Selamat Jalan Didi Kempot, ”The Godfather of Broken Heart”
Karena bersemangat bertemu sang idola
Didi Kempot, pidato Wakil Presiden Jusuf Kalla di dalam tidak mereka hiraukan.
Yang penting habis ini nyanyi lagu ”Cidro”!
Oleh: SEKAR GANDHAWANGI
5 Mei 2020 09:26 WIB
Didi Kempot, penyanyi campursari,
yang belakangan dinobatkan sebagai, "The
Godfather of Broken Heart”, telah berpulang, Selasa (5/5/2020) di Solo,
Jawa Tengah. Berpulangnya Didi Kempot, yang merintis karir dari bawah sebagai
pengamen jalanan, sungguh mengejutkan.
Hari Sabtu
(11/4/2020) malam, Didi Kempot masih sempat menggelar ”Konser Amal dari Rumah
Live” bersama KompasTV. Hasilnya dashyat. Terjaring donasi sebesar Rp
7.641.046.346 yang kemudian disalurkan untuk meringankan beban hidup masyarakat
akibat pandemi Covid-19.
Berikut ini,
digulirkan kembali arsip Harian Kompas, yang memotret kebangkitan kembali Didi
Kempot setahun terakhir ini. Selamat jalan, Mas Didi Kempot, "The
Godfather of Broken Heart”.
Semua berawal dari
Twitter. Video saat seniman campursari Didi Kempot (52) manggung di Taman
Balekambang, Solo, Jawa Tengah, mendadak viral pada Juni 2019. Didi Kempot kini
digandrungi banyak anak muda, terutama mereka yang patah hati.
Tak lama berselang
dari penampilan di Balekambang, video Didi saat manggung di acara Ngobam
(Ngobrol Bareng Musisi) di kanal Youtube Gofar Hilman, Juli 2019, juga viral.
Video itu menampilkan seorang pemuda berkaus hitam di baris terdepan yang
menunduk sambil misuh. Makian ia lontarkan saat lagu ”Kalung Emas” dinyanyikan.
Sambil terkekeh, Didi berseru, ”Kelingan iki!”
Lagu itu mungkin
membuka kembali memori si pemuda dengan entah siapa. Bisa jadi orang yang
(pernah) ia cintai. Soalnya, lagu ”Kalung Emas” berkisah tentang cinta yang
luntur lalu terlupa. Isinya tentang hati yang nelangsa setelah ditinggal pergi
si cinta. Pokoknya, lirik lagunya sedih.
Setelah dihibur
penonton lain di sebelahnya, pemuda itu lanjut menyanyi. Dengan setengah
berteriak dan tertunduk-tunduk, ia berseru, ”Loro atiku, atiku kelaran loro.
Rasaning nganti tembus ning dhodho.” Jika diartikan, penggalan lirik itu
berarti: Sakit hatiku, hatiku sakit sekali. Rasanya hingga menembus dada.
Video tersebut
menyebar dengan cepat di dunia maya. Sejumlah remaja patah hati ramai-ramai
muncul, curhat, dan berbagi simpati. Atas jasanya sebagai wakil pasukan patah
hati, Didi Kempot dijuluki ”The
Godfather of Broken Heart” atau Bapak Patah Hati Nasional. Ia juga diberi
gelar ”Lord Didi” oleh mereka. Saat
itu, nama Didi Kempot menjadi topik terpopuler di Twitter.
”Sad bois-sad girls”
Entah sejak kapan
para penggemar Didi Kempot menamai dirinya sad bois dan sad girls. Sad bois
ditujukan untuk penggemar lelaki, sedangkan sad girls untuk perempuan. Keduanya
sama-sama representasi dari orang-orang yang sedih karena patah hati.
Munculnya sad bois
dan sad girls seakan membawa kita kembali ke awal tahun 2000-an, zaman ketika
anak muda punya cara lain untuk menunjukkan emosi. Beberapa pemuda kala itu
menyebut dirinya emo. Para emo biasanya diasosiasikan dengan kesuraman, baju
gelap, wajah tertutup rambut, eyeliner tebal, hingga ungkapan pesimistis akan
hidup.
Secara garis besar,
sad bois-sad girls dan emo memang berbeda, baik dari segi tampilan maupun cara
berekspresi. Namun, fenomena sad people ini menunjukkan anak muda tidak lepas
dari gejolak emosi. Pada masa sulit seperti patah hati, yang diinginkan anak
muda ialah berekspresi tanpa dihakimi. Kata Didi Kempot, patah hati bisa
dirayakan sambil joget.
Selasa (23/7/2019)
malam, ratusan sad bois dan sad girls menunggu di luar gedung Dewan Pengurus
Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jakarta. Lord Didi disebut akan tampil
pada acara Harlah Ke-21 PKB.
Saking semangatnya
bertemu sang idola, sad people lantas menyerukan yel-yel untuk Didi dari luar
gedung. Pidato Wakil Presiden Jusuf Kalla di dalam tidak mereka hiraukan. Yang
penting habis ini nyanyi lagu ”Cidro”!
Pidato Wakil
Presiden Jusuf Kalla di dalam tidak mereka hiraukan. Yang penting habis ini
nyanyi lagu ”Cidro”!
Kesabaran sad
people akhirnya berbuah manis. Setelah sekitar sejam berdesak-desakan di luar
gedung, mereka akhirnya diberi izin masuk. Ratusan orang pun merangsek masuk ke
dalam area DPP PKB dengan gembira.
Ada yang masuk
sambil menggandeng erat tangan temannya agar tidak terpisah, ada juga yang
pasrah terbawa kerumunan. Area depan panggung penuh dalam sekejap. Saking
banyaknya penonton yang datang, ratusan orang harus rela menonton dari luar.
Didi lalu naik ke
panggung dengan batik hijau. Rambutnya diikat ke belakang. Wajahnya cerah melihat
”anak-anaknya” duduk anteng di barisan depan. Anak-anaknya yang lain berdiri
sambil mengelukan nama Didi. Beberapa dari mereka menyanyikan kalimat yang
mereka buat sendiri, bunyinya, ”Didi Kempot is wonderful. Didi Kempotis
wonderful”.
Tak butuh waktu
lama, Didi segera menuntaskan dahaga penonton dengan sejumlah tembang andalan.
Lagu yang ia nyanyikan antara lain ”Stasiun
Balapan”, ”Sewu Kuto”, ”Suket Teki”, ”Cidro”,
”Kalung Emas”, dan ”Banyu Langit”.
Sad bois dan sad
girls bak bertemu oase saat Didi mulai bernyanyi. Mereka mengangkat tangan,
menyanyi, joget, bertepuk tangan, dan mengunggah momen ini di Instagram.
Prinsipnya, semakin kental nuansa patah hatinya, semakin kencang pula tepuk
tangan penonton.
Semakin kental
nuansa patah hatinya, semakin kencang pula tepuk tangan penonton.
Antusiasme
bernyanyi bareng Didi Kempot dirasakan penonton, bahkan mereka yang tidak
mengerti lirik berbahasa Jawa. Di tengah kerumunan, seorang penonton perempuan
mengaku tak paham bahasa Jawa kepada temannya. Walau begitu, ia tetap semangat
menyaksikan penampilan laki-laki asal Solo itu dan ikut bernyanyi.
Di sisi lain dari
kerumunan, seorang penonton laki-laki bercerita kepada penonton lain bahwa ia
datang dari Tangerang untuk menonton Didi. Ia tidak paham benar bahasa Jawa,
tetapi akrab dengan lagu-lagu seniman campursari itu. Orangtuanya yang berasal
dari Tanah Jawa kerap menyetel lagu Didi saat ia kecil.
Kembali jaya
Anak muda yang
menyukai lagu campursari bisa dibilang fenomena baru. Campursari selama ini
populer di kalangan orang Jawa dan lekat dengan stigma ”lagu orang hajatan”.
Campursari, buat sejumlah milenial, dinilai tidak kekinian. Karena itu,
hadirnya sad bois dan sad girls seakan menjadi negasi dari kubu milenial gaul.
Didi menjawab
sambil tertawa, ”Mukanya bersih-bersih dan masih polos-polos.”
Didi mengatakan,
penontonnya saat manggung di Taman Balekambang, Juni 2019, berbeda dari
penonton yang biasanya ia lihat. Ia menebak penontonnya itu adalah cah-cah
pinter (anak-anak pintar). Itu terlihat dari gaya mereka yang tenang dan
atentif saat menonton.
Saat ditanya dari
mana asalnya tebakan bahwa yang menonton pertunjukannya adalah anak-anak
pintar, Didi menjawab sambil tertawa, ”Mukanya bersih-bersih dan masih
polos-polos.”
Terkait panggilan
”The Godfather of Broken Heart”, Didi menanggapinya dengan santai. Menurut dia,
itu adalah salah satu bentuk spontanitas anak muda. Walaupun lagu-lagunya
termasuk tembang lawas, ia senang karyanya masih bisa mewakili perasaan anak
muda zaman sekarang.
Nama Didi Kempot
dikenal publik sebagai salah satu seniman campursari terbaik. Karya-karyanya
dikenal luas tahun 1990-an. Lagunya tidak hanya populer di Indonesia, tetapi
juga di Suriname dan Belanda. Saking populernya, ia selalu disambut setiap kali
bertandang ke Suriname. Perdana menteri setempat pun tidak pernah absen menemui
Didi.
Dahulu, Didi Kempot
yang bernama asli Didi Prasetyo ini identik dengan belangkon dan rambut panjang
keriting yang terurai. Seiring berjalannya waktu, penampilan Didi tidak banyak
berubah. Karya-karyanya pun konsisten pada ranah musik campursari yang
memadukan tangga nada diatonik dan pentatonik.
Tahun 2019 bisa
dibilang kembalinya salah satu legenda campursari Indonesia. Kejayaan musik
campursari yang pernah dipegang almarhum Manthous kini dipegang Didi.
Buat Didi, hadirnya
sad bois dan sad girls merupakan semangat baru buat masa depan musik
campursari. Dengan kekuatan dan kemampuan yang ia punya, Didi bertekad untuk
terus berkarya. Didi Kempot is indeed wonderful.
No comments:
Post a Comment