Kajian Parenting
By : Ibu Elly Risman (Senior Psikolog dan Konsultan, UI)
Di Indonesia ... Kita
tidak tahu anak kita terlempar di bagian bumi Allah yang mana nanti ,
izinkan dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
Jangan memainkan semua peran, ya jadi ibu, ya jadi
koki, ya jadi tukang cuci . Ya jadi ayah, ya jadi tukang ledeng, ya
jadi pengemudi .
Anda bukan anggota tim SAR ...
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya. Berhentilah memberikan bantuan bahkan
ketika sinyal S.O.S nya tidak ada. Jangan mencoba untuk membantu dan
memperbaiki semuanya .
- Anak mengeluh sedikit karena itu puzzle tidak bisa nyambung
menjadi satu, "Sini ... Ayah bantu".
- Botol minum ditutup rapatnya sedikit susah, "Sini
... Mama saja".
- Sepatu bertali lama di ikat, sekolah sudah hampir telat ..
"Biar ayah aja deh yang kerjain".
- Kecipratan minyak sedikit, "Sudah
sini, kentangnya Mama saja yang gorengin".
Kapan anaknya bisa? Jangankan
di luar negeri, di Indonesia saja pembantu sudah semakin langka.
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana, lalu apa yang
terjadi ketika bencana benar-benar tiba?
Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka
sendiri.
Kemampuan menangani stress, menyelesaikan masalah dan mencari
solusi itu keterampilan/skill yang wajib di miliki anak.
Yang namanya keterampilan/skill, untuk bisa terampil ya harus di
latih. Kalau tanpa latihan, lalu di
harapkan simsalabim apakah mereka jadi bisa sendiri? Tentu tidak.
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan
tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan .
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian
badai-badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang, bila prinsipnya adalah “apa salahnya
sih kita bantu anak?”
Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitannya
dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Susah sedikit minta tolong.
Berantem sedikit ya sudahlah cerai saja.
Sakit sedikit ngeluhnya luar biasa.
Masalah sedikit saja bisa membuatnya jadi gila .
Kalau anda menghabiskan banyak waktu, perhatian dan uang untuk
IQ (Intelligence Quotient)nya, habiskanlah hal yang sama untuk AQ (Adversity
Quotient) nya juga.
AQ? Apa itu ADVERSITY
QUOTIENT?
ADVERSITY QUOTIENT menurut Paul G. Stoltz dalam bukunya
yang berjudul sama adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan
dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang
dialami.
Bukannya kecerdasan ini yang jadi lebih penting daripada
IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari ?
Perasaan mampu melewati ujian juga luar biasa nikmatnya.
Merasa bisa menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak lagi bisa.
Merasa bisa menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak lagi bisa.
Setelah di coba berkali-kali, berulang-ulang, tidak
menyerah dalam waktu yang lama .
So izinkan anak anda melewati kesusahan.
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka, sedikit nangis,
sedikit kecewa, sedikit telat dan sedikit kehujanan.
Akui kesulitan yang sedang dia hadapi. Tahan lidah, tangan
dan hati dari memberikan bantuan, ajari mereka menangani frustrasi .
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel, apa
yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa-bisa anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi, ketika melihat anak sendiri susah,
sakit dan sedih .
Apalagi dengan menjadi orang tua, insting pertama adalah
melindungi. Jadi melatih AQ ini
adalah ujian bagi kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah hidup penuh dengan ketidak-enakan dan masalah
akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan melewati hujan, badai, dan
kesulitan yang kadang tidak selalu bisa kita hindarkan.
No comments:
Post a Comment