SEKELUMIT
CERITA FORMULA E DAN WONG EDAN RA KATOK'AN
oleh: Karto Bugel
"Wong aapa sing uripe paling enak (siapa yang
hidupnya paling enak)?" tanya Feli anak perempuan berumur 8 tahun dalam
permainan tebak-tebakan bersama teman sebayanya.
Entah kenapa saya jadi kepo ikut dengerin obrolan
anak-anak kecil yang pasti hadir dan ngumpul di depan rumah pada jam-jam
tertentu.
"Wong sugih (orang kaya)." terdengar
suara anak laki-laki menjawab dengan sigap.
"Salah." Kata Feli sambil menggelengkan kepala
sehingga rambut panjangnya yang dikuncir itu terlihat bergoyang-goyang
lucu."Anak'è Presiden (anak presiden)."
"Salah." jawab Feli cepat dengan nada tak
suka sambil menatap jengkel pada anak perempuan tepat di depannya.
Setelah lama tak ada yang mampu menjawab dengan
benar, mereka menuntut jawab pada Feli.
Dengan santai dia menjawab :
"Wong edan."
"Koq wong edan?" Apa buktine?"
"Wingi aku lunga nang pasar weruh wong edan ra
katok'an mung ngguya-ngguyu. Trus pas njaluk mangan karo ibuku, omongè ngelih,
yo karo ngguya-ngguyu. Lha wongg sing isane ngguya-ngguyu kuwi mesti wong
seneng to?"
"Kemarin saya ketemu ODGJ di pasar ga pakai
celana, terlihat tertawa. Saat dia minta sedekah ke ibuku katanya untuk makan,
dia juga sambil ketawa. Dia yang tertawa adalah orang yang hidupnya bahagia
dong?" Jawab Feli.
Spontan saya pun langsung ngakak dengar jawaban
Feli.
Lucunya, begitu dengar suara ketawa saya dari balik
jendela, anak-anak itu pun langsung kabur.
Entahlah, mungkin wong edan ra katok'an itu mereka
bayangkan dalam keras suara tawa saya yang mereka dengar...
Saya makin ngakak….
Dan lucunya lagi, itu justru memberi jawab atas
pertanyaan yang selama ini kucari dan ga ketemu.
Masalah kenapa Gaberner ga pernah tersentuh terkait
Formula E.
"Loh koq?"
Bukankah telanjang juga tampak pada pembayaran
commitment fee DKI Jakarta yang mendadak turun drastis dari Rp 2,3 triliun
untuk 5 tahun penyelenggaraan menjadi Rp 560 miliar?
Apa yang selama ini mereka bungkus rapat kini mulai
terbuka. Tak ada hal logis dapat menjelaskan bagaimana harga 2,3 triliun dapat
ditawar menjadi 569 miliar kecuali sambil ngguya-ngguyu.
Mereka makin telanjang manakala hal janggal lainnya
mulai dibuka satu persatu. Itu berkaitan dengan fakta kita dengar bahwa
beberapa kota di negara lain tidak perlu mengeluarkan biaya hingga triliunan
untuk menggelar Formula E.
Kota New York di Amerika Serikat dan Roma di
Italia, misalnya, dibebaskan dari biaya commitment fee tersebut.
Bila ada data bahwa di kota lain juga ada yang
membayar, Kota Montreal di Kanada, memang mengeluarkan sejumlah uang untuk
menggelar Formula E. Namun, angkanya jauh dan sangat jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan yang harus dibayar Jakarta.
Montreal hanya membayar nomination fees for the
City of Montreal sebesar C$151,000 atau setara Rp 1,7 miliar dan race fees
sebesar C$1,5 juta atau setara Rp 17 miliar, beber Anggara.
Masuk akalkah bila Jakarta harus membayar 560
miliar sementara untuk hal yang sama, Montreal hanya membayar 19,4 miliar saja?
Artinya, mereka benar-benar telah dibuat makin
telanjang bukan?
Lalu ketika kenapa yang sudah benderang tak juga
diproses hukum, untuk sementara waktu, itu kita lihat seperti konsep wong edan
ra katok'an seperti cerita Feli tadi saja dulu.
"Maksudnya?"
Bukankah Feli tadi bercerita bahwa ra katokan,
ngguya-ngguyu. Minta makan, juga cuma ngguya-ngguyu kan?
Kenapa kita tak mencoba berimajinasi bahwa mereka
yang bercerita betapa hebatnya team mereka hingga telah mampu menurunkan harga
dari 2,3 triliun menjadi hanya 659 miliar dan namun kini mulai merasa telanjang
tidak sedang sambil ngguya-ngguyu?
Ya, bagi yang waras, sulit untuk menerima logika
semacam itu.
"Trus atas alasan tak masuk akal itu mereka
tetap ga diproses?"
Kita lihat saja. Konon kabarnya KPK sedang mulai
berbenah. Bila ternyata data setelanjang itu masih dianggap tak cukup, wajib
kita bertanya adakah KPK justru tak sedang pamer bahwa dirinya juga telanjang?
Bila ya, sepertinya kita pun sudah saatnya harus
ikut ngguya-ngguyu.
"Wong apa sing uripe paling enak?" sekali
lagi Feli bertanya.
"Wong edan sing nganggo dasi (ODGJ berdasi)."
Jawab wong edan ra katok'an sambil nangis…
RAHAYU
No comments:
Post a Comment