Rabu 06 May 2020
Oleh :
Dahlan Iskan
Didi Kempot
saat bertemu DI's Way dan istri di Surabaya
Obituari
terbaik untuk almarhum Didi Kempot adalah yang dibuat Jaya Suprana. Bentuknya:
permainan piano --alat musik yang paling dikuasainya.
Di
depan piano milik Ayla itu Pak Jaya memainkan lagu Didi Kempot yang paling top
saat ini: Pamer Bojo. Ayla merekamnya diam-diam --lihatlah sendiri hasilnya.
Didi
Kempot adalah raja campursari Indonesia --terbaik di dunia. Jaya Suprana adalah
raja piano Indonesia --yang sering melanglang buana.
Jadinya
unik: lagu campursari yang milik rakyat itu dimainkan di piano yang sangat
elite.
Itu
karena Pak Jaya --bos Jamu Jago dan Museum Rekor Indonesia-- sangat mengagumi
Didi Kempot - -di samping tetap mengagumi pemusik klasik Beethoven dan
sekelasnya.
Saya
sering mengikuti tulisan Pak Jaya. Yang belakangan sangat produktif itu. Tidak
hanya sekali Pak Jaya mengulas musik Didi Kempot. Berkali-kali. Pertanda Pak
Jaya sangat mengapresiasi raja campursari itu.
Pernah
Pak Jaya menulis khusus mengenai lagu Pamer Bojo. Ia bahas syairnya yang
menyayat-nyayat hati. ”Begitu dalam makna syair lagu itu,” tulisnya.
Sampai
membuat Pak Jaya mbrebes mili.
Maka
begitu mendengar Didi Kempot meninggal dunia Pak Jaya syok. ”Saya lebih pantas
meninggal lebih dulu,” katanya pada saya.
Setelah
kesedihannya reda, Pak Jaya menuju piano. Di rumah Ayla di Jakarta itu memang
ada sebuah piano besar. Itu piano kuno. ”Type-nya pun saya sudah lupa. Sudah
terhapus,” ujar Pak Jaya merendah. ”Piano ini juga tidak pernah distem ulang.
Biarlah. Biar nadanya lebih merakyat,” guraunya.
Saya
putar tiga kali Pamer Bojo versi Pak Jaya itu. Pikiran saya melayang ke
mana-mana: ke panggung-panggung bersama sang raja di kala belum jadi maharaja
seperti sekarang. Juga ke Prapatan Sleko --satu lagunya tentang sebuah
perempatan terkenal di kota Madiun. Yang saya (bersama istri) diminta sebagai
bintang video clip-nya.
Kenangan
saya juga ke pedesaan di pelosok Ngawi. Khususnya ke Desa Majasem. Yakni sebuah
desa di lereng timur Gunung Lawu. Di Kecamatan Kendal yang terpencil.
Saya
sering ke desa-desa sekitar Majasem. Saya punya keluarga di dekat situ. Di desa
Majasem inilah Didi Kempot dimakamkan kemarin sore.
Apa
hubungan Didi Kempot dengan Desa Majasem?
Itulah
desa istrinya: Hj Saputri. Yang memberi pasangan ini dua anak --dua-duanya
meninggal saat masih kecil. Lalu mengambil anak angkat dari lingkungan keluarga
sendiri. Anak ini pernah jadi korban bully habis-habisan. Yang akhirnya
dijelaskan bahwa ia memang anak angkat --tapi sudah dianggap anak sendiri.
Didi
Kempot bertemu sang istri di Jakarta. Waktu itu Didi masih sangat sulit.
Saputri anak orang berpunya --untuk ukuran desa.
Setelah
nikah, pasangan ini tinggal di Majasem. Sang istri tidak pernah mau diajak
pindah ke Solo, ke kampung Didi. Maka Didi Kempot-lah yang pulang-pergi
Solo-Majasem.
Ketika
belakangan Didi Kempot sudah laris, rumah sang istri itu dipugar. Menjadi rumah
yang termegah di desa itu. Adanya jalan tol Ngawi-Solo membuat jarak Majasem ke
Solo tinggal 1 jam --dengan mobil.
Mendengar
Pamer Bojo versi piano itu saya juga ingat Pamer Bojo versi Tiara –runner-up
Indonesian Idol RCTI tahun ini. Di grand final Tiara menyanyikan Pamer Bojo-- dipopkan.
Lihatlah Pamer Bojo Tiara di YouTube: yang menonton 26 juta orang!
Tentu
sudah terlalu banyak yang mengulas kehebatan lagu-lagu Didi Kempot. Tapi saya
tetap tidak bisa menjawab: mengapa sejak dua tahun lalu Didi Kempot begitu
diidolakan di kampus-kampus. Para mahasiswa --di mana pun-- begitu gilanya ke
lagu-lagu Didi Kempot. Yang semua berideologi patah hati, hancur batin, dan
siksa perasaan. Begitu banyaknyakah mahasiswa yang patah hati -- lalu merasa
terwakili oleh lagu seperti Pamer Bojo?
Saya
ingat pertunjukan 4 bulan lalu di Surabaya. Didi Kempot diundang oleh Unesa
(d/h IKIP Surabaya). Saya diundang juga untuk hadir. Begitu gila para mahasiswa
di konser itu. Mereka tumplek bernyanyi bersama, berjingkrat,
berjirolupatmonemtuwolu dan bertakgintakgintak bersama sang raja.
Sebelum
acara dimulai saya diminta ke balik panggung. Baku kangen. Saya pun sempat
saling cipika-cipiki. Demikian juga istri saya. Itulah pertemuan terakhir saya
dengan sang raja.
Saya
juga kaget Didi Kempot begitu cepat meninggal dunia. Di usianya yang baru 53
tahun.
Tapi
lagu-lagunya akan tetap abadi. Stasiun Balapan Solo, Cidro, Prapatan Sleko,
Perawan Kalimantan, dan terutama Pamer Bojo tidak akan pernah terlupakan.
Saya
pun, setiap pagi, masih akan terus senam-joget lagu Pamer Bojo. Tentu dengan
gerakan yang asyik.
Maafkan,
Didi. Saya tidak bisa main piano. Saya hanya akan terus mengabadikanmu di
senamku.(Dahlan Iskan)
https://www.disway.id/r/923/lord-didi
No comments:
Post a Comment