Oleh:
Dahlan Iskan
Sabtu, 26 September
SETELAH vaksin Covid-19 ditemukan, ternyata kita
tidak boleh egois minta untuk divaksinasi duluan. Pun seandainya WHO sudah
mengumumkan vaksin buatan Tiongkok akan diizinkan beredar.
Padahal berita gembira itu belum
sepasti itu –meski pun kelihatannya akan menuju ke sana. Sampai-sampai sudah
membuat harga saham tiga perusahaan farmasi BUMN melejit tiba-tiba di bursa
saham Jakarta. Naik luar biasa: sekitar 30 persen. Yakni Indofarma, Kimia
Farma, dan Paphros.
Sedang saham perusahaan farmasi
swasta seperti Kalbe Farma tetap jalan di tempat.
Dan ilmuwan wanita India ini
tiba-tiba dapat simpati luas di Tiongkok –meski dua negara itu lagi bersitegang
di perbatasan.
Ilmuwan India itulah yang kemarin
disebut-sebut membuat pengumuman yang melegakan Tiongkok: WHO sudah
menyetujui vaksin buatan Tiongkok.
Padahal yang disampaikan Soumya
baru tahap harapan agar kalau nanti diizinkan baiknya Tiongkok membuka
kesempatan ke seluruh dunia untuk bisa mendapatkan vaksin tersebut.
Tapi ucapannya memang penuh
harapan. Apalagi ia ilmuwan senior di WHO.
Nama ilmuwan itu: Soumya
Swaminathan Yadav. Jabatannya: ilmuwan WHO. Dia tetap jadi ilmuwan WHO meski
baru pensiun sebagai pejabat tinggi di WHO.
Dia seorang wanita. Umur 60
tahun. Lahir di Chennai India. Satu keluarga ilmuwan semua. Bapak-ibunyi
pasangan sama-sama profesor. Kakak-adiknyi profesor. Suaminyi juga profesor.
Sebelum persetujuan itu
diumumkan, kini WHO harus mengatur kapan vaksinasi boleh dilakukan di
seluruh dunia.
Masing-masing negara tidak boleh
berebut duluan.
Itu menyangkut masalah strategi
pemberantasan pandemi sedunia. Agar Covid-19 lenyap dari muka bumi.
Prinsip ilmiahnya: vaksinasi itu
harus dilakukan serentak dalam waktu yang sama.
Kenapa kita tidak boleh berebut
duluan melakukan vaksinasi?
Itu karena daya tahan imunisasi
itu terbatas. Sekitar 1 tahun. Setelah itu imun kita terhadap Covid-19 habis.
Saat imun habis itu tidak boleh ada virus Covid-19 yang masih gentayangan di
dalam tubuh sebagian orang. Bisa jadi virus itu menyerang lagi dengan serangan
yang lebih ganas.
Demikian juga imun yang sudah
muncul setelah seseorang sembuh dari Covid-19. Mereka tidak imun selamanya.
Saya belum menemukan literatur berapa lama imunitas seseorang yang sembuh dari
Covid bisa bertahan. Ada yang bilang 3 bulan. Ada yang bilang 6 bulan. Mungkin
tergantung kondisi badan masing-masing. Ada orang yang ”boros” imun. Ada juga
yang ”hemat”. Pun ada yang saat terkena Covid imunnya muncul dalam jumlah
besar. Ada yang kemunculan imunnya tidak banyak.
Manusia begitu dibuat
berbeda-beda.
Tapi dalam hal imunisasi Civid-19
ini semua harus taat pada aturan bersama –yang dibuat WHO.
Ada istilah yang bisa menyadarkan
kita untuk tidak egois: kita ini akan berenang bersama atau tenggelam bersama.
Kalau sebagian dari kita
melakukan vaksinasi duluan, kelihatannya kita hebat: tetap bisa berenang menuju
pantai. Sedang yang lain tenggelam. Tapi akhirnya kita akan tenggelam juga
sebelum sampai di pantai.
Vaksinasi harus bersamaan waktu.
Tentu tidak harus di tanggal dan jam yang sama. Setidaknya dalam satu kurun.
Misalnya, harus selesai seluruh dunia dalam waktu 1 tahun.
Gerakan vaksinasi sudah harus
selesai mencapai 70 persen penduduk tiap-tiap wilayah sebelum kelompok yang
pertama divaksinasi kehabisan imunitasnya.
Masalahnya begitu jelas: dari
mana negera miskin bisa beli vaksin untuk setidaknya 70 persen penduduknya.
Kali ini negara kaya tidak bisa
mentang-mentang kaya. Itulah sebabnya semua teman saya di Tiongkok belum ada
yang vaksinasi. Padahal, semula, saya menduga mereka akan vaksinasi duluan.
WHO sudah mendata: ada 92 negara
yang tidak mampu membeli vaksin. Kalau mereka dipaksa untuk membeli vaksin,
bisa-bisa mereka mati duluan sebelum vaksin tiba: mati kelaparan.
Yang mampu mandiri hanya 80
negara. Tiongkok, Rusia, Amerika sudah menyatakan bisa beli sendiri. Tentu juga
Indonesia?
Untuk 92 negara miskin tersebut
diperlukan dana 15 miliar dolar. Sekitar Rp 20.000 triliun. Dana yang ada di
WHO baru terkumpul 3 miliar dolar.
Sekaya-kaya Bill Gate,
sumbangannya hanya cukup untuk membeli 300 juta unit.
Padahal sebelum jatah untuk
negara-negara miskin tersebut tersedia, vaksinasi tidak bisa dimulai.
Ups… Ini yang tidak kita
bayangkan sebelumnya. Tapi ini juga sekaligus membuat kita untuk lebih sabar.
Kita ingin bisa berenang bersama.
Entahlah kalau Donald Trump
–yang memutuskan Amerika keluar dari WHO– akan berenang sendirian, menuju
Wuhan.
No comments:
Post a Comment