MACAM-MACAM
VAKSIN
1.
Vaksin Sinovac
Vaksin corona yang bernama
CoronaVac diproduksi oleh Sinovac Life Science, perusahaan farmasi swasta yang
berbasis di Beijing, China. Harga vaksin Sinovac diperkirakan sekitar Rp200
ribu perdosis, sesuai keterangan Dirut PT Bio Farma Honesti Basyir pada
pertengahan Oktober 2020 lalu.
Dokumen persetujuan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin
penggunaan pada kondisi darurat yang diterbitkan BPOM RI, menyatakan vaksin
Sinovac bisa digunakan buat orang usia 18-59 tahun.
Sejauh ini, selain Indonesia,
sejumlah negara lain yang sudah memesan vaksin ini di antaranya: Brasil, Turki,
Singapura, Filipina, Ukraina, Thailand, dan Cile.
CoronaVac dikembangkan dengan menggunakan platform inactivated viruses,
atau virus yang sudah dilemahkan. Jadi, vaksin Sinovac bekerja dengan cara
menggunakan partikel virus yang dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan
tubuh terhadap virus tanpa risiko respons penyakit serius.
Uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac sudah dilakukan di Brasil, Turki, dan
Indonesia. Kepala Badan POM, Penny Lukito sudah menyatakan bahwa hasil klinis
vaksin Sinovac di Bandung menyimpulkan ia memiliki tingkat efikasi (kemanjuran)
mencapai 65,3 persen.
BPOM juga mempertimbangkan hasil uji klinik 3 di Turki yang menyimpulkan
vaksin Sinovac punya efikasi 91,25 persen. Sementara hasil uji klinik fase 3 di
Brasil menunjukkan efikasi vaksin Sinovac sebesar 78 persen. Ini berarti
efikasi vaksin ini jauh di atas batas minimal menurut ketentuan Badan Kesehatan
Dunia (WHO), yakni 50 persen.
Namun, laporan terbaru dari Brasil, seperti diwartakan BBC pada Rabu (13/1/2021), memperbarui
keterangan mengenai efikasi vaksin Sinovac, menjadi 50,4 persen. Peneliti di
Butantan Institute (lembaga riset negara di Brasil yang terlibat dalam proses
pengujian CoronaVac) menyebut bahwa efikasi 78 persen belum memasukkan data
dari relawan dengan kasus gejala ringan yang tak butuh perawatan.
Namun, mereka menegaskan, vaksin Sinovac memiliki tingkat efektivitas 78
persen untuk mencegah kasus Covid-19 dengan gejala ringan yang memerlukan
perawatan, dan sepenuhnya efektif mencegah kasus sedang hingga berat.
2. Vaksin Sinopharm
Sinopharm adalah perusahaan milik pemerintah
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan saat ini tengah mengembangkan dua jenis
vaksin corona.Satu vaksin dikembangkan oleh Beijing Institute of Biological
Products, dan vaksin lainnya dikembangkan oleh Wuhan Institute of Biological
Products.Pada uji klinis tahap 1 dan 2, kedua vaksin tersebut menunjukkan efek
yang baik untuk mencegah Covid-19, karena hanya menimbulkan sedikit efek
samping ringan pada beberapa peserta uji coba. Selain itu, keduanya terbukti
berhasil memicu terbentuknya antibodi untuk melindungi tubuh dari virus SARS
CoV-2.Lebih lanjut, Sinopharm tengah melakukan uji klinis tahap 3 di beberapa
negara seperti Maroko, Peru, dan Uni Emirat Arab (UAE).
Virus corona buatan Sinopharm dibuat
menggunakan bahan baku atau metode virus infaktif. Artinya, di dalam vaksin
tersebut terdapat virus penyebab Covid-19 yang sudah dilemahkan atau dibuat
tidak aktif, sehingga tidak akan memicu infeksi, tapi tetap bisa memicu respons
dari sistem kekebalan tubuh.Saat vaksin tersebut masuk ke tubuh, maka sistem
imun akan mengenali virus-virus tersebut sebagai penyebab penyakit, sehingga
akan membentuk suatu kekebalan terhadap Covid-19.Proses pembuatan vaksin
menggunakan metode ini juga sebelumnya dipakai untuk vaksin-vaksin yang
sekarang sudah kita kenal, seperti vaksin hepatitis A, vaksin flu, vaksin rabies,dan vaksin polio suntik.
Pada hasil uji klinis tahap 3 yang dilakukan
di Uni Emirat Arab, vaksin Sinopharm buatan Beijing disebut memiliki tingkat
efektivitas sebesar 86%. UAE memang menjadi salah satu negara yang menjalankan
uji klinis vaksin asal RRT ini.Dimulai pada bulan Juli 2020, uji klinis tahap 3
ini dilakukan kepada 31.000 orang sukarelawan dari 125 negara, termasuk warga
negara Indonesia yang tinggal di UAE.Vaksin Sinopharm sudah mendapatkan izin
penggunaan darurat di UAE pada bulan September lalu dan diberikan kepada kurang
lebih 100.000 orang di negara tersebut.
3.
Vaksin Pfizer
Uji Klinis 3 terhadap vaksin Pfizer telah dilakukan dengan melibatkan
43.448 orang yang berusia 16 hingga
lebih dari 55 tahun (45 persen berusia 56-85 tahun).
Puluhan ribu relawan itu tersebar di AS, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil,
dan Argentina. Sebelumnya, uji klinis fase 2 vaksin ini dilakukan di AS dengan
30 ribu relawan berusia 18-85 tahun.
Mengutip The New
York Time, hasil uji
klinis 3 menunjukkan bahwa vaksin Pfizer memiliki tingkat efikasi mencapai 95 persen. Untuk mencapai tingkat efikasi itu,
vaksin Pfizer harus disuntikkan d kali dengan interval 3 pekan. Distribusi
vaksin ini memerlukan ruang penyimpanan dengan suhu -70 derajat celcius.
Berdasarkan
pantauan Financial
Times, vaksin
Pfizer/Biontech telah diizinkan penggunaannya oleh Inggris, AS, Uni Eropa, Kanada, Bahrain, Arab Saudi dan 40an negara
lainnya. Persetujuan dari Inggris, AS, dan Uni Eropa terbit pada Desember
2020, tetapi sebelum ada keputusan dari WHO.
Pfizer dan Biontech menargetkan, hingga akhir 2021, produksi vaksin
Comirnaty akan mencapai 1,3 miliar dosis. Harga
vaksin Pfizer diperkirakan
mencapai 20 dolar AS per dosis.
Harga vaksin ini jauh lebih mahal, dari vaksin AstraZeneca misalnya, yang 4
dolar AS per dosis.
4.
Vaksin Moderna
Vaksin bernama resmi mRNA-1273
dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi yang berbasis di Boston, AS, yakni
Moderna. Vaksin ini dikembangkan dengan metode mRNA, sama seperti Pfizer. Uji
klinis fase 3 vaksin Moderna telah dimulai pada Juli 2020 dengan melibatkan 30
ribu relawan.
Dengan tingkat efikasi mencapai
94,5 persen, vaksin Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada 18 Desember 2020.
Pada awal Januari lalu, Moderna
telah menyuplain 18 juta dosis vaksin untuk kebutuhan AS. UEA vaksin Moderna
juga telah diterbitkan oleh Uni Eropa, Israel, Swis, dan Inggris.
Harga vaksin Moderna diperkirakan sekitar 25-37 dolar AS atau Rp354
ribu-Rp524 ribu per dosis. Vaksin Moderna perlu disuntikkan 2 dosis dengan
interval 4 pekan. Vaksin ini bisa bertahan di suhu minus 20 derajat celcius
selama 6 bulan.
Moderna menargetkan memproduksi 600 juta sampai 1 miliar dosis vaksin
pada 2021. Produksi vaksin Moderna dilakukan di AS, Swis, dan Spanyol, demikian
dilaporkan Financial
Times.
5.
Vaksin Novavax
Novavax mengembangkan vaksin
corona bernama resmi NVX-CoV2373. Perusahaan bioteknologi yang berbasis di
Maryland, AS tersebut belum mengumumkan data terkait efikasi vaksinnya.
Usai mendapat hasil yang
menjanjikan dari studi pendahuluan ke monyet dan manusia, Novavax meluncurkan
uji coba Fase 2 dengan 2.900 relawan di Afrika Selatan pada Agustus 2020.
Sebulan berikutnya, Novavax
menggelar uji fase 3 yang melibatkan 15.000 relawan di Inggris. Uji coba di
Inggris diharapkan memberikan hasil pada awal 2021. Uji coba fase 3 vaksin
Novavax juga dimulai pada akhir Desember 2020 di AS, dengan melibatkan 30 ribu
relawan.
Pada September 2020, Novavax
membuat kesepakatan dengan Serum Institute of India, produsen vaksin besar
kelas dunia, yang memungkinkan mereka memproduksi 2 miliar dosis per tahun.
Jika uji klinis 3 vaksin buatan
Novavax berhasil, perusahaan ini bisa menyuplai 100 juta dosis untuk AS pada
2021. Kesepakatan lain juga telah mereka buat dengan Inggris dan Australia.
6. VAKSIN ASTRAZENECA
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi
Sadikin menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian
pembelian vaksin
COVID-19 yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca.
Dosis yang dibeli diketahui sebanyak 50 juta dosis vaksin.
"Progres
yang signifikan berupa penandatanganan perjanjian pembelian 50 juta dosis
vaksin AstraZeneca oleh Bio Farma," kata Menkes Budi dalam siaran langsung
Konferensi Pers Perkembangan Vaksin COVID-19 di kanal Youtube Kemenkes, Rabu
(30/12/2020).
Berdasarkan
kesepakatan tersebut, vaksin COVID-19 yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca
tersebut, diperkirakan akan tiba di Indonesia sekitar kuartal II 2021.
Selain
vaksin AstraZeneca, Menkes Budi juga menyebutkan telah mengamankan sebanyak 50
juta dosis vaksin Corona Novavax. Pembelian kedua
vaksin ini disebut akan cukup untuk memberikan produk yang nantinya akan
digunakan oleh masyarakat.
Terkait
pengadaan vaksin, Menkes Budi mengatakan tahap pertama ditargetkan selesai
dalam dua hingga tiga pekan ke depan. Setelah itu, pendistribusian vaksin akan
dilakukan ke seluruh Indonesia.
"Tahap
2 bagaimana memikirkan distribusi vaksin ke seluruh pelosok Indonesia untuk
bisa diberikan ke tenaga kesehatan, tenaga publik dan seluruh masyarakat
Indonesia," jelasnya.
7. VAKSIN JOHNSON & JOHNSON
Perusahaan farmasi AS Johnson & Johnson memulai uji coba tahap akhir
vaksin virus corona pada Senin (16/11/2020). Uji coba tahap 3 yang dilakukan di
Inggris ini menargetkan 6.000 sukarelawan. Sementara sisanya akan bergabung
dari negara lain dengan kasus Covid-19 yang tinggi seperti Amerika Serikat,
Belgia, Kolombia, Perancis, Jerman, Filipina, Afrika Selatan, dan Spanyol.
Pengujian dilakukan untuk rejimen dua dosis vaksin Covid-19 eksprerimental dan
mengevaluasi potensi manfaat tambahan terkait durasi perlindungan dengan dosis
kedua.
Perusahaan obat Amerika Serikat ini berencana
mendaftarkan hingga 30.000 peserta untuk penelitian dan menjalankannya secara
paralel dengan uji coba satu dosis yang melibatkan 60.000 sukarelawan mulai
September lalu. Sukarelawan akan diberikan dosis pertama yang terdiri dari
plasebo dan suntikan vaksin yang diberi nama Ad26COV2 itu. Kemudian setelah 57
hari, sukarelawan akan diberikan dosis kedua atau plasebo. Uji coba yang
dilakukan kali ini mengikuti hasil positif dari studi klinis tahap awal hingga
pertengahan yang sedang berlangsung dari perusahaan. Studi awal menunjukkan
satu dosis kandidat vaksin memicu respons imun yang kuat dan secara umum dapat
ditoleransi dengan baik. "Studi ini akan menilai kemanjuran vaksin yang
diteliti setelah dosis pertama dan kedua untuk mengevaluasi perlindungan
terhadap virus corona dan potensi tambahan untuk durasi perlindungan dengan
dosis kedua," tulis J&J dalam keterangan resminya seperti dikutip dari
Reuters, (16/11/2020).
8.
VAKSIN GAMALEYA
Pusat
Epidemilogi & Mikrobiologi Nasional Gamaleya merupakan institusi Rusia
terkemuka di dunia yang berdiri sejak tahun 1891
Institusi
ini mengelola satu “Perpustakaan Virus”
di dunia dan memiliki memiliki fasilitas produksi vaksin sendiri. Pusat Riset
Gamaleya baru-baru ini menerima hak paten internasional untuk memproduksi
vaksin Ebola dengan menggunakan vektor adenovirus
UJI KLINIS
Vaksin
Covid-19 yang digunakan telah menerima sertifikat pendaftaran dari Kementrian
Kesehatan Rusia dan di bawah undang-undang kedaruratan yang dapat diterapkan dalam masa pandemi Covid-19 untuk melakukan vaksinasi
warga Rusia
Sebelum
proses uji klinis dimulai, vaksin Gamaleya telah melalui semua tahapan
uji-preklinis pada jenis-jenis binatang percobaan yang berbeda, termasuk 2
jenis primata
Uji
klinis vaksin tahap 1 dan 2 telah selesai pada tangal 1 Agustus 2020. Semua
responden merasa baik, tanpa adanya efek samping yang tidak diharapkan. Vaksin
terbukti mendorong terbentuknya antibody dan imunitas sel yang kuat.
Tak
ada satupun relawan darl uji klinis ini terinfeksi oleh Covid-19 setelah
mendapat suntikan vaksin. Efektifitas yang tinggi dari vaksin ini telah
dikonfirmasi melalui test antibody dalam darah para relawan dengan akurasi yang
tinggi. (Termasuk satu analisa untuk antibodi yang menetralisir virus corona).
Selain itu, juga dipastikan adanya kemampuan dari sel-sel imun dalam tubuh
relawan menjadi aktif sebagai respons terhadap adanya Spike Protein-S dari
virus corona. Ini menunjukkan bahwa baik pembentukan antibody maupun kekebalan
selular telah timbul.
Uji
klinis post-registrasi yang dilakukan pada lebih dari 40.000 relawan di Rusia
dan Belarusa di luncurkan pada tanggal 25 Agustus 2020. Beberapa negara seperti
UAE, India, Venezuela, Mesir and Brazil akan berpartisipasi dalam uji klinis
Sputnik-V di negaranya masing-masing. Vaksin Covid-19 yang digunakan telah
menerima sertifikat pendaftaran dari Kementrian Kesehatan Rusia pada tangga 11
Agustus dan di bawah undang-undang kedaruratan yang diterapkan dalam masa
pandemi Covid-19 dapat digunakan untuk melakukan vaksinasi warga Rusia.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi vaksin ini di Rusia maupun secara
global
Bahan unik
dalam Sputnik-V dan metoda penggunaannya memiliki perlindungan hak paten di
Rusia yang diberikan kepada Institut Riset
Epidemiologi dan Mikrobiolgi Nasional Gamaleya