12 May 2020
Oleh : Dahlan Iskan
”Pada akhirnya politik yang akan menang. Bukan
teknokrat,” ujar Prof. Dr. Didik J. Rachbini, ahli ekonomi dari INDEF itu. Ia
ulangi lagi pernyataan itu. Sampai tiga kali.
Sebagai ahli ekonomi ia sudah mengingatkan
bahaya cetak uang. ”Itu pernah dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin
Prawiranegara --dari Partai Masyumi. ”Inflasi langsung naik 1000 persen,” ujar
Didik.
Memang begitulah teori ekonomi
yang paten. Pencetakan uang hanya akan menghasilkan inflasi. Masih ditambah
melemahnya kepercayaan internasional.
Tapi DPR menolak teori itu. Tokoh
utamanya adalah Mukhamad Misbakhun. Dari Partai Golkar. Yang dulu aktivis PKS
itu.
“Saya ini memang politisi. Tapi
politisi yang berisi,” ujarnya. Rupanya Misbakhun sadar banyak yang meragukan
isi kepalanya. Terutama kalau sudah harus bicara soal ekonomi.
Apalagi ini pembicaraan ekonomi
yang kelasnya sudah ihya ulumuddinnya Imam Ghazali.
”Saya ini memang bukan profesor
doktor. Tapi bacaan saya ini sama dengan mereka,” ujar Misbakhun. ”Waktu SMP
saja bacaan saya itu sudah Das Kapital,” kata politisi asal Pasuruan itu. Das
Kapital adalah karya Karl Marx, pendiri komunisme. Buku itulah yang menjadi
”kitab suci”-nya orang komunis.
Prof. Didik Rachbini dan Mukhamad
Misbakhun menjadi pembicara dalam webinar Sabtu lalu. Saya salah satunya.
Penyelenggara webinar itu: pengurus pusat KB PII -- organisasi alumnus Pelajar
Islam Indonesia.
Begitu serunya webinar hari itu.
Yang rencana dua jam menjadi empat jam. Sampai pukul 14.00. Untung webinar itu
lebih ”merdeka”. Bisa ditinggal salat zuhur tanpa harus pamit moderator.
Prof. Didik yang semula akan
pamit lebih awal tidak tega meninggalkan kamera. Ia begitu khawatir akan risiko
buruk cetak uang itu. Ia harus mengingatkannya. Sampai webinar itu
ditutup.
Tapi ia juga menegaskan ini.
”Saya tidak mengatakan teori yang disampaikan Pak Misbakhun itu salah. Di sini
tidak ada salah atau benar,” ujarnya. ”Yang ada adalah risiko-risiko. Mana yang
buruk dan mana yang lebih buruk,” tambahnya.
Dua pembicara itu akarnya
sama-sama Madura. Yang Prof. Didik Madura asli Pamekasan. Yang Misbakhun Madura
pendalungan -- Madura yang lahir di luar Madura (Pasuruan). Hanya saya yang
dari Jawa Timur -- ups Magetan.
Untung moderatornya Dr. Zulkifli,
orang Palembang -- ketua bidang kajian ekonomi KB PII. Zulkifli adalah insinyur
lulusan Unsri dengan S2/S3 bidang ekonomi dari Trisakti Jakarta dan Colorado
University, Amerika.
Untung pula hadir Sutrisno Bachir
dari Pekalongan. Yang kini Ketua KEN (Komite Ekonomi Nasional) di pemerintahan
Jokowi. Yang juga pernah jadi Ketua Umum PAN dan KB PII.
Sutrisno Bachir kelihatannya
cocok dengan ide cetak uang itu. Mungkin karena ia juga pengusaha sukses. Hanya
ia mengingatkan jangan-jangan ada skenario bisnis di balik cetak uang itu.
Mengapa?
”Motornya semua ini kan Golkar.
Kita semua tahu bagaimana Golkar. Coba yang di balik Kartu Prakerja itu siapa?”
ujarnya.
Misbakhun memang mengakui itu
konsep Golkar. ”Golkar sangat peduli bagaimana membangun kembali ekonomi yang
hancur ini,” ujarnya. ”Coba, siapa yang tidak setuju cetak uang ini. Tanya
mereka: lantas apa jalan keluarnya?” tantangnya. ”Gak ada kan? Hanya utang
kan?” tukasnya. ”Golkar harus cari jalan keluar,” tambahnya.
Besoknya, saya japri dengan
Misbakhun. ”Apakah Golkar sudah bulat mengajukan konsep cetak uang ini?” tanya
saya.
”Sudah bulat,” jawabnya.
”Seberapa sulit Anda meyakinkan
internal Golkar sendiri?” tanya saya lagi.
”Sulit juga. Sampai empat kali
saya presentasi khusus di depan Ketua Umum Golkar,” jawabnya.
”Berarti secara politik sudah
kuat sekali?” tanya saya lagi.
”Kuat sekali. Apalagi posisi
Golkar di pemerintahan sangat kuat. Ketua Umum Golkar, Ir. Airlangga Hartarto
kan menjadi Menko Perekonomian,” jawabnya.
Mau tidak mau orang kini harus
melihat Misbakhun. Ia bisa menjadi sentral baru tokoh nasional yang mulai
diperhitungkan. Mungkin masih banyak yang meragukannya. Terutama karena ia
bukan profesor doktor tadi.
”Saya ini ingin sekali bisa jadi
profesor doktor. Tapi tidak bisa,” katanya. Tapi ia minta agar orang tidak
meragukan kemampuan berpikir ekonominya. ”Tiap hari saya ini membaca
angka-angka, grafik-grafik, tebal-tebal seperti ini,” katanya. ”Mungkin ini
tingginya satu meter,” tambahnya.
Mungkin orang juga mengaitkan
dengan masa lalunya. Yang oleh moderator diperkenalkan sebagai orang yang
pernah masuk madrasah 2 tahun.
”Bukan masuk madrasah,” sergah
Misbakhun. ”Saya ini masuk penjara, 2 tahun,” katanya. ”Saya ini orang Madura,
orang Jawa Timur, terus terang saja. Gak usah dihaluskan dengan menyebut masuk
madrasah. Masuk penjara,” tukasnya.
Misbakhun memang pernah di
penjara 2 tahun. Dalam kaitan dengan pajak. Tapi, katanya, itu murni untuk
membungkam dirinya. ”Saya kan yang paling keras soal Bank Century,” katanya.
”Kalau Pak Dahlan Iskan dibungkam
dengan cara diangkat jadi Dirut PLN, saya dimasukkan penjara,” katanya. ”Waktu
itu korannya Pak Dahlan kan yang paling keras mempersoalkan Bank Century,”
tambahnya.
Mendengar pernyataan Misbakhun
itu Prof. Didik tidak bisa menahan diri. Ia nyelonong bersuara.
”Saya kan tidak diangkat-angkat
jadi Dirut BUMN,” sela Prof. Didik bergurau.
Padahal, katanya, sekarang ini
ia-lah yang keras sekali mengkritik pemerintah.
Saya pun, setelah webinar, japri
ke salah satu tokoh sentral PKS waktu itu. Tentang apakah benar sikap Misbakhun
dalam masalah Bank Century seperti itu.
”Memang Misbakhun berjuang terus
agar persoalan Bank Century bisa sampai ke pucuk pimpinan negara,” ujar Fahri
Hamzah yang pernah jadi Wakil Ketua DPR itu.
”Saya yang membawa Misbakhun ke
PKS. Harusnya ia itu jadi model tokoh PKS masa depan. Tapi ia. Menjadi korban
feodalisme,” tambah Fahri yang kini sudah di luar PKS.
Sayang saya tidak bisa japri ke
Dahlan Iskan. Untuk menanyakan apakah benar pengangkatannya sebagai Dirut PLN
dulu terkait dengan Bank Century. Ia rupanya lagi sibuk menulis naskah DI’s Way
ini.
Bersambung besok. (Dahlan Iskan)
12 May
2020
Oleh : Dahlan Iskan
”Pada akhirnya politik yang akan menang. Bukan
teknokrat,” ujar Prof. Dr. Didik J. Rachbini, ahli ekonomi dari INDEF itu. Ia
ulangi lagi pernyataan itu. Sampai tiga kali.
Sebagai ahli ekonomi ia sudah mengingatkan
bahaya cetak uang. ”Itu pernah dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin
Prawiranegara --dari Partai Masyumi. ”Inflasi langsung naik 1000 persen,” ujar
Didik.
Memang begitulah teori ekonomi
yang paten. Pencetakan uang hanya akan menghasilkan inflasi. Masih ditambah
melemahnya kepercayaan internasional.
Tapi DPR menolak teori itu. Tokoh
utamanya adalah Mukhamad Misbakhun. Dari Partai Golkar. Yang dulu aktivis PKS
itu.
“Saya ini memang politisi. Tapi
politisi yang berisi,” ujarnya. Rupanya Misbakhun sadar banyak yang meragukan
isi kepalanya. Terutama kalau sudah harus bicara soal ekonomi.
Apalagi ini pembicaraan ekonomi
yang kelasnya sudah ihya ulumuddinnya Imam Ghazali.
”Saya ini memang bukan profesor
doktor. Tapi bacaan saya ini sama dengan mereka,” ujar Misbakhun. ”Waktu SMP
saja bacaan saya itu sudah Das Kapital,” kata politisi asal Pasuruan itu. Das
Kapital adalah karya Karl Marx, pendiri komunisme. Buku itulah yang menjadi
”kitab suci”-nya orang komunis.
Prof. Didik Rachbini dan Mukhamad
Misbakhun menjadi pembicara dalam webinar Sabtu lalu. Saya salah satunya.
Penyelenggara webinar itu: pengurus pusat KB PII -- organisasi alumnus Pelajar
Islam Indonesia.
Begitu serunya webinar hari itu.
Yang rencana dua jam menjadi empat jam. Sampai pukul 14.00. Untung webinar itu
lebih ”merdeka”. Bisa ditinggal salat zuhur tanpa harus pamit moderator.
Prof. Didik yang semula akan
pamit lebih awal tidak tega meninggalkan kamera. Ia begitu khawatir akan risiko
buruk cetak uang itu. Ia harus mengingatkannya. Sampai webinar itu
ditutup.
Tapi ia juga menegaskan ini.
”Saya tidak mengatakan teori yang disampaikan Pak Misbakhun itu salah. Di sini
tidak ada salah atau benar,” ujarnya. ”Yang ada adalah risiko-risiko. Mana yang
buruk dan mana yang lebih buruk,” tambahnya.
Dua pembicara itu akarnya
sama-sama Madura. Yang Prof. Didik Madura asli Pamekasan. Yang Misbakhun Madura
pendalungan -- Madura yang lahir di luar Madura (Pasuruan). Hanya saya yang
dari Jawa Timur -- ups Magetan.
Untung moderatornya Dr. Zulkifli,
orang Palembang -- ketua bidang kajian ekonomi KB PII. Zulkifli adalah insinyur
lulusan Unsri dengan S2/S3 bidang ekonomi dari Trisakti Jakarta dan Colorado
University, Amerika.
Untung pula hadir Sutrisno Bachir
dari Pekalongan. Yang kini Ketua KEN (Komite Ekonomi Nasional) di pemerintahan
Jokowi. Yang juga pernah jadi Ketua Umum PAN dan KB PII.
Sutrisno Bachir kelihatannya
cocok dengan ide cetak uang itu. Mungkin karena ia juga pengusaha sukses. Hanya
ia mengingatkan jangan-jangan ada skenario bisnis di balik cetak uang itu.
Mengapa?
”Motornya semua ini kan Golkar.
Kita semua tahu bagaimana Golkar. Coba yang di balik Kartu Prakerja itu siapa?”
ujarnya.
Misbakhun memang mengakui itu
konsep Golkar. ”Golkar sangat peduli bagaimana membangun kembali ekonomi yang
hancur ini,” ujarnya. ”Coba, siapa yang tidak setuju cetak uang ini. Tanya
mereka: lantas apa jalan keluarnya?” tantangnya. ”Gak ada kan? Hanya utang
kan?” tukasnya. ”Golkar harus cari jalan keluar,” tambahnya.
Besoknya, saya japri dengan
Misbakhun. ”Apakah Golkar sudah bulat mengajukan konsep cetak uang ini?” tanya
saya.
”Sudah bulat,” jawabnya.
”Seberapa sulit Anda meyakinkan
internal Golkar sendiri?” tanya saya lagi.
”Sulit juga. Sampai empat kali
saya presentasi khusus di depan Ketua Umum Golkar,” jawabnya.
”Berarti secara politik sudah
kuat sekali?” tanya saya lagi.
”Kuat sekali. Apalagi posisi
Golkar di pemerintahan sangat kuat. Ketua Umum Golkar, Ir. Airlangga Hartarto
kan menjadi Menko Perekonomian,” jawabnya.
Mau tidak mau orang kini harus
melihat Misbakhun. Ia bisa menjadi sentral baru tokoh nasional yang mulai
diperhitungkan. Mungkin masih banyak yang meragukannya. Terutama karena ia
bukan profesor doktor tadi.
”Saya ini ingin sekali bisa jadi
profesor doktor. Tapi tidak bisa,” katanya. Tapi ia minta agar orang tidak
meragukan kemampuan berpikir ekonominya. ”Tiap hari saya ini membaca
angka-angka, grafik-grafik, tebal-tebal seperti ini,” katanya. ”Mungkin ini
tingginya satu meter,” tambahnya.
Mungkin orang juga mengaitkan
dengan masa lalunya. Yang oleh moderator diperkenalkan sebagai orang yang
pernah masuk madrasah 2 tahun.
”Bukan masuk madrasah,” sergah
Misbakhun. ”Saya ini masuk penjara, 2 tahun,” katanya. ”Saya ini orang Madura,
orang Jawa Timur, terus terang saja. Gak usah dihaluskan dengan menyebut masuk
madrasah. Masuk penjara,” tukasnya.
Misbakhun memang pernah di
penjara 2 tahun. Dalam kaitan dengan pajak. Tapi, katanya, itu murni untuk
membungkam dirinya. ”Saya kan yang paling keras soal Bank Century,” katanya.
”Kalau Pak Dahlan Iskan dibungkam
dengan cara diangkat jadi Dirut PLN, saya dimasukkan penjara,” katanya. ”Waktu
itu korannya Pak Dahlan kan yang paling keras mempersoalkan Bank Century,”
tambahnya.
Mendengar pernyataan Misbakhun
itu Prof. Didik tidak bisa menahan diri. Ia nyelonong bersuara.
”Saya kan tidak diangkat-angkat
jadi Dirut BUMN,” sela Prof. Didik bergurau.
Padahal, katanya, sekarang ini
ia-lah yang keras sekali mengkritik pemerintah.
Saya pun, setelah webinar, japri
ke salah satu tokoh sentral PKS waktu itu. Tentang apakah benar sikap Misbakhun
dalam masalah Bank Century seperti itu.
”Memang Misbakhun berjuang terus
agar persoalan Bank Century bisa sampai ke pucuk pimpinan negara,” ujar Fahri
Hamzah yang pernah jadi Wakil Ketua DPR itu.
”Saya yang membawa Misbakhun ke
PKS. Harusnya ia itu jadi model tokoh PKS masa depan. Tapi ia. Menjadi korban
feodalisme,” tambah Fahri yang kini sudah di luar PKS.
Sayang saya tidak bisa japri ke
Dahlan Iskan. Untuk menanyakan apakah benar pengangkatannya sebagai Dirut PLN
dulu terkait dengan Bank Century. Ia rupanya lagi sibuk menulis naskah DI’s Way
ini.
Bersambung besok. (Dahlan Iskan)
No comments:
Post a Comment