RESOLUSI
2018 - FOKUS BERPIKIR UNTUK
SEHAT
Waktunya kini kita semua merenungkan, sekaligus memastikan, dan memutuskan, bahwa ke depan nanti hendaknya kita semua fokus berpikir untuk sehat.
Bukan karena saya dokter kalau berulang
kali perlu mengatakan kembali, bahwa tiada yang lebih indah daripada kalau kita
dalam kondisi sehat. Uang, harta, kekuasaan menjadi tidak ada artinya kalau
kita tidak sehat. Maka selalu kejarlah bagaimana supaya kita sekurangnya tetap
sehat.
Bahwa tubuh kita mungkin sudah telanjur
menyimpan penyakit keturunan, sudah telanjur ada organ yang tidak beres,
beberapa kelemahan, atau kekurangan. Biarlah itu menjadi otobiografi tubuh
milik kita hari ini, yang terbentuk akibat ketidaktahuan kita selama ini
bagaimana seharusnya membangun tubuh yang sehat. Sekarang sekurangnya kondisi
itu tidak bertambah memburuk. Untuk itu perlu fokus berpikir agar bagaimana
sehat sebagai satu-satunya pilihan.
Kalau sedang makan, kita tetap berpikir dan
tidak mengumbar keinginan belaka. Anak-anak dididik untuk makan dengan kepala,
dan bukan dengan hati, untuk itu meja makan rumah kita senantiasa diisi dengan
menu yang menyehatkan, bukan menu yang merusak badan. Bahwa sebagian besar
masalah kesehatan manusia di dunia bermunculan lantaran yang kita makan ternyata
salah.
Apakah kita juga sudah melakukan aktivitas
fisik yang memadai sesuai kodrat tubuh untuk selalu bergerak, dan bukan cuma
duduk. Sudahkah kita menggerakkan seluruh sendi dan otot seturut kodratnya.
Persendian bahu kodratnya berputar, persendian lutut menekuk dan mengedang,
persendian ruas tulang leher berputar, persendian ruas tulang belakang
membungkuk dan menegak, jemari tangan menggenggam, meremas, dan memegang. Kalau
semua persendian diberi kesempatan melakukan pergerakan yang bersesuaian dengan
kodratnya, tentu akan tetap terpelihara lentur, dan tidak kaku.
Demikian pula halnya dengan otot-otot yang
menyangga persendian. Tidak semua otot tubuh kita yang ribuan jumlahnya itu
diajak bergerak, mengetul dan mengedang apabila badan kita tidak selalu
bergerak. Maka bergerak, menggerakkan seluruh otot tubuh yang paling kecil
sekalipun, layak menjadi keharusan. Hanya apabila kita selalu bergerak,
melakukan semua pekerjaan harian sendiri, seluruh otot tubuh ikut aktif, maka
secara fisik kita lebih sehat. Idealnya menurut Cooper, penggagas Aerobic, kita
wajib berjalan kaki tergopoh-gopoh setiap hari barang 50 menit seminggu bisa 6
kali.
Apakah kita juga sudah mendengarkan “suara
tubuh” secara bijak. Hanya makan kalau sedang lapar saja, hanya minum kalau haus
saja, dan menyimak apa pun yang menjadi jeritan tubuh. Kalau lutut terasa
nyeri, pikirkan kemungkinan lutut sedang menjerit. Dengarkan. Kalau dada terasa
nyeri, mungkin jantung sedang menjerit, dengarkan. Kalau dada terasa sesak,
mungkin paru-paru sedang menjerit, dengarkan. Kalau perut terasa nyeri, mungkin
usus sedang menjerit, dengarkan. Kalau kepala terasa nyeri, mungkin otak sedang
menjerit, dengarkan. Hanya bila kita mendengarkan apa pun jeritan tubuh, maka
selagi masih awal kita minta pertolongan dokter untuk mendeteksinya, siapa tahu
benar ada organ tubuh kita yang sedang menjerit. Jeritan yang masih sangat
awal, sekiranya itu betul masalah medis, sehingga penanganan medisnya masih
mudah, murah, dan tidak harus telanjur merusak organ tubuh akibat komplikasi
lantaran dibiarkan terus menjerit, dan kita tidak mengindahkannya.
Kalau kita sudah telanjur mengidap suatu
penyakit, sudahkah kita mengobatinya, dan mengendalikannya agar penyakit tidak
berkembang menjadi penyakit menahun. Penyakit menahun yang tidak terkendali
akan berubah menjadi penyakit kritis yang ongkos mengobatinya berlipat kali
lebih mahal. Hanya bila semua penyakit yang kita idap, berhasil kita
kendalikan, kita menjadi sama sehatnya dengan orang yang tidak mengidap
penyakit. Sebaliknya, waspada mereka yang tidak memiliki penyakit, tak punya
keturunan penyakit apa pun, kalau tidak fokus berpikir untuk sehat, tepat
memilih gaya hidup, maka tubuhnya akan menderita lalu menjadi semakin rusak.
Tidak semua kerusakan tubuh bisa diperbaiki, berapa pun uang dan harta kita
punya.
Soal kesehatan jiwa kita, apakah kita sudah
bersahabat dan cukup pandai hidup berdampingan dengan aneka stressor yang
menghadang dalam kehidupan kita sehari-hari. Bohong kalau dalam hidup kita
terbebas dari stressor tekanan, konflik, frustrasi, serta krisis. Semua orang,
besar kecil tua muda lelaki perempuan, kaya papa, tentu dihadang oleh aneka
stressor dalam keseharian. Hanya bila ketahanan jiwa kita kokoh, akibat kita
dilatih lalu terlatih hidup prihatin, demikian juga selama masa kanak-kanak,
maka kita kebal untuk tidak rentan jatuh stres.
Sama halnya dengan badan yang memerlukan
imunisasi supaya kebal terhadap penyakit infeksi, jiwa juga perlu dikebalkan
terhadap serangan stressor yang tak terelakkan, dengan membangun ketahanan
jiwa. Caranya jiwa harus digembleng tidak lembek, dengan hidup prihatin, pernah
merasa sedih, putus asa, kecewa, hidup susah. Hanya bila jiwa pernah mengalami
semua itu, tidak rentan jatuh stres. Melatih jiwa untuk lekas bersyukur, dan
ekspektasi dalam hidup tidak muluk-muluk.
Ingat paradigma “Jangan didik jadi orang
kaya, tapi didik mereka jadi orang berbahagia. Bila anak dididik jadi orang
kaya, maka anak melihat segala sesuatu sebagai harga, dan bukan sebagai nilai.
Menghargai orang dari apa yang dimiliki, bukan dari isi kepala dan kepribadian,
integritasnya. Kekayaan, kepemilikan harta, dan kekuasaan, tidak menambah
kebahagiaan manusia.
Berpikir positif, tidak dengki iri hati dan
syak wasangka, karena itu berpengaruh buruk pada jiwa. Yakinilah bahwa
perbuatan baik saja yang kita lakukan, resonansinya akan bergetar positif
terhadap kehidupan kita ke depan nanti.
Hidup prihatin itu bersusah-susah dahulu,
bersenang-senang kemudian. Mendahulukan kewajiban baru mengharapkan hak.
Hanya bila kita membangun religiusitas,
bahkan lebih dari itu, yakni spiritualitas yang sehat saja, maka jiwa kita
ayem. Banyak orang hanya benar arah hidupnya, jalan hidupnya, namun mengabaikan
bagaimana benar cara menempuhnya di hadapan Sang Khalik. Kalau bisnis, berbisnis
yang benar di mata Sang Khalik. Kalau bergaul, bergaul juga yang benar di mata
Sang Khalik. Begitu pula, apa pun tindakan, sikap, dan perilaku kita perlu
benar di mata Sang Khalik. Hanya bila itu semua kita sikapi, maka akan ayem
hidup kita.
Sekarang semakin banyak orang cacat
moralnya, karena memilih kelakuan yang tidak benar di mata Sang Khalik. Banyak
orang mengaku beragama, tekun beribadah, namun kita melihat yang korupsi tidak
berkurang. Artinya benar hanya arah hidup, namun tidak benar cara menempuhnya.
Sayang sekali kalau prestasi, reputasi, nama (besar) yang kita bangun, menjadi
runtuh hanya karena cara kita menempuh hidup ini tidak benar di mata Sang
Khalik. Maka perlu berpikir benar.
Sehat berikutnya, seyogianya sehat secara
sosial juga, selain sehat secara spiritualitas sebagaimana sudah diungkap di
atas. Kita hidup guyub dalam kebersamaan. Melihat sesama sebagai saudara
sendiri. Melihat keberagaman sebagai anugerah, sehingga hidup rukun, karena
sama-sama cucu Adam-Hawa. Kita semua di dunia mewarisi gen yang sama, maka kita
menjadi insan adiluhung kalau melihat semua insan adalah sama, dan itu
merupakan bagian dari berpikir egaliter.
Demikian, hendaknya kita semua punya
permenanungan di ujung tahun, sekurangnya bersepakat menegakkan fokus untuk berpikir
sehat, apa pun sikap, tindakan, dan perilaku keseharian kita. Tujuannya
bagaimana hidup memberi kita sebanyak-banyak kebahagiaan.
Salam sehat.
Dr HANDRAWAN NADESUL
No comments:
Post a Comment