FILOSOFI
WAYANG: WISANGGENI GUGUR
Dalam kitab Mahabharata disebutkan
bahwa Wisanggeni adalah anak keturunan dari Arjuna dengan Dewi Dresnala
bidadari dari Kahyangan. Berbagai keanehan atau ketidak laziman telah menyertai
kemunculannya didunia pewayangan.
Dia lahir dan besar seketika di api kawah Candradimuka. Dia
sakti luar biasa. Bisa terbang, bisa masuk kedalam bumi dan lautan. Dia punya
satu obsesi saja dalam hidupnya yakni: menegakkan
kebenaran. Oleh karena itu tak satupun yang ditakutinya. Jangankan manusia,
bahkan para Dewa termasuk Sang Hyang Girinata akan dilawannya bila bertindak
tidak benar. Dia tidak berdiri dipihak manapun. Walaupun ayahnya adalah salah
satu dari Pandawa, ia tetap berdiri netral.
Ia tidak bisa berbahasa halus. Kepada siapapun ia menganggap
sederajat, dan ia akan bicara dg bahasa "ngoko" atau bahasa orang
awam atau rakyat kebanyakan. Dengan bahasa itu ia bicara blak blakan, apa adanya tanpa
basa basi.
Keadaan ini membuat kacau dunia wayang. Banyak sekali musuh-musuhnya dari segala penjuru. Bahkan para
Dewapun berusaha membunuhnya. Diapun menyadari keadaan itu. Tetapi ia tak dapat
menghindari apalagi mengingkari takdir hidupnya yaitu membasmi ketidak
benaran.
Hal ini benar-benar membebani
Arjuna sebagai ayahnya. Bahkan Prabu Kresna, titisan
Dewa Wisnu dan penasehat Pandawa juga khawatir. Apabila nanti Wisanggeni tahu
kalau pihak Kurawa telah berlaku tidak benar maka pasti dia akan
memusnahkannya. Bila ini terjadi maka Bharatayudha yg merupakan skenario
takdir alam semesta akan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut takdir alam semesta pewayangan, kebenaran dan ketidak
benaran merupakan unsur dinamika abadi alam semesta. Tidak bisa salah satunya
ditiadakan. Bharatayuda adalah sekedar momentum puncak pertarungan keduanya.
Pertarungan kelompok sifat-sifat baik dan kelompok sifat-sifat buruk. Karena itu Wisanggeni harus dihentikan.
Perlu diketahui bahwa arti kata Wisanggeni berasal dari kata Wisa yang berarti bisa (racun) dan Geni yang berarti api. Ia dapat membunuh lawannya hanya dengan
menjilat bekas kakinya atau dengan meniup bayangannya saja. Maka akhirnya Sri
Bathara Kresna berdialog dengan Wisanggeni dan minta agar ia membiarkan alam semesta berjalan sesuai takdir ceriteranya yaitu
bahwa kebenaran dan ketidak benaran akan selalu ada selamanya.
Wisanggeni akhirnya dapat mengerti dan bersedia untuk mundur dari percaturan jagad raya. Ia kemudian menjilat bekas tapak kakinya sendiri. Wisanggeni gugur.
Gerimis turun dari langit kelabu... Para Bidadari menangis dan
menaburkan bunga duka cita... Alam semesta kembali seperti semula. Kebenaran dan ketidak
benaran beriringan selamanya ... Abadi !!!
TAMAT
No comments:
Post a Comment