Khusus buat teman-teman yang pernah tinggal di
Yogya atau yang hatinya pernah tertinggal di Yogya.
(Mangayubagyo HUT Jogja ke 264)
Sulit bagi saya untuk tidak
menyertakan Yogyakarta sebagai sebuah peristiwa pendewasaan.
Saya cinta kota ini, karena pada beberapa
derajat, ia jauh lebih mendewasakan, lebih mencerdaskan dan membuat saya
lebih 'matang' dari yang saya peroleh dari keluarga dan sekolah.
Di Jogja saya menemukan terlalu
banyak alasan untuk menjadi sebenar-benarnya manusia. Tentang bagaimana
kota ini menjadikan keinginan 'membaca' pada titik paling tinggi, juga
tentang bagaimana di kota ini saya menemukan manusia2 getir yang begitu optimis
menjalani hidup.
Lebih dari itu, kota ini adalah
tempat dimana setiap kenangan bermuara dan berujung haru. Banyak hal
sentimentil yang bisa kita gali dari Jogja.
Tapi yang membuat Jogja jadi
istimewa, selain GUDEG, BAKMI GODOK/GORENG, kebersahajaan, keramahan, adalah
karena : 'Jogja berhati mantan', selalu ada kenangan yang susah dilupakan.
Ada banyak alasan mengapa mereka
yang pernah dan atau tinggal di Jogja susah beralih atau melupakan kota
ini. Jogja terlalu banyak memiliki sudut melankolis yang menjadi kediaman
kisah.
Tanyakan teman, rekan, handai
tolan yang pernah punya hubungan kehidupan di Jogja. Mereka pasti akan
berkata bahwa tiap sudut kota
meninggalkan residu perasaan yang indah, haru dan segenap rasa lainnya.
Pernahkah kalian merasakan
bersepeda menelusuri jalan yang sempit dan berliku di sekitar Ngasem, menikmati
nikmatnya makan di emperan yang selalu tersedia sampai tengah malam bahkan smp
subuh, merasakan keterpaksaan untuk 'menyekolahkan harta milik' di saat
'kiriman' belum tiba, atau bertamu ke kost2-an, nangkring cukup dengan segelas
teh hangat dan sedikit camilan bisa guyon sampai tengah malam. Banyak kenangan
lain tersedia dan tertinggal di Jogja.
Jogja terlalu sempit untuk hanya
dimaknai sebagai sebuah kota. Ia adalah peristiwa, dimana masing-masing
yang datang ke kota ini pasti mengalami dan memiliki nostalgi & sensasi yang
individual.
Di kota ini pula kita belajar bahwa
uang bukan segalanya, mungkin ia bisa memberimu banyak hal.
Tapi di kota ini, kebersamaan dan
keberadaan teman yang selo, kurang pegawean dan punya energi iseng yang
melimpah-ruah adalah alasan untuk tetap hidup. Di kota ini kalian akan
menemukan keriangan-keriangan dungu, tolol, namun ngangeni. Tentang
obrolan di angkringan, wedangan, warung kopi hingga perihal cerita lucu dan lelucon
yang diulang-ulang namun tak pernah kehilangan kelucuannya.
Di Jogja kalian akan merasakan
bahwa menjadi bodoh dan tak tahu apa-apa bukanlah pilihan. Di kota ini terlalu
banyak sumber pengetahuan yang membuat orang paling bodoh, setidaknya bisa
memahami hidup dengan membaca, berdiskusi atau sekadar kursus singkat.
Terlampau banyak perpustakaan,
toko buku murah, kantung2 kebudayaan, partner berbantah, yang membuat kita
cerdas. Terlalu sedikit alasan untuk tidak mendatangi mereka dan menjadi
pintar karenanya.
Di kota ini makanan murah enak
dan nikmat bukan keajaiban. Itu sebuah keniscayaan, dan semuanya itu yang
menyelamatkan mahasiswa-mahasiswi di saat 'tanggal tua'. Mereka selalu ada dan
tetap alami.
Jogja adalah kesadaran, ia
menjadi penting bagi banyak orang, karena membuat tiap-tiap yang datang merasa
nyaman, merasa punya kenangan, merasa memiliki 'mantan' yang merupakan bagian dr kehidupan.
Jogja terlalu besar untuk
dilupakan...
Jogja benar-benar berhati mantan.
Sugeng tanggap warso
Ngajogjakarto Hadininingrat...
No comments:
Post a Comment