Langkah kecil sebagai pijakan menuju Indonesia Raya
Sama dengan orang memilah sampah,
selalu aduk dan aduk. Demikian pula bila sampah memenuhi mulut, mereka
senang dengan mengaduk aduk.
Rasisme seharusnya tak lagi
memiliki ruang dalam benak kita. Terlalu kuno. Terlalu jauh dari nilai logis
untk menjadi perdebatan dalam ruang pikiran kita.
Ingat narasi Presiden saat Uni
Eropa ingin menggugat Indonesia ke WTO atas larangan ekspor nikel dalam bentuk
ore? "Siapkan lawyer terbaik..!!" Itu jawaban Presiden. Jawaban logis
dari pernyataan logis yang dilontarkan oleh EU.
Itu dulu. Dulu para petinggi EU
berpikir bahwa masalah hukum diselesaikan melalui jalur hukum. Kita dapat
berdebat disana.
Namun para kapitalis itu sangat
paham bahwa berbiaya hukum akan sangat mahal. Disisi lain, mereka mengerti
bagaimana mentalitas para politisi Indonesia. Mentalitas para politisi yang
berseberangan dan apalagi birokrat yang sakit hati karena sudah tak terpakai.
Menyewa mulut penuh sampah para
oposan dan mantan birokrat dalam barisan sakit hati yang pernah dipecat
berbiaya murah sekaligus akan berdampak besar. Mereka akan terima hasil lebih
besar daripada apa yang mereka beli. Ya.., mereka mendapatkan ember dengan
harga gayung.
Bukan tentang nasionalisme para
oposan ini berikhtiar, ini tentang kekuasaan yang ingin direbutnya..! Bukan
tentang bagaimana birokrat seharusnya mengabdi pada negara, ini selalu tentang
berapa banyak uang ingin mereka timbun.
Dalam revisi Undang-Undang Nomor
4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, smelter adalah
kewajiban. Jokowi sebagai Presiden hanya menjalankan amanat undang undang dan
kini dia harus bertempur dengan EU karena itu. Salahkah?
EU tak mau berinvestasi dan
membuat smelter dengan banyak alasan. Mereka hanya ingin beli barang mentah.
Mereka menggugat ke WTO atas UU yang dubuat pada era SBY yang kini dijalankan
oleh Jokowi.
Mempersiapkan dan membangun
smelter dinilai lebih mahal daripada menggugat produk UU negara kita di WTO,
dipilihlah gugatan ke sana.
Membuat efek dramatis seolah akan
membuat takut seorang Jokowi dengan ancaman dan larangan ekspor sawit ke
Eropa, justru efek yang sama didapat dari bagaimana ekspresi kaget mereka
ketika Jokowi menjawab "ga mau beli ya ga apa-apa..., saya makan
sendiri..!" dan disel B30 menampar kemustahilan EU.
Pada sisi lain, China melihat
dengan cara berbeda. China melihat tantangan Indonesia bukan sebagai hambatan,
namun sebagai peluang.
Mereka tahu bahwa masa depan adalah lithium, maka
diambilah peluang itu. Tidak ada hal politis disana. Ini murni masalah bisnis
dan bisnis adalah tentang untung dan rugi.
China menawarkan diri menjadi
investor. China siap menginvestasikan miliaran dolar bukan hanya demi smelter,
bahkan pabrik baterai mobil, sekaligus pabrik besi dan turunannya dibangun
disana.
Apa yang akan terjadi? Dalam
waktu singkat saja, produk unggulan Eropa yakni besi nirkarat atau stainless
steel akan mendapat saingan dari Indonesia.
Bahan baku baterai yakni nikel
akan hilang dari Eropa, padahal kebutuhan mereka sedang sangat tinggi akibat
trend mobil listrik yang kini jadi primadona di Amerika dan Eropa.
Tiba-tiba muncul pabrik baterai
mobil bertehnologi tinggi di Morowali. Investasi dan alih tehnologi dari China
akan mendongkrak posisi Indonesia menjadi pusat industri mobil listrik dunia.
Morowali akan menjadi bagian dari
salah satu kota prestisius dunia. Bangga?
“Haruskah barat marah?"
Kedigdayaan adalah soal
keunggulan dalam banyak bidang. Kedigdayaan barat sedikit demi sedikit sedang
tergerus. Superioritas mereka dalam banyak hal secara perlahanpun sedang
beralih ketimur dimana Indonesia adalah salah satunya.
Nikel sang calon primadona dunia
sebagai lithium dalam baterai adalah tentang bagaimana energi bersih tersimpan.
Bukankah energi bersih adalah tentang masa depan? Ya.., kesanalah dunia sedang
berjalan.
Secara bersama masyarakat dunia
sedang bergerak menuju tempat yang lebih baik dan bersih. Energi fosil yang
dianggap kotor secara perlahan ditinggalkan. Mereka melihat masa depan yang
bersih dan sehat itu ada pada lithium, benda ajaib dalam bentuk baterai yang
mampu menyimpan energi bagi semua kebutuhannya.
Nikel sebagai bahan terbaik bagi
pembuatan lithium serta merta menjadi primadona, jadi rebutan siapapun. Dan
barat kini gigit jari akibat sikapnya sendiri.
Ada apa
dengan Morowali?
Disanalah cikal bakal primadona
itu sedang diwujudkan. Disana raksasa dengan sisipan DNA super perkasa industri
baterai mobil listrik sedang menggeliat.
Tunggu saja apa yang akan
diberikan kepada bangsa dan negara saat dia telah bangun dan bekerja. Sesuatu
yang sangat besar. Sesuatu yang dalam mimpipun tak pernah ada sebelum presiden
yang satu ini hadir.
Dari sana pulalah pabrik besi
nirkarat yang hanya mampu dibuat oleh segelintir bangsa akan segera lahir
demi memenuhi takdirnya menjadi tulang perkasa penyangga republik ini.
Disana, pernah pintu itu
ditawarkan kepada Eropa, namun mereka menolaknya. Kini pintu itu telah ditutup,
disana partner kita, partner yang lebih mengerti dan lebih memahami kita sudah
bekerja.
"China bukan partner, PKI
adalah musuh..!!"
Narasi tak kenal malu sekaligus
menunjukkan betapa bodoh para pemilik mulut sampah itu berteriak adalah bukti
bahwa mereka sedang sekarat.
Sampah dalam mulutnya kini sedang
berubah menjadi racun yang akan membunuhnya.
Mereka yang sudah gila akibat
dendam dan kebencian ini kini semakin ngawur. Mereka tak pernah belajar sejarah
tapi berteriak sejarah.
Mereka yang hanya tau bentuk baju
berteriak seolah paling beragama dan Tuhan adalah sekutu yang kapan saja dapat
diperintah dan dikerahkan.
Untuk mendapatkan sumber tenaga
listrik hingga 3000 MW atau sepertiga dari jumlah keseluruhan tenaga listrik di
Jawa, harus dibangun Paiton dan Suralaya. Butuh waktu puluhan tahun. Di
Morowali tenaga listrik sebesar itu sudah terbangun.
Investasi China di Morowali yang
membawa 2700 pekerja dari negaranya, ternyata telah membuka atau menciptakan
45.000 pekerjaan bagi masyarakat kita.
"Apa gak kebanyakan
2700?"
Aturan tentang banyak sedikitnya
pekerja asing yang boleh dan tidak boleh kerja di Indonesia tertuang dalam
Perpres Nomor 20 tahun 2018 yang terdiri dari 10 bab dan 39 pasal yang membahas
mengenai TKA. Apabila ada pelanggaran, gugat saja. Tidak perlu berpolemik soal
jumlah yang mengaburkan hukum itu sendiri.
"Tetap saja kebanyakan..!
Pokoknya kami menentang pekerja dari China..!!".
Jumlah investasi China di
Indonesia adalah US$ 4,74 miliar atau kira-kira Rp 70 triliun dalam bentuk
2.130 proyek. Sementara, total jumlah pekerja China di Indonesia adalah 23.000
orang.
Bila ingin berlaku adil seharusnya
Indonesia juga harus berinvestasi ke China paling tidak senilai US$ 16 miliar
atau Rp 240 triliun demi 80.000 warganya yang sudah dan sedang bekerja di
China. Sudahkah?
Sungguh..,dengan jelas semut
diseberang sungai tampak namun gajah dipelupuk mata tak mampu kita melihatnya.
"Jokowi tetap gak adil, masa
rakyatnya sendiri dirumahkan, 500 orang China malah diijinkan masuk saat
pandemi??"
Peraturan Menteri Hukum dan HAM
nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang
akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia
selama pandemi Covid-19.
Proyek strategis adalah ranah
negara menentukannya, bukan segelintir ahli ekonomi dan filsafat berolah kata.
Menjadi makin jelas bahwa mereka,
para politisi dan birokrat itu tidak lebih dari maling yang berteriak maling.
Tak mungkin mereka tak tau ada PERMEN tersebut.
Mereka mencuri keuntungan dalam
keriuhan pandemi ini dari rakyat yang memang tak harus paham adanya aturan ini.
Ya..,mereka teriak pemerintah maling namun merekalah yang mendapat keuntungan
seolah 500 TKA tersebut batal datang gara-gara kepahlawanan mereka.
Tampak jelas bahwa para pecundang
itu adalah antek asing yang sesungguhnya. EU yang menggugat ke WTO, mereka yang
ribut menunggangi pandemi sebagai peluang.
Tidak ada keberuntungan asing
dinikmati lebih dari apa yang EU dapatkan. EU hanya perlu keluar uang seharga
gayung namun ember mereka dapatkan. Kericuhan anti China didapat dengan harga
murah.
Sejarah mencatat baik etnis Cina
maupun Arab sudah ratusan tahun tinggal bersama kita. Trus kita dengan congkak
dapat membuat garis batas antara pri dan non pri? Siapa yang bisa menjamin
bahwa darah yang mengalir dalam tubuh kita 100%. Indonesia?
Tak ada satupun diantara kita
memiliki privilege untuk memilih menjadi anak si China, Arab bahkan
pribumi.
Bila kita percaya bahwa menjadi
anak siapa adalah murni hak Tuhan, mungkinkah Tuhan sebagai pihaka yang telah
LALAI bila kerumitan cara berpikir manusia rasis itu adalah kebenaran?
Sopan santun, saling tolong
adalah apa yang dulu menjadi milik kita. Gotong royong adalah moto kita sebagai
bangsa beradab yang dengan mudah kita cari jejaknya. Rasis sama sekali tak ada
dalam DNA kita.
Bukan tentang China atau barat
akan kita pilih untuk menjadi partner kita. Menjadi negara besar dengan basis
ilmu pengetahuan dan teknologi terdepan adalah arah yang sedang kita tuju. Di sana,
masa depan penuh senyum anak cucu kita, tergantung pada apa yang kita putuskan
hari ini.
"That's one small step for
man, one giant leap for mankind" Morowali adalah langkah kecil tersebut.
Disana, masa depan Indonesia akan mendapatkan pijakannya demi langkah yang jauh
lebih besar menuju Indonesia Raya.
Ayo Semangattttt!!!
No comments:
Post a Comment