JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN
Dr. Handrawan Nadesul, September 2, 2017
Baru-baru ini pihak Departemen Kesehatan
mulai tergugah menertibkan peredaran iklan-iklan kesehatan yang merugikan
masyarakat karena terbukti tidak benar, atau pembohongan.
Setiap kali memberi seminar, pertanyaan
ihwal pengobatan alternatif selalu muncul dalam pertanyaan. Dan itu semua yang
selama ini bikin saya prihatin.
Makin subur terapi alternatif apa saja,
makin tersesat pasien dalam berobat. Dan itu terjadi di sini. Hampir tiap hari
beredar broadcast di media sosial ihwal terapi yang tidak jelas.
Bawang putih dicampur jahe dan kismis
direndam anggur merah bisa merontokkan tumpukan lemak pembuluh jantung.
Untuk tujuan yang sama bisa dilakukan
dengan minum air kelapa porsi besar selama dua minggu.
Jamur kuping menurunkan kolesterol.
Buah atep menyembuhkan penyakit lutut,
kalung menyembuhkan stroke, gelang mengobati encok, banyak lagi yang tidak
masuk nalar medis, dan ini terbilang dark number.
Tidak tercatat berapa pasien yang sudah
menjadi korban. Mengapa semua itu
bohong?
Medis belum menemukan obat atau cara yang
mampu meluruhkan tumpukan lemak (plaque) yang melekat erat pada pembuluh darah,
selain dengan cara dikerok. Cara mengerok pun belum ditemukan.
Juga belum ada bukti ilmiah racikan di atas
dan jamur kuping menurunkan kolesterol.
Penyakit lutut lebih dari satu, buah atep belum punya
bukti ilmiah, dan buah atep untuk penyakit lutut yang mana?
Untuk bisa sembuh dari stroke, sel otak
yang mati akibat serangan stroke harus bisa dihidupkan kembali.
Lalu bagaimana hebatnya kalung berkhasiat
terhadap kondisi sel otak yang sudah mati, ketika medis belum menemukan obat
dan caranya.
Encok sendiri ada bermacam-macam, bagaimana
penjelasan medisnya gelang berkhasiat bisa menyembuhkan, misalnya encok sebab
asam urat, atau encok sebab kelainan darah yang seturut medis hanya bisa
dilawan dengan obat.
Melihat tak sedikit pasien kita tersesat
dalam berobat, konon disinyalir, makin banyak pasien kanker kita gagal ditolong
medis hanya lantaran ia mampir-mampir dulu di orang pinter, atau memilih terapi
entah apa.
Ketika kanker masih stadium awal, mestinya
dengan mudah medis menyembuhkan.
Namun karena mampir dulu di orang pinter,
bertahun-tahun dengan ongkos yang belum tentu kecil, lalu tidak sembuh, baru
beralih ke dokter. Dokter angkat tangan karena kankernya sudah telanjur lanjut.
Belajar
Skeptik Terhadap Pengobatan
Masyarakat perlu belajar skeptis terhadap
apa pun tawaran pengobatan nonmedis yang beredar semarak di iklan media massa,
selain program yang masih tayang di sejumlah televisi.
Alih-alih menyembuhkan, malah justru
merugikan, kalau bukan pasien telanjur kehilangan nyawa. Kalaupun ada yang
sembuh, di mata medis tidak sahih, karena yang tidak sembuh umumnya jauh lebih
banyak.
Pasien diabetik berharap sembuh dari sandal
berduri di iklan televisi, namun setelah dipakai gula darahnya terus melonjak,
berujung komplikasi ginjal, lalu meninggal akibat gagal ginjal, hanya lantaran
keliru memilih alamat berobat.
Sayangnya tidak ada yang memberi tahu
masyarakat agar jangan lekas percaya pada iklan berobat.
Sejatinya tidak sederhana dalam hal
mengobati.
Dunia medis perlu puluhan tahun untuk
menemukan obat. Tak cukup hanya terbukti berkhasiat.
Berkhasiat saja tapi tidak aman, belum
boleh menjadi obat.
Tidak demikian halnya terapi alternatif.
Bahan berkhasiat, jamu, herbal, atau cara entah apa hanya dilihat sisi
berkhasiatnya semata.
Kasus harus cangkok ginjal sehabis bulanan
minum obat cina untuk encok, membuktikan bahwa kendati memakai bahan alami,
obat cina itu belum tentu aman bagi tubuh. Banyak herbal di Thailand dan Jepang
ditarik karena terbukti tidak aman. Bahan berkhasiat jahe hutan (Aristolochiaceae) yang banyak dipakai dalam ramuan cina,
bertabiat merusak ginjal selain mencetuskan kanker.
Waspadai pula cara terapi atau penyembuhan
non-medis dengan alat yang kini banyak
ditawarkan. Tubuh kita ada listriknya.
Pastikan apakah peralatan non-medis dengan memanfaatkan listrik atau
magnet yang digunakan tidak berpengaruh buruk terhadap listrik tubuh.
Apalagi kalau cara terapi sampai memasukkan
sesuatu zat ke dalam tubuh (invasive), adakah izin menggunakannya?
Demi melindungi pasien, kita mengacu pada
Badan Pengawasan Obat (FDA).
Bukan sedikit pasien kita tertipu oleh
kursi berlistrik untuk mengobati penyakit apa saja, dan belakangan baru
ketahuan kalau ternyata itu bohong.
Logika medisnya, makin banyak klaim
penyakit yang bisa disembuhkan, makin banyak bohongnya.
Nalar medisnya begini. Tidak ada satu obat
atau cara untuk segala penyakit. Klaim terapi alternatif atau sejenisnya
cenderung menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Nalar medisnya tidak mungkin bisa demikian.
Setiap penyakit punya mekanisme terjadinya
masing-masing. Tensi darah meninggi berbeda mekanismenya dengan kejadian tensi
darah yang rendah.
Mana mungkin satu bahan berkhasiat bisa
mengatasi tensi tinggi sekaligus bisa pula untuk tensi rendah.
Begitu pula halnya kasus keputihan, ada
tiga penyebabnya. Mana mungkin hanya sebuah ramuan bisa untuk menyembuhkan
ketiganya.
Masyarakat perlu terbiasa bernalar medis
seperti itu. Termasuk mampu skeptis menyanggah klaim alternatif yang mengaku
bisa menyembuhkan, padahal dunia medik belum menemukan obatnya.
Nalar kita, kalau benar bisa menyembuhkan
yang dunia medis belum punya obatnya, seharusnya sudah mendapat Hadiah Nobel.
Nyatanya kan tidak.
Perlu
Bukti Ilmiah
Apapun bahan berkhasiat, ramuan, herbal,
atau cara terapi yang mengklaim bisa menyembuhkan, perlu ditagih bukti ilmiah (evidence based) apakah benar berkhasiat.
Benar berkhasiat saja namun tidak aman,
tetap tidak boleh diterima sebagai obat.
Tidak sedikit bahan yang mengaku berkhasiat
yang beredar di pasar, sudah terbukti berkhasiat.
Kita mengenal bahan berkhasiat masih kasar
(raw material) yang belum teruji khasiatnya, kemudian baru naik kelas menjadi
herbal setelah uji khasiat dan uji hewan, dan lalu naik kelas lagi menjadi
phytopharmaca setelah menempuh protokoler uji lengkap, sebelum kemudian
diterima menjadi obat.
Logika
medisnya hanya phytopharmaca yang baru terbilang obat
Bawang
putih
diterima karena ada zat berkhasiatnya. Di balik zat berkhasiat bawang putih,
terkandung pula zat yang tidak berkhasiat, yang bersifat merugikan tubuh. Kita
perlu membuang zat yang merugikan supaya aman bagi tubuh. Untuk menyaripatikan
hanya zat berkhasiat, perlu teknologi. Untuk teknologi itulah kita membayar
lebih mahal kapsul bawang putih yang sudah hilang bau dan hilang pula zat yang
merangsang lambung. Itu berarti tidak benar bahwa satu siung bawang putih
tunggal-lanang sama khasiatnya dengan satu kapsul bawang putih murni yang untuk
membuatnya satu dosis, perlu beberapa siung.
Buah
pace
diterima punya khasiat. Perlu buah pace dengan derajat kematangan tertentu,
pemanasan tertentu, selain dari spesies tertentu untuk memberikan khasiat
mengkudu optimal. Maka ekstrak buah Noni jauh lebih mahal dari hanya sekadar
buah mengkudu yang dipetik dari pohon. Jadi memang tidak sesederhana itu
memanfaatkan khasiat buah pace. Soal apakah zat berkhasiat dalam bawang putih
dan buah pace bisa untuk menyembuhkan penyakit apa saja, itulah yang salah
kaprah.
Ikan
gabus
sekarang jadi mahal hanya karena kandungan albuminnya tinggi. Karena albumin
dibutuhkan oleh kasus gagal ginjal, maka diklaim semua kasus ginjal apa saja
bisa disembuhkan dengan ikan gabus. Bahkan diklaim bisa membersihkan ginjal,
padahal sejatinya ginjal tidak perlu dibersihkan.
Terapi Alternatif Dijadikan Industri
Pihak industri memanfaatkan isu zat
berkhasiat dalam suatu bahan alam sebagai bisnis. Hanya karena suatu bahan alam
mengandung zat antioxidan, misalnya, dan penyebab kanker antara lain kekurangan
antioxidan, maka dianggap bahwa mengonsumsi antioxidan bisa menyembuhkan
kanker. Logika medisnya tidak demikian.
Banyak tawaran terapi alternatif yang tidak
nalar di mata medis. Kasus tidak punya anak, lebih sepuluh penyebabnya, baik
pada suami maupun pada istri. Bagaimana sebuah cara, atau suatu ramuan, bisa
mengatasi semua penyebabnya, tentu tak mungkin. Diabetes hanya bisa dikendalikan,
untuk sembuh total perlu teknologi stem-cell. Jadi bohong kalau ada obat atau
cara alternatif yang mengaku bisa menyembuhkan kencing manis.
Dunia medis bukan menafikan terapi
alternatif. Ada sekelompok terapi atau healing alternatif yang diterima medik
sebagai complementary alternative medicine, termasuk acupuncture, acupressure,
homeopathy, chiropractic, untuk menyebut beberapa. Namun tidak setiap
alternatif serta merta bisa diterima karena belum tentu masuk akal medis.
Berobat yang sudah pasti sajalah. Kalau
dunia medis punya obat dan caranya, kenapa bersusah payah mencari alamat
berobat lain yang belum jelas. Susahnya, masyarakat kita kebanjiran iming-iming
berobat yang tak jelas, yang masih bebas beredar di banyak iklan media massa,
selain tayangan televisi. Masih ada stasiun televisi kita yang menayangkan
pengobatan dan penyembuhan yang tidak jelas. Ini catatan buat Departemen
Kesehatan.
Di mana-mana negara, orang bukan dokter
yang sekadar menganjurkan obat tertentu pada pasien, ada regulasinya. Di negeri
kita, orang bukan dokter bisa dengan bebas menawarkan program diet, program
terapi, bahkan sampai yang bersifat invasive kepada masyarakat luas, tanpa ada
pasal hukumnya. Bahkan sekalipun disinyalir sudah ada korbannya, siapa saja di
negara kita masih bisa bertindak seperti profesi dokter. Ini catatan lain buat
Ikatan Dokter Indonesia juga.***