Iqbal Mochtar
Patriotisme memiliki beragam makna. Secara luas, ia
merujuk kepada semangat berkorban demi kepentingan bangsa, negara dan
rakyat.
Namun apapun definisi patriotisme, kurang pas
menggurui semangat ini kepada tenaga kesehatan (nakes) Indonesia, setidaknya
untuk saat ini. Alasannya, spirit ini sudah inheren dengan mereka.
Pandemi yang berlangsung hampir dua tahun menjadi saksi pembuktian patriotisme
mereka. Sepanjang pandemi, belum pernah terdengar seorangpun nakes Indonesia menolak
melaksanakan tugas. Apalagi mengundurkan diri. Padahal tantangan yang mereka
hadapi luar biasa dahsyatnya. Mulai dari celaan, hinaan, fitnah hingga upaya
kekerasan fisik dan pembunuhan. Hal ini dialami setiap hari selama
berbulan-bulan. Beribu cerita sedih bertebaran terkait tantangan ini; teramat
panjang untuk dikisahkan.
Hingga kini, catatan kematian nakes belum mereda.
Hingga November ini, lebih 2.000 tenaga nakes berguguran diterabas pandemi. Ini
merupakan 1,5% dari total kematian Covid-19 di negeri ini. Dokter, perawat dan
bidan terbanyak gugur. Ketiga profesi ini memang super front-liner. Mereka
gugur menjalankan tugas. Melindungi rakyat Indonesia dari serangan
Covid-19.
Lain lubuk, lain ikannya. Di Singapura baru baru
ini, sekitar 1.500-an tenaga kesehatan mengundurkan diri. Alasannya, pekerjaan
mereka sangat overload dan tidak diberi cuti. Kata Menteri Kesehatan Singapura,
nakes disana memang bekerja maraton. Mereka diharuskan bekerja 175 jam per
bulan. Mereka lelah fisik, mental dan emosional. Saat yang sama, mereka tidak
bisa cuti. Karena kondisi ini, pelayanan kesehatan Singapura terancam kolaps.
Pemerintahnya kini sibuk berusaha merekrut nakes lain, termasuk dari luar
negeri. Mereka juga segera merekrut relawan dari berbagai daerah dan melakukan
redistribusi nakes dari daerah minim ke daerah padat Covid-19. Padahal
dibanding Indonesia, pekerjaan nakes di Singapura bisa dianggap relatif lebih
feasible dan less complicated. Mereka bekerja dalam sistem yang sudah tertata
baik dengan keterbatasan minimal. Ketersediaan APD, obat, vaksin dan alat-alat
kesehatan mereka lebih lengkap. Sistem pelayanan kesehatan lebih terstruktur.
Rerata gajipun mereka jauh lebih baik dari nakes di Indonesia. Jumlah kasus
Covid-19 yang mereka hadapipun duapuluh kali lipat lebih rendah dibanding kasus
Indonesia. Karena hal ini, sebagian mencibir mereka. Dianggap kurang altruism,
kurang patriot dan kurang loyal.
Profesi nakes terlanjur dianggap sebagai
profesi altruism. Profesi yang mutlak berperilaku baik dan humanis. Mereka
harus ramah, sopan, baik, tanggap, siap menolong dan tanpa pamrih. Sikapnya
harus santun dan halus. Anytime, anywhere. Karena anggapan ini, masyarakat
tidak bisa menerima kalau ada nakes yang mengeluh, marah atau tidak tanggap.
Nakes tidak senyum saja dianggap nakes jelek. Pokoknya nakes adalah pelayan
kesehatan serbaguna yang harus tersedia setiap saat. Tidak boleh tidak.
Padahal disisi lain, nakes adalah manusia. Mereka
punya rasa letih dan keterbatasan. Mereka juga sering sakit dan berkekurangan.
Mereka tidak bisa harus tersenyum setiap saat karena mereka juga didera oleh
beragam persoalan hidup yang tak terceritakan. Mereka juga manusia.
Maka ketika sejumlah nakes di Singapura
mengundurkan diri, jangan lantas mereka dicibiri atau ditertawakan. Dianggap
tidak patriotis dan tidak altruism. Mungkin mereka telah tiba pada ambang batas
kemanusiaannya; titik dimana rasa letih, overload, burnout sudah tidak
tertahankan. Tolerability benchmark mereka terlampaui. Dan kondisi ini dapat
terjadi pada setiap nakes; bukan hanya di Singapura. Karena itu, sangat penting
untuk memberi secuil perhatian pada nakes. Mareka jangan dianggap robot yang
harus bekerja berdasar prinsip altruism. Mereka jangan dianggap profesi yang
akan selalu baik-baik saja dalam kondisi apapun.
Indonesia patut berbangga. Hingga saat ini belum
ada berita nakes mengundurkan diri. Padahal beban dan kendala yang mereka
hadapi mungkin lebih berat dibanding nakes dinegara lain. Mereka terus bekerja
dan berjuang meski ditengah beribu keterbatasan. Tentu banyak alasan untuk hal
ini dan salah satunya adalah semangat patriotisme yang membara. Level
patriotisme mereka masih lebih tinggi daripada tolerability benchmark. Kita
patut berbangga. Nakes Indonesia, kalian
hebat…!
No comments:
Post a Comment