13 October 2020
Oleh : Dahlan Iskan
RUPANYA pemerintah menjalankan dua skenario
sekaligus. Membeli vaksin yang sudah jadi dan membeli vaksin setengah jadi.
Yang setengah jadi adalah vaksin
Sinovac. Yang bekerja sama dengan BUMN Bio Farma Bandung itu.
Minggu ini uji coba Sinovac
tahap-3 di Bandung selesai. Artinya, sudah 1.600 orang relawan yang
divaksinasi. Masing-masing dua kali suntik.
Sejauh ini tidak ada relawan yang
mengalami gangguan efek samping. Tapi untuk kepastiannya masih harus menunggu
sampai akhir Desember nanti.
Itulah sebabnya Bio Farma baru
bisa mulai memproduksi vaksin Sinovac di pada Januari 2021.
Di samping yang Bio Farma itu,
pemerintah ternyata juga membeli vaksin yang sudah jadi. Yang tidak perlu
dilakukan lagi uji coba tahap-3 di Indonesia. Uji coba tahap-3-nya sudah
dilakukan di Tiongkok.
Pembelian vaksin yang sudah jadi
itu dilakukan oleh BUMN Kimia Farma dan swasta nasional Kalbe Farma. Sumber
vaksinnya dari dua perusahaan Tiongkok lainnya. Nama dua vaksin itu Sinopharm
dan CanSino.
Dua-duanya tidak sama. Yang satu
adalah yang perlu disuntikkan dua kali. Seperti Sinovac yang di Bandung itu.
Satunya lagi yang kadarnya lebih tinggi, sehingga cukup sekali suntik.
Masing-masing ada plus-minusnya. Sama-sama efektifnya.
Yang beli barang jadi itu
kelihatannya bisa lebih cepat. Bulan depan barangnya sudah bisa tiba di
Indonesia –dan bisa langsung disuntikkan. Yang diperlukan hanyalah tempat
penyimpanan vaksin yang memenuhi syarat. Dan itu tidak ada masalah.
Itulah sebabnya pemerintah sudah
mengeluarkan aturan: siapa yang diprioritaskan untuk divaksinasi.
Yakni: tenaga medis. Termasuk
petugas yang melakukan penelusuran terhadap orang-orang yang pernah bersentuhan
dengan penderita Covid-19.
Di kelompok ini juga termasuk
polisi dan tentara yang berada di gugus tugas Covid-19.
Jumlah mereka sekitar 3,5 juta
orang. November beres.
Prioritas berikutnya adalah
tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat-pejabat dan pengurus kampung.
Jumlah mereka ini sekitar 6 juta orang.
Setelah itu, adalah guru dan
petugas sekolah di berbagai tingkat. Baru berikutnya lagi anggota DPR, pegawai
negeri, dan seterusnya.
Total 350 juta vaksin yang
diperlukan. Itu pun karena sudah ada vaksin yang cukup sekali suntik. Jumlah
vaksin harus bisa menjangkau 70 persen dari jumlah penduduk. Kalau kurang dari
itu bisa jadi akan ada gelombang pandemi berikutnya yang lebih berat –karena
virusnya kian kebal.
Untuk bergeraknya kembali ekonomi
saya lebih mengharapkan vaksinasi ini dari pada UU Cipta Kerja. Saya membayangkan
begitu vaksinasi dilakukan orang merasa terbebas. Lalu bisa bergerak.
Perasaan seperti itu pula yang
terjadi di Tiongkok sekarang ini. Di sana yang diprioritaskan adalah
siswa-siswa TK, SD, dan seterusnya. Hari-hari ini vaksinasi itu sudah dimulai
di Beijing, Shanghai, Hangzhou dan kota besar lainnya.
Saya pun bertanya: mengapa bukan
dokter, paramedis dan petugas di garis depan lainnya yang didulukan?
"Mereka sudah divaksinasi
duluan. Sekalian untuk uji coba tahap 3 dulu," ujar teman saya di Dalian,
kota indah di provinsi Liaoning, dekat Korea.
"Saya pun ingin cepat
vaksinasi," katanya. Mengapa? "Ingin cepat ke Indonesia,"
tambahnya. "Sudah lama tidak ke luar negeri".
Untuk itu ia akan melakukan
vaksinasi atas biaya sendiri. Ongkosnya 1.000 renminbi. Atau sekitar Rp 2,5
juta.
Tiongkok membolehkan para
pengusaha yang punya bisnis di LN untuk mendapatkan vaksin lebih dulu. Asal,
itu tadi, bayar sendiri.