Fakta Sejarah Yang Harus Diketahui OIeh Seluruh Rakyat Indonesia, Bagikan Kepada Keluarga Dan Teman Anda Yang Cinta Akan Indonesia.
https://jokowi.topsekali.com/2021/10/fakta-sejarah-yang-harus-diketahui-oieh.html
Inti
pergantian kekuasaan dari Bung Karno ke Suharto adalah berubahnya prinsip pembangunan ekonomi Indonesia, dari kemandirian
menjadi ketergantungan. Mei 1966, Suharto mengumumkan kita Indonesia
menggandeng IMF. Padahal Bung Karno pernah mengusir mereka dengan kalimatnya
yang terkenal: “Go to hell with your aid!”
Semoga
Fakta Sejarah Ini Jadi Pencerahan Bagi Kita!
Berkacalah
Dengan Fakta Sejarah, Jangan Terus Menerus Sembarangan Ngomong !
MENGAPA
BUNG KARNO DILENGSERKAN DENGAN CARA FITNAH YANG SANGAT KEJI, DAN MENGAPA JOKOWI
JUGA DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN FITNAH-FITNAH YANG SANGAT KEJI JUGA ?
Ini Jawabannya:
Bung
Karno dilengserkan dengan fitnah yang sangat keji untuk mengkorupsi/merampok
kekayaan alam Indonesia, Jokowi diserang dengan fitnah-fitnah keji juga harus
dilengserkan dengan segala cara untuk mengamankan hasil korupsi/rampokan, sebab
Jokowi adalah orang yang bersih dan bukan bagian dari kejahatan masa lalu dan
sekarang.
Ini
Penjelasan Fakta Sejarahnya:
Suharto
yang telah sukses mengkudeta Bung Karno, mengirim satu tim ekonomi yang terdiri
dari Prof.Dr Soemitro Djojohadikusumo, Prof. Dr Sadli dan sejumlah profesor
ekonomi lulusan Berkeley University AS.
Oleh
sebab itu mk tim ekonomi ini juga disebut sebagai ‘Berkeley Mafia’ ke Swiss. Mereka hendak menggelar pertemuan dengan
sejumlah konglomerat penguasa dunia, yang dipimpin David Rockefeller.
Di
Swiss, tim ekonomi suruhan Suharto ini menggadaikan seluruh kekayaan alam
negeri ini ke hadapan David Rockefeler cs. Dengan seenak perutnya, mereka
mengkavling-kavling Bumi Nusantara dan memberikannya kepada pengusaha-pengusaha
asing tersebut.
Gunung
Emas di Papua diserahkan kepada Freeport, Ladang Minyak dan Gas di Riau kepada
Chevron, Ladang Minyak dan Gas di Aceh kepada Exxon, dan sebagainya masih
banyak lagi yang lainnya.
Undang-Undang
Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun dibuat dan dirancang di Swiss,
untuk menuruti apapun kehendak para pengusaha asing tersebut.
Sampai
detik ini, perampokan atas seluruh kekayaan alam negeri ini masih saja terus
berjalan dan dikerjakan dengan sangat leluasa oleh berbagai Korporasi Penguasa
Dunia. Silahkan telusuri semua dengan fakta-fakta tak terbantahkan sebagaimana
yang telah dilakukan George Aditjondro bahwa negeri ini tengah meluncur ke
jurang kehancuran, dimana Suharto dan Sumitro Djojohadikusumo adalah dalang
dari semua ini.
Sudah
banyak sekali buku-buku ilmiah yang ditulis para cendekia baik dari dalam
maupun luar negeri tentang betapa bobroknya kinerja pemerintahan di saat rezim
Suharto berkuasa selama lebih kurang 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen
yang tak terbantahkan.
Sebab
itu, tulisan ini memaparkan fakta apa adanya tentang Suharto. Agar setidaknya,
mereka yang selama ini menganggap Suharto pahlawan, harus bisa bermuhasabah dan
melakukan renungan yang lebih dalam, sudah benarkah tindakan tersebut.
Fakta sejarah harus ditegakkan, siapa sebenarnya Suharto sebelum dan sesudah
menjadi presiden? Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921,
dari keluarga petani, karirnya diawali sebagai karyawan di sebuah bank
pedesaan, walau tidak lama.
Dia
sempat juga menjadi buruh dan kemudian menempuh karir militer pertama kali
sebagai prajurit KNIL yang berada di bawah kesatuan tentara penjajah Belanda.
Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA. Ketika Soekarno
memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan TKR.
Salah
satu ‘prestasi’ kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya semasa
dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta. Bahkan
‘prestasi’ ini sengaja difilmkan dengan judul ‘Janur Kuning’ (1979) yang memperlihatkan jika serangan umum itu
diprakarsai dan dipimpin langsung oleh Suharto.
Padahal,
sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai sendiri Sri Sultan Hamengkubuwono
IX. Sri Sultan Hamengkubuwono IX lah yang memimpin serangan umum melawan
Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang nasionalis yang memiliki
perhatian terhadap nasib rakyatnya, karena itu ia tidak mau untuk di jajah.
(lihat biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX).
Kemudian
pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat
oleh A.H.Nasution dengan tidak hormat karena Suharto telah menggunakan
institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa
Tengah. Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa
penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong.
Untuk
memperlancar penyelundupan ini, didirikan perusahaan perkapalan yang
dikendalikan Bob Hasan. Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob Hasan
menggunakan kapal-kapal ‘Indonesian Overseas’ milik C.M. Chow.
Siapa
C.M. Chow ini? Dia adalah agen ganda. Pada 1950 dia menjadi agen rahasia
militer Jepang di Shanghai. Tapi dia pun kepanjangan tangan Mao Tse Tung, dalam
merekrut Cina perantauan dari orang Jepang ke dalam jaringan komunis Asia.
Pada
1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang hengkang dari Indonesia,
Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di negeri ini. Chow
bukan saja membina WNI Cina di Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun juga di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Salah
satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan.
Tan yang ini merupakan sleeping agent Mao di Indonesia Timur. Pada pertengahan
1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe Liong mendirikan sejumlah pabrik di Fujian,
Cina.
A.H.Nasution
kala itu sudah sangat marah sehingga ingin memecat Suharto dari AD dan
menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto
dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Darat).
Selain
A.H.Nasution, A.Yani juga marah atas ulah Suharto dan dikemudian hari mencoret
nama Suharto dari daftar peserta pelatihan di SSKAD, yang mana hal ini membuat
Suharto dendam sekali terhadap A. Yani. Terlebih Yani adalah anak kesayangan
Bung Karno.
Kolonel
Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagai Pangdam Diponegoro menggantikan Suharto.
Pranoto, sang perwira 'santri', menarik kembali semua fasilitas milik Kodam
Diponegoro yang dipinjamkan Suharto kepada para pengusaha Cina untuk
kepentingan pribadinya.
Di
SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat, namun D.I.Panjaitan
menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan Suharto yang
dinilainya tidak bisa dipercaya karena mempunyai banyak catatan kotor dalam
karir militernya, antara lain penyelundupan bersama para pengusaha Cina dengan
dalih untuk membangun kesatuannya, namun yang terjadi adalah untuk memperkaya
dirinya.
Atas
semua kejadian itu Suharto sangat sakit hati dan dendam.
Bertambah
lagi dendam Suharto, selain kepada A.H.Nasution, Ahmad Yani, kini D.I.
Panjaitan. Aneh tapi nyata, dalam peristiwa G30S 1965, musuh-musuh Suharto,
yaitu A.H.Nasution, Ahmad Yani, dan D.I.Panjaitan, menjadi target pembunuhan,
sedangkan Suharto sendiri yang merupakan orang kedua di AD tidak masuk dalam daftar
kematian peristiwa G30S 1965.
Dan
ketika A.Yani terbunuh, Bung Karno mengangkat Pranoto Rekso Samudro sebagai
Kepala Staf AD, namun Pranoto dijegal oleh Suharto sehingga Suharto yang
mengambil-alih kepemimpinan AD, kemudian untuk menghindari pertumpahan darah
dan perang saudara karena Siliwangi di Jawa Barat (Ibrahim Adjie) dan KKO
(Marinir) di Jawa Timur, dimana telah bersumpah selalu berada di belakang
Soekarno dan jika Soekarno memerintahkan untuk ‘menyapu’ bersih semua kekuatan
Suharto di Jakarta, maka mereka menyatakan siap untuk berperang.
Namun
untuk menghindari perang saudara serta jatuhnya korban lebih banyak lagi, Bung
Karno tidak memerintahkan, jadilah Suharto sebagai KSAD.
Pasca
Perang Dunia II, AS melihat Uni Soviet sebagai satu-satunya pihak yang bisa menghalangi
hegemoninya atas dunia.
Diluncurkanlah
Marshall Plan sebagai upaya membendung pengaruh komunisme yang kian lama kian
meluas, dari Eropa Timur ke arah Asia Tenggara, sebuah wilayah yang sangat
strategis dari sisi perdagangan dunia dan geopolitik, juga sangat kaya raya
dengan sumber daya alam dan juga manusianya.
AS
sangat cemas jika wilayah tersebut dikuasai Uni Soviet. Dari semua negeri di
wilayah itu, Indonesia lah negara yang paling strategis dan paling kaya raya.
AS sangat paham akan hal ini, sebab itu di wilayah ini Indonesia merupakan
satu-satunya wilayah yang disebut dalam Marshall Plan.
Namun
untuk menundukkan Indonesia, AS jelas kesulitan karena negeri ini tengah
dipimpin oleh seorang yang sukar diatur, cerdas, dan dicintai rakyatnya, dialah
Bung Karno. Tiada jalan lain, orang ini harus ditumbangkan, dengan berbagai
cara.
Sejarah
telah mencatat dengan baik bagaimana badan agen rahasia AS yaitu CIA ikut
terlibat langsung berbagai aksi pemberontakan bersenjata di Indonesia,
diantaranya PRRI, PERMESTA dan pemberontakan yang lainnya. CIA juga membina
kader-kadernya di bidang pendidikan (yang nantinya melahirkan Mafia Berkeley),
mendekati dan menunggangi partai(2) politik ...kekuatan politik, demi
kepentingannya, membina sel-sel binaannya di ketentaraan (local army friend)
dan sebagainya.
Setelah
berkali-kali gagal menjatuhkan Bung Karno dan bahkan sampai hendak membunuhnya,
akhirnya pada paruh akhir 1965, Bung Karno berhasil disingkirkan CIA lewat
Suharto dengan Gerakan 30 September 1965 yang terjadi di tubuh Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, yang mana dalang sebenarnya adalah Suharto
dengan bantuan CIA.
Setelah
peristiwa 1 Oktober 1965, secara de facto, Suharto melalui kudeta merangkaknya
mulai mengendalikan negeri ini. Pada pekan ketiga Oktober 1965, Suharto
menugaskan para kaki tangannya membantai mungkin jumlahnya mencapai jutaan
orang.
Mereka
yang dibunuh adalah orang-orang yang dituduh sebagai kader atau simpatisan
komunis (PKI), tanpa melewati proses pengadilan yang fair. Media internasional
bungkam terhadap semua kejahatan kemanusiaan yang luar biasa itu, karena memang
AS sangat diuntungkan.
Jatuhnya
Bung Karno dan naiknya Suharto dirayakan dengan penuh suka cita oleh
Washington*. Bahkan Presiden Nixon menyebutnya sebagai “Hadiah terbesar dari
Asia Tenggara”. Satu negeri dengan wilayah yang sangat strategis, kaya raya
dengan sumber daya alam, segenap bahan tambang, dan sebagainya ini telah
berhasil dikuasai dan dalam waktu singkat akan dijadikan *‘sapi perahan’* bagi
kepentingan dan kejayaan imperialisme Barat.
https://jokowi.topsekali.com/2021/10/fakta-sejarah-yang-harus-diketahui-oieh.html
Benar
saja, November 1967, Suharto menugaskan satu tim ekonom pro-AS menemui para
'bos' Pengusaha Internasional di Swiss. Dalam bulan November 1967 menyusul tertangkapnya
‘hadiah terbesar’ (istilah pemerintah AS untuk Indonesia setelah Bung Karno
jatuh dan digantikan oleh Soeharto), maka hasil tangkapannya itu
dibagi-bagi.
The
Time Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa, Swiss, yang
dalam waktu tiga hari membahas strategi pengambilalihan Indonesia.
Para
pesertanya terdiri dari seluruh kapitalis yang paling berpengaruh di dunia,
orang-orang seperti David Rockefeller, termasuk Raksasa Korporasi Barat yang
diwakili perusahaan-perusahaan Minyak dan Bank, Freeport, Chevron, Exxon,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper
Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase
Manhattan, dan sebagainya.”
Di
seberang meja perundingan, duduk orang-orang Soeharto yang oleh Rockefeller dan
pengusaha-pengusaha international lainnya disebut sebagai ‘ekonom-ekonom Indonesia yang korup’.
Di
Jenewa, Tim Indonesia terkenal dengan sebutan ‘The Berkeley Mafia’ karena beberapa di antaranya pernah menikmati
beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas
California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan
hal-hal yang diinginkan oleh para majikannya yang hadir.
"The Berkeley Mafia"
Menyodorkan butir-butir perundingan yang dijual dari negara dan bangsanya.
Tim
Ekonomi Indonesia menawarkan tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan
sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.”
Ekonomi
Indonesia telah dibagi sektor demi sektor. ”Prof. Jeffrey Winters menyebutnya,
“Ini dilakukan dengan cara yang amat
spektakuler”
“Mereka membaginya dalam lima seksi: Sektor pertambangan di satu kamar, Jasa-Jasa di kamar lain, Industri ringan di kamar satunya, Perbankan dan Keuangan di kamar yang lain lagi, yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya.
Kita
saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja
lainnya dg mengatakan,.... ‘Ini yang kami inginkan, itu yang kami inginkan,
ini, itu, dan ini.’
Dan
mereka pada dasarnya merancang infrastruktur
hukum untuk berinvestasi dalam iklim ekonomi liberal versi mereka, tentunya
produk hukum Ekonomi Liberal yang sangat menguntungkan mereka.
Belum pernah terdengar situasi seperti itu sebelumnya, dimana pemodal global duduk dengan wakil dari
negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat
masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.
Freeport mendapatkan Gunung Emas di Papua (Henry
Kissinger, pengusaha Yahudi AS,
duduk dalam Dewan Komisaris). Exxon mendapatkan Minyak dan Gas di Aceh, Chevron
mendapatkan Minyak dan Gas di Riau, sebuah konsorsium Eropa mendapatkan Nikel
di Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapatkan bagian terbesar dari bauksit
Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Perancis mendapatkan
hutan-hutan tropis di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua.
Demikian
juga sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dirancang oleh
Sumitro Djojohadikusumo dan disetujui langsung oleh Soeharto, membuat strategi
perampokan negara yang direstui pemerintahan Suharto.
Oleh
Suharto, rakyat dijejali dengan propaganda pembangunan, Pancasila, dan trickle
down effect terhadap peningkatan kesejahteraannya, tapi fakta yang terjadi di
lapangan sesungguhnya adalah *proses pemiskinan bangsa secara sistematis* yang
dilakukan oleh rezim Suharto.
Pada 12 Maret 1967, Soeharto dilantik sebagai
Presiden RI ke-2. Tiga bulan
kemudian, dia membentuk Tim Ahli Ekonomi Kepresidenan yang terdiri dari Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Prof Dr. Widjojo Nitisastro, Prof. Dr. Ali
Wardhana, Prof Dr. Moh. Sadli, Prof Dr. Subroto, Dr. Emil Salim, Drs. Frans
Seda, dan Drs. Radius Prawiro. Seluruhnya pro
kapitalisme, terus bagaimana dengan esensi ekonomi Pancasila kita yang di
RRC malah sudah sebagian besar sudah diadopted untuk menggantikan ekonomi
komunis murni mereka (yang ternyata gagal membawa RRC makmur sudah 45 tahunan
yl) dan menjadikan RRC yang digdaya saat ini?
Nopember
1967, Suharto mengirim tim ekonomi ini ke Swiss menemui para CEO
Pengusaha Internasional. Lahirlah UU
PMA 1967 yang sangat menguntungkan imperialis Barat. Prinsip kemandirian
ekonomi Indonesia yang dijaga mati-matian oleh Bung Karno, oleh Suharto
dihabisi dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat tergantung pada
barat sebagai kekuatan kapitalis dunia.
David
Ransom dalam artikelnya yang populer berjudul “Mafia Berkeley dan Pembunuhan
Massal di Indonesia”, Kuda Troya Baru dari Universitas-Universitas AS Masuk ke
Indonesia” (Ramparts,1970), memaparkan
jika AS menggunakan dua strategi untuk menaklukkan Indonesia, tentu saja
dimulai dengan menyingkirkan Bung Karno.
Pertama, membangun
satu kelompok intelektual yang berpikiran model Barat.
Dan
Kedua, membangun satu sel dalam tubuh ketentaraan yang
selalu siap bekerjasama dengan AS.
Yang
pertama didalangi oleh berbagai yayasan beasiswa seperti Ford Foundation dan
Rockeffeler Foundation, juga berbagai universitas ternama AS seperti Berkeley,
Harvard, Cornell, dan juga MIT.
David
Ransom menulis, dua tokoh Partai Sosialis Indonesia, sebuah partai kecil yang
berhaluan sosialis-kanan, yakni Sumitro Djojohadikusumo dan Soedjatmoko menjadi
ujung tombak pembentukan jaringan intelektuil pro-Barat di Indonesia, mereka
dibina oleh AS sejak akhir tahun 1949-an.
Sedang tugas kedua dilimpahkan kepada CIA. Salah satu agennya bernama Guy Pauker yang
bergabung dengan RAND Corporation mendekati sejumlah perwira tinggi lewat salah
seorang yang dikatakan berhasil direkrut CIA, yakni Deputi Dan Seskoad Kol.
Soewarto. Dan Intel Achmad Soekendro juga dikenal dekat dengan CIA.
Lewat
orang inilah, komplotan AS, mendekati militer. Suharto adalah murid dari
Soewarto di Seskoad. Di Seskoad inilah para intelektuil binaan AS diberi
kesempatan mengajar para perwira. Terbentuklah jalinan kerjasama antara
sipil-militer yang pro-AS.
Paska
tragedi 1965 dan pembantaian rakyat Indonesia, yang dituduh komunis,
dan kelompok ini mulai membangun ‘Indonesia Baru’. Para doktor ekonomi
yang mendapat binaan dari Ford kembali ke Indonesia dan segera bergabung dengan
kelompok ini, di antaranya Emil Salim.
Suharto
kemudian membentuk Trium-Virat (pemerintahan bersama tiga kaki) dengan Adam
Malik dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ransom menulis, “Pada 12 April 1967, Sultan mengumumkan satu pernyataan politik yang
amat penting yakni garis besar program ekonomi rezim baru itu yang
intinya menegaskan mereka akan membawa Indonesia kembali ke pangkuan
Imperialis. Kebijakan tersebut ditulis oleh
Widjojo dan Sadli.”
Ransom
melanjuntukan, “Dalam merinci lebih
lanjut program ekonomi yang baru saja digariskan Sultan, para teknokrat
dibimbing oleh AS”. Kemudian saat Widjojo kebingungan dalam menyusun
program stabilisasi ekonomi, AID mendatangkan David Cole, ekonom Harvard yang
baru saja membuat regulasi perbankan di Korea Selatan untuk membantu
Widjojo.
Sadli
juga sama, meski sudah doktor, tapi masih memerlukan “bimbingan”. Menurut
seorang pegawai Kedubes AS, “Sadli
benar-benar tidak tahu bagaimana seharusnya membuat suatu regulasi Penanaman
Modal Asing. Dia harus mendapatkan banyak dari Kedutaan Besar Amerika Serikat”
Ini
merupakan tahap awal dari program Rancangan Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) Suharto, yang disusun oleh para
ekonom Indonesia didikan AS, yang masih secara langsung dibimbing oleh para
ekonom AS sendiri dengan kerjasama dari berbagai yayasan yang ada.
Juni
1968, Suharto secara diam-diam dan mendadak mengadakan reuni dengan orang-orang
binaan Ford, yang dikenal sebagai “Mafia
Berkeley” (untuk merancangkan susunan Kabinet Pembangunan dan badan-badan
penting tingkat tinggi lainnya).
Sebagai Menteri Perdagangan ditunjuk Dekan FEUI
Prof.Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Doctor of Philosophy dari Rotterdam), Ketua BPPN
ditunjuk Widjojo Nitisastro (Doctor of Philosophy Berkeley, 1961), Wakil
Ketua BPN ditunjuk Emil Salim (Doctor of Philosophy, Berkeley, 1964 ), Dirjen
Pemasaran dan Perdagangan ditunjuk Subroto (Doctor of Philosophy dari Harvard,
1964), Menteri Keuangan ditunjuk Ali Wardhana (Doctor of Philosophy, Berkeley,
1962), Ketua Team PMA Moh. Sadli (Master of Science, MIT, 1956), Sekjen
Departemen Perindustrian ditunjuk Barli Halim (MBA Berkeley, 1959),
sedang Sudjatmoko, penasehat Adam Malik, diangkat jadi Duta Besar di
Washington, posisi kunci poros Jakarta-Washington.
Tim ekonomi “Indonesia Baru ini bekerja dengan arahan langsung dari Tim Studi Pembangunan Harvard
(Development Advisory Service, DAS) yang dibiayai Ford Foundation. “Kami bekerja di belakang layar” ujar
Wakil Direktur DAS Lister Gordon.
AS segera membackup penguasa baru ini dengan
segenap daya sehingga stabilitas ekonomi Indonesia yang sengaja dirusak oleh AS pada masa sebelum
1965 bisa sedikit demi sedikit dipulihkan. Mereka inilah yang berada dibelakang
Repelita yang mulai dijalankan pada awal 1969, dengan mengutamakan penanaman
modal asing dan swasembada hasil pertanian.
Dalam banyak kasus, pejabat birokrasi pusat
mengandalkan pejabat militer di daerah-daerah untuk mengawasi kelancaran
program Ford ini. Mereka
bekerjasama dengan para tokoh daerah yang terdiri dari para tuan tanah dan
pejabat administratif. Terbentuklah kelompok baru di daerah-daerah yang bekerja
untuk memperkaya diri dan keluarganya. Mereka, kelompok pusat dan kelompok
daerah, bersimbiosis-mutualisme. Mereka juga menindas para petani yang bekerja
di lapangan.
Benih
Orde Baru tumbuh di atas genangan darah dan tetesan air mata rakyatnya. Arah
pembangunan (Repelita) didesain sesuai dengan keinginan Washington dengan
mengutamakan eksploitasi segenap kekayaan alam bumi Indonesia yang dikeruk
habis-habisan dan diangkut ke luar guna memperkaya negeri-negeri Barat.
https://jokowi.topsekali.com/2021/10/fakta-sejarah-yang-harus-diketahui-oieh.html
No comments:
Post a Comment