Ibu teman saya berumur 87 tahun. Awal bulan ini
ngotot renovasi rumahnya. Anak-anaknya sudah melarang karena kalau renovasi
akan keluar masuk tukang-tukang yang mungkin saja carier Covid19 .
Tukang-tukang ini masih muda mungkin tanpa gejala tetapi bisa jadi sebagai
carier Covid19.
Ibu tua ini masih sangat fit dan aktif, maka ia
ngotot renovasi rumah yang sudah tertunda sejak awal tahun ini. Ia cari tukang-tukang
sendiri tanpa sepengetahuan anak-anak.
Hari Senin (20 Juli 2020) si ibu agak demam, panas
tidak tinggi, hanya sumeng-sumeng saja.
Di Medistera disarankan scan paru. Hasilnya: dua
belah paru banyak terdapat bercak-bercak putih (gelembung paru berisi cairan)
maka Medistra menyarankan untuk dibawa ke RS yang menangani Covid-19 karena
tidak punya fasilitas karantina.
Selasa bisa masuk Graha Kedoya dan di Swab-test.
Ternyata selasa malam mulai sesak nafas, maka dimasukkan ICU karantina.
Rabu malam sesak nafas menghebat dan beberapa jam
kemudian meninggal (22 Juli 2020).
Ini salah
satu bukti Lansia sangat rawan terhadap Covid-19
Di Singapura saat wabah merebak, anak-cucu tidak
boleh bertemu opa/oma. Bahkan saat itu kalau ketahuan berkunjung ke orangtua kena
denda besar.
Saat ini di Pulau Jawa carier Covid-19 yang tanpa
gejala ada dimana-mana, karena banyak masyarakat sudah tidak peduli terhadap
Covid-19.
Lansia harus
menghindari capek (supaya imunitas tidak ngedrop) dan jaga jarak apalagi
diruang tertutup. Orang muda bisa tahan terpapar berulang kali, Lansia kalau
terpapar terus tidak akan tahan. Imunitasnya tekor!
Lansia
harus bisa memanage bed rest buat diri sendiri ketika ada rasa tidak enak pada
tubuhnya, jangan sampai terlambat. Dengan bed rest imunitas
meningkat dan dengan sendirinya jadi melakukan social-distancing. Menghindari
kelebihan virus load. Salah satu tugas Lansia adalah istirahat supaya tidak merepotkan anak cucu. Dalam masa pandemi ini
kalau enggan istirahat, maka Lansia akan dipaksa istirahat selamanya (Purnawan
EA)
No comments:
Post a Comment