Analisis Peter F Gontha: Beban Hutang Negara Era Jokowi Hanya 16 T Bukan 5.000 T https://projustisianews.id/analisis-peter-f-gontha-beban-hutang-negara-era-jokowi-hanya-16-t-bukan-5-000-t/
JAKARTA, PROJUSTISIANEWS.ID — Salah satu tuduhan haters yang tersebar di media sosial adalah Jokowi membuat Indonesia ketiban utang raksasa. Bayangkan, utang Indonesia hampir mencapai Rp5.000 Triliun (lima ribu trilyun). Demikian komentar orang-orang yang notabene tidak suka sama Jokowi dan termakan isu bodoh dan hoax.
Salah satu yang termakan isu ini
adalah sopir Grabcar di Bekasi. Ia memaki-maki Jokowi melalui media sosial.
Seorang advokat di Cikampek, Elyasa SH, mengumbar kebencian terhadap Jokowi
dengan menulis utang negara 5.000 T tadi. Tohir, seorang da’i di Lampung –
teman Elyasa di Yogya – melakukan hal sama. Indonesia, menurutnya, akan
bangkrut di tangan Jokowi karena utang yang sundul langit.
Benarkah demikian?
Peter F. Gontha, pengusaha sukses
– pendiri RCTI, SCTV, Berita Satu, Indovision, dan First Media – menyodorkan
data dan fakta bahwa Indonesia di era Jokowi tidak akan bangkrut bahkan akan
melejit perekonomiannya, karena Jokowi bukan penumpuk utang. Malah, dialah
presiden yang menurunkan utang Indonesia.
Gontha, di awal tulisannya,
menyebutkan: Di dunia ini, ada tiga negara yang terancam bangkrut pada 2018
karena krisis moneter, yaitu: Turki, Venezuela, dan Malaysia.
Seperti dilansir Reuters, Menteri
Keuangan Malaysia Lim Guang Eng menjelaskan, total utang Malaysia mencapai
1.087 triliun ringgit (sekitar Rp3.500 T) pada 31 Desember 2017. Konon, utang
tersebut berhilir pada kasus mega korupsi mantan Perdana Menterinya (PM) Najib
Razak beserta istrinya.
Nasib perekonomian Negeri Jiran
pun di ujung tanduk. Warga Malaysia membuat gerakan aksi melunasi utang dengan
cara iuran atau patungan. Ini dilakukan melalui sebuah situs crowdfunding. Di
samping itu, PM Mahathir Mohamad memotong gaji para Menteri dan anggota
parlemen seluruh negara bagian sebesar 10% untuk mengurangi utang yang mencapai
1.087 T Ringgit itu.
Betul. Utang Indonesia lebih besar
dari Malaysia. Berdasarkan laporan Bank Indonesia, pada akhir April 2018,
jumlah utang luar negeri (ULN) berada di angka 356,9 Miliar USD. Sekitar
Rp5.000 T.
Pertanyaannya: Kenapa Malaysia
terancam bangkrut, sementara Indonesia tidak? Demikian pertanyaan Gontha. Pria
yang mendapat julukan “Rupert Murdoch” Indonesia (karena memiliki media massa)
itu, menjawab sendiri pertanyaannya.
Menurut Gontha – hal itu
terjelaskan dari rasio utang negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Utang
Malaysia memang hanya Rp3.500 triliun. Tapi rasionya terhadap PDB lebih dari
60%. Sebaliknya Indonesia, meski berutang hingga Rp5.000 T, namun rasio
utangnya terhadap PDB hanya 29%.
“Dengan rasio utang yang lebih
dari 60% PDB, Malaysia akan sulit membayar cicilan utangnya. Hal ini akan
membawa efek berantai kondisi moneter Malaysia,” tulis mantan akuntan di City
Bank New York itu.
Tahun-tahun sebelumnya Malaysia
jarang sekali punya utang lebih dari 300 Miliar Ringgit. Utang yang mencapai
1.087 Triliun Ringgit itu terjadi akibat dugaan kasus korupsi di 1MDB (1
Malaysia Development Berhad). 1MDB adalah semacam BUMN yang didirikan mantan PM
Najib Razak untuk menghimpun dana pembiayaan proyek infrastruktur Malaysia.
Turki nyaris bangkrut karena
pemborosan dan salah kalkulasi, sedangkan Venezuela bangkrut karena dulu, di
zaman Hugo Chavez terlalu meninabobokan rakyatnya dengan subsidi macam-macam
yang berasal dari petro dolar.
Akibatnya, ketika harga minyak
jatuh, negeri itu pun ambruk. Keuangan negara ambles. Rakyat marah karena harga-harga
melejit. Dunia internasional tak mempercayainya lagi.
Indonesia Hebat!!
Tulis Gontha: Ada yang salah dari
kritik oposisi terhadap utang pemerintah. Mengapa? Karena cerita balutan utang
yang dikritik oposisi hanya menekankan kata “utangnya saja” tanpa penjelasan
komprehensif. Oposisi hanya mengkritik sisi kritisnya, sedangkan sisi
prospeknya disembunyikan.
Soal utang negara, tulis Gontha,
sepanjang pemerintahan Jokowi tercatat sekitar Rp1.644,22 T. Bila utang Era
Jokowi tadi ditambah dengan utang Era SBY (sampai tahun 2014 sebesar Rp2.608,8
T), memang jumlahnya besar sekali. Per-Juli 2018, tercatat Rp4.253,02 T.
Jadi, utang Jokowi hanya Rp
1.644,22 T. Tapi oposisi mengangkatnya menjadi Rp5.000 T. Padahal, jika cermat
hitung-hitungannya, utang Jokowi jauh lebih kecil dibanding utang SBY.
Pertanyaan berikutnya – tulis
Gontha – manfaat apa yang dirasakan rakyat dari utang Era Jokowi?
Ini Jawabannya
Pembangunan I infrastruktur
secara massif di seluruh Indonesia! mulai infrastruktur air, pertanian,
listrik, BBM (satu harga), dan jalan raya. Semua wilayah terisolasi dibuka.
Jokowi membuka gerbang konektivitas seluruh nusantara. Mulai dari wilayah
terpencil, termasuk perbatasan (dengan negara lain), dan wilayah terdepan di
pulau-pulau kecil di tengah Samudera Hindia dan Pasifik.
Tak hanya itu. Ada yang luput
dari perhatian publik. Jokowi selain menambah utang, juga membayar utang yang
jumlahnya cukup besar.
Total utang jatuh tempo dari 2014
(Era SBY) hingga 2018 (Era Jokowi) yang dibayar pemerintah mencapai Rp1.628 T.
Utang yang dibayar ini merupakan pinjaman dan surat berharga negara (SBN).
Pada tahun 2014 Pemerintahan
Jokowi membayar utang jatuh tempo Rp237 T. Tahun 2015 sebesar Rp226,26 T. Tahun
2016 sejumlah Rp322,55 T. Tahun 2017 sebesar Rp350,22 T. Bahkan tahun 2018 di
tengah isu miring, Jokowi membayar utang senilai Rp492,29 T.
Jokowi berutang Rp1.644 T, tetapi
mampu membayar utang Rp 1.628 T. Artinya, utang Jokowi sejatinya cuma Rp16 T
dalam 4 tahun kepemimpinannya.
Bandingkan dengan utang tinggalan
SBY selama 10 tahun yang mencapai Rp2.608.8 Triliun.
Mengapa Era SBY utangnya demikian
besar? Karena untuk menyubsidi BBM Rp300 Triliun/tahun. Belum lagi rente yang
dicatut broker minyak Petral di Singapura. Kedua kanker tersebut telah dipotong
Jokowi.
Gontha – akuntan handal lulusan
Praehap Institute di Belanda itu bertanya, apakah hal itu bisa disebut gali
lubang tutup lubang? Tidak. Hanya pebisnis anak papi dan mami yang menyatakan
pemerintah berutang untuk gali lubang tutup lubang – tulis mantan Vice Presiden
American Express Bank Asia yang mulai berbisnis dari bawah itu.
Jokowi, sebelum jadi presiden
adalah pengusaha handal. Ia bukan pengusaha rente. Bukan pengusaha papa minta
saham.
Hidup dalam berbisnis, tulis
Gontha, perlu modal. Dan modal didapat dari utang. Dengan berutang, pelaku
bisnis bisa membeli aset, atau alat penggerak usaha. Hasilnya bisa untuk
membayar utang.
Lihat driver gojek. Awalnya
berutang untuk beli motor. Motor itu untuk ojek online (ojol). Pendapatannya
dari ojol bersih, katakan antara Rp5 – 8 juta sebulan. Ia bisa menghidupi anak
istrinya dan melunasi cicilannya. Motor pun kemudian jadi aset sang driver.
Itu pula yang dilakukan negara.
Asal kalkulasinya cermat, utang itu akan terbayar dan negara punya aset.
Hebatnya lagi, tidak seperti motor yang nilai intrinsiknya terus turun dari
tahun ke tahun. Jalan tol, pelabuhan, bendungan, dan bandara nilai intrinsiknya
makin lama makin mahal. Negara pun berlimpah aset berharga. Kaya!
Jokowi selama 4 tahun mampu
membayar utang Rp1.628 Triliun. Jokowi berjanji tidak akan menambah utang lagi,
khususnya utang luar negeri berbasis USD. Jokowi juga menginginkan semua
pembangunan infrastruktur rampung secepatnya. Artinya, infrastruktur tersebut
segera menghasilkan uang.
Kalau dalam 4 tahun Jokowi bisa
membayar Rp1.628 triliun. Lalu setiap tahunnya pendapatan negara meningkat
karena infrastruktur yang dibangunnya telah menghasilkan uang, maka besar
kemungkinan Indonesia bisa membayar utang lebih besar dari angka jatuh tempo
sebelumnya.
Bila itu terjadi, tulis Gontha
(akuntan kaliber internasional), sekitar 10 tahun lagi, Indonesia akan bebas
utang. Wow..!! Bila tercapai, Indonesia akan tumbuh menjadi negara kuat dan
makmur. (Sumber: KAGAMA)
No comments:
Post a Comment