya, 30 persen penduduknya atau
sekitar 130 ribu Kepala Keluarga hidup dibawah garis kemiskinan. Namun pemda
setempat hanya menyediakan dana 60 juta untuk program kemiskinan setahun
sementara lebih dari 60 persen APBD Subang diperuntukkan untuk membayar gaji
dan operasional pemerintahan.
Lebih memprihatinkan lagi, mereka justru menjadikan Kemiskinan
sebagai “objek wisata”. Setidaknya inilah kesan saya ketika mendapat
tugas berkunjung ke wilayah Pantura. Dengan bangga pejabat daerah memperkenalkan
kerupuk miskin sebagai oleh-oleh andalan kawasan Pantura.
Seperti layaknya pemandu wisata, mereka bercerita bahwa kerupuk
itu terbuat sagu diberi garam kasar dan digoreng dengan pasir karena ketika
paceklik tidak ada yang mampu beli minyak goreng. Selama musim paceklik, itulah
lauk nasi yang mereka makan. Supaya anak-anak mau makan, kerupuk itu diberi
warna warni. Dia dan beberapa pejabat disana mengakhiri cerita itu dengan
tertawa lepas. Saya cuma tersenyum getir menyaksikan ulah mereka. Bagi saya,
kerupuk miskin adalah reprentasi masalah kemiskinan kronis yang
seharusnya mereka ceritakan dengan deraian air mata.
Saat saya membaca pemberitaan Irma Bule, saya teringat betapa
kerupuk miskin itu langsung lengket di langit-langit rongga mulut ketika
dimakan dan baru turun ke lidah ketika nasi masuk dan dia bikin seret hingga
harus banyak minum supaya tidak tersedak. Inilah menu penduduk Pantura selama
berbulan-bulan waktu paceklik agar terhindar dari kelaparan. Dan Irma Bule
pasti tidak ingin anak-anaknya makan kerupuk miskin.
Karena dorongan ini, mungkin, Kartini dari Pantura itu,
tetap memaksa bekerja, bergoyang sambil bernyanyi sekenanya meski terluka parah
terkena bisa dan meregang nyawa.
Tapi siapa perduli?
Video Saat Irma Bule
Dipatok King Cobra https://youtu.be/nIymuri3qVk
No comments:
Post a Comment