Rangkuman Video Kuliah Tamu Prof Menaldi di Dept Bedah RSCM
1. Ingat
prinsip infeksi: interaksi antara host, pathogen dan lingkungan. Untuk suatu infeksi
bisa terjadi, ada peran:
a. Jumlah pathogen
b. Virulensi pathogen
c. Daya tahan tubuh inang
i. Dalam kondisi pandemi, tidak
bisa hanya mengandalkan daya tahan tubuh, karena begitu sudah menjadi
suatu pandemi, suatu patogen pasti jumlah dan virulensinya sudah melebihi
kemampuan daya tahan tubuh kita
ii. Tidak ada istilah daya tahan
tubuh lebih kuat jadi tidak terkena, SARS COV2 ini memang sudah ada dimana2
(ibaratnya udara juga sudah terkontaminasi semua) dan virulen.
2. Metode
transmisi SARS-COV2:
a. Di awal penyebaran
diperkirakan dominan melalui transmisi droplet, dimana menjaga jarak 1.5 meter
dapat melindungi kita. Tetapi, menyangkut infeksi akibat virus saluran nafas,
pasti ada komponen aerosol disana. Jarak 1.5 meter menjadi inadekuat, dan
potensi penyebaran bisa mencapai 3 meter.
b. Dalam kondisi ini, udara kita
sudah terkontaminasi SARS-cov2.
c. Jumlah virus terbanyak ada di
area saluran nafas atas, sehingga keluhan pertama umumnya terutama di area
faring.
3. Terdapat
5 derajat keparahan penyakit pada COVID 19 menurut WHO:
a. (1) tanpa gejala - ini paling
berbahaya dan menjadi penyebab celaka terbesar dokter di RS, krn kita tidak tau
sekitar kita ada penyebar.
b. (2) ringan
c. (3) sedang – mulai terjadi
pneumonia
d. (4) berat – membutuhkan ICU
e. (5) kritis - membutuhkan
ventilator
i. Pneumonia terjadi pada stage
sedang ke berat, hati2 saat sudah ada keterlibatan paru, kebutuhan ICU sudah
imminent.
4.
Fenomena happy hypoxia terjadi karena virus ini mengganggu pusat regulasi
nafas di SSP – pasien tidak merasa sesak padahal saturasi O2 sudah turun.
Fenomena ini yg bisa dilihat dengan pasien segar, lalu dalam hitungan menit
terjatuh karena hipoksia berat
5.
Penularan melalui viral load/jumlah partikel virus:
a. Infeksi terjadi pada paparan
1000 partikel virus
i. Pada orang bernapas tanpa
masker, seseorang akan mengeluarkan 20 partikel virus per menit, jadi
dibutuhkan kira2 50 menit untuk dia bernafas untuk berpotensi menularkan ke
kita
ii. Bicara = 200 partikel virus
b. Masker bedah tetap berpotensi
terjadi kebocoran dari sisi atas bawah dan sisi, karena saat inspirasi kita
akan tetap menghirup udara dari sekitar.
i. Tetap ada potensi virus masuk
dari sela
ii. Penggunaan exhaust fan/AC -
udara berputar dalam 1 ruangan. Dalam ruang rawat/tindakan/kamar
ganti/restoran/lift/ potensi besar tertular COVID 19àperkantoran,
merupakan tempat paling berpotensi menularkan COVID
(Way of thinking: Udara kita sudah terkontaminasi virus SARS COV2)
6.
Kriteria COVID 19 oleh WHO (sejak dideklarasi sebagai pandemi pada 11 Maret
2020):
a. Terkonfirmasi (PCR posittf,
dengan/tanpa gejala)
b. Terkonfirmasi tanpa gejala -
paling berbahaya !
c. Tersangka/suspek - ISPA +
riwayat perjalanan ke area transmisi; ISPA+ riwayat kontak; ISPA
berat/penumonia tanpa penyebab lain
d. Probable - PCR negatif tp
klinis sesuai
COVID-19
harus ditegakkan berdasarkan klinis sebagai lini pertama, bukan lab dulu! -
angka lab bisa menipu kita dan malah membingungkan
7. Stage
dari COVID-19:
a. Asimptomatik - simptomatik
ringan - simptomatik berat.
b. Paling krusial adalah stage
tengah,dimana pasien ringan dg segera bisa jatuh ke sedang, dan sudah terjadi
hiperinflamasi menuju ke berat (terjasi sitokin storm - sangat dekat ke
kematian - sembuh dari Tuhan).Dokter harus bekerja keras dari stage 1 dan
2.
c. Gejala ringan - 60% datang
dengan keluhan pusing! Keluhan kedua - batuk - 60%. Lelah/pegal2 - 60%. Jangan
pernah abai terhadap gejala ringan. Mual/muntah/diare - 50%. Hanya 15% jatuh ke
sakit berat, 3 persen yg sakit berat -- kematian.
8. GGO
akan tampak pada CT paru, terlihat di stage sedang. Jangan pernah bilang
bukan COVID pada pasien dengan gejala ringan dan gambaran paru normal. COVID
bereplikasi pada mayoritas di sel saluran nafas,sel pneumosit, pada jumlah
banyak dia keluar dan menyebabkan apaptosis pneumosit, kl penuosit 2 yang
memproduksi surfaktan - kolaps. lalu vaskular mulai terlibat - mediator
iflamasi mulai terlibat - masuk cytokin storm -----> trombrosis. GGO -
kebocoran fokal dulu per area. Oleh karena itu pilihan utama bukan ventilator.
Difusi plg luas di paru adalah tengah ke posterior/dorsal - early intubation
akan menyebabkan pasine tidak bergerak dan ARDS --> itu kenapa Cina survivor
ventilator hanya 2%. jerman 96% --> karena mobilisasi terus pasien. Di
Indonesia ga da SDMnya, 1 kali memobilisasi butuh 4-5 perawat per 16 jam -->
tidak efisien. RSP - tidak agresif lgs menggunakan ventilator - mobilisasi dini
pasien sangat penting, pasien diminta ikut berjuang aktif.
9.
Berdasarkan kurva perjalanan COVID-19:
a. Umumnya onset gejala
berlangsung kurang lebih 1 minggu setelah infeksi
b. Viral load tertinggi kurang
lebih di hari ke 10. Implikasinya:
i. PCR sebelum hari ke 5 lebih
besar kemungkinan false negatif. Namun, hasil negative ini belum berarti pasien
tidak punya virus, karena sampel diambil dari ulasan tenggorok, sedangkan
positive rate tertinggi adalah dengan sampel bronskoskopi tapi tidak
praktis.
Swab tertinggi kedua nilainya
adalah nasofaring swab – 63% positive rate. 37 %false negative.
ii. Hasil PCR terbaik dilakukan
antara hari 7-10, tetapi celakanya mungkin org itu sudah sakit. Diatas hari
ke-10 – bisa negatif lagi
iii. Rapid test sangat tidak
reliable – IgM saja baru bisa diukur lewat minggu ke-3, IgG lebih lama.
iv. PCR: Gold Standard!
è Jika seorang terkontak dengan yg
positif – harus diperiksa usap tenggorok (dg kemungkinan positif hanya 63%) –
tapi kl negatif PCRnya, dia tetap harus istirahat isolasi mandiri 14 hari –
aturan pelayanan di Prodi karena kemungkinan false negatif.
è Satu lagi manfaat isolasi
mandiri 14 hari bila memang negatif PCRnya adalah, tubuh diberikan waktu
konsentrasi untuk melawan virus yg masih sedikit jumlahnya. Tapi kl tidak
isolasi, dia akan terus terekspos sama virus dan daya tahan tubuh naik turun –
kemungkinan sakit akan meningkat tajam!
Kunci:
memberikan waktu tubuh beristirahat, untuk menurunkan viral load !
10. Hasil
otopsi di Jerman, UK, Itali – sama dengan di RSP.
Penyebab utama kematian: kerusakan paru dan vaskular.
11.
Faktor risiko COVID 19: IMT > 23 ! Usia,jenis kelamin (laki2),merokok,
komorbid – Komorbid: HT (>>),penyakit paru (asma,PPOK,
bronkiektasis,bekas TB), DM,jantung,ginjal.
12.
Lingkungan dan tempat kerja – penting dibedakan faskes COVID dan non-COVID !
Angka kematian nakes di RS full COVID sampai saat ini masih 0 – kenapa? Karena
standarnya setengah di RS yang non full COVID. RSP – perawat hanya boleh jaga 3
jam (untuk tiap shift 8 jam),wajib istirahat dan mandi 1 jam,bergantian dg
perawat lain – hazmat hanya 3 jam! – lebih dari itu membuat kelelahan! 1 tim
dokter juga hanya 3 orang. Viral load dicoba untuk serendah mungkin.
13. RSP seluruh ruang rawat dan OK tekanan
negative untuk COVID 19
14. periksa DPL dan swab tenggorok untuk setiap
org yg terkontak – bukan RO atau CT thorax, baru dipikirkan bila mulai ada
gejala batuk menetap (Ro Thorax). CT scan untuk menentukan seseorang butuh
masuk ICU atau tidak. Semua orang yg terkontak harus dirumahkan 14 hari apapun
hasil PCRnya.
• DPL nya – lihat tanda infeksi
virus: sebelum GGO, limfosit akan main utk melawan, jadi di darah rendah
(limfositopeni). Pada covid bila monosit 8-10, hati2 itu covid wlpun limfosit
belum terlalu rendah, tp sudah mulai bergeser ke bawah. Monosit 10-12 semakin
mendekat ke COVID, di atas 12 hampir pasti COVID, terutama bila digabung dengan
limfositopenia. PK – NLR 3.4 -4.8 harus suspek COVID.
• Klinis harus pertama, lab
dicocokan klinis
15.
Istilah kontak seperti apa yg harus diwaspadai untuk nakes:
• Dengan orang yg terkonfirmasi
(PCR positif), atau dengan kontak erat (dengan org konfirmasi) – lakukan
screening!
•
ibaratnya bila pakai APD, virus yg masuk 100 sedangkan yang tidak pakai
APD yg masuk 1000. Tetapi, bila yang 100 itu cocok virusnya dengan kita,
infeksi tetap akan terjadi. Risiko meningkat IMTàPemakaian
APD untuk kontak? APD adalah usaha manusia, tetapi udara kita sudah terkontaminasi
dengan SARS COV2 >23, laki2 dan ada komorbid
16. Prof
Ari – bila ada demam – langsung istirahat saja,
pengalaman beliau di minggu pertama muncul gejala, hasil lab dan PCR masih
normal. Namun masuk hari ke sekian, paru langsung memberikan gambaran
pneumonia. Istirahat dan CARI!. Jangan Cuma anggap hanya demam flu biasa. Minggu
kedua kondisi tidak baik.
17.
Jangan buru2 intubasi! (prof Menaldi) mobilitas pasien sangat penting!!!
Prof Ari masuk Actemra di hari ke -6 – langsung membaik karena belum jatuh ke
stage yg berat. Actemra harus diberikan di saat yg tepat
18. RSCM
masih menerima berbagai pasien – tracing, semua kena. Kalau
harus isoman sendiri RS akan tutup. Prof Menaldi – tergantung kebijakan masing2
manajemen. Pada prinsipnya,setiap ada kontak dengan org positif, secara
teoritis akan ada kemungkinan terkena. kita membutuhkan pejuang jangka
Panjang. Menurut Prof Menaldi, COVID ini baru akan selesai paling cepat
Desember 2021. Istirahat itu PENTING! Sebagai apresiasi supaya kita tetap
sehat. Bukan sebagai hukuman, penting untuk para pengambil kebijakan.
19.
Seberapa sering kita harus swab rutin? RSP – hanya 2 residen: 1 Paru, 1
obsgin. Swab untuk semua dilakukan 1 kali sebulan. Pada yg ada keluhan demam –
walaupun PCR negative – isolasi mandiri, stop 14 hari. Semua harus terbuka akan
kondisinya. OTG di RSP (+) perawat – bangsal ada yg ditutup karena harus
mempertahankan rasio perawat/pasien. Intinya mempertahankan Kesehatan nakes
untuk jangka Panjang.
20.
Fisioterapi sangat penting untuk semua pasien COVID
21. mudah terjadi pada kondisi hipoksemia, di orang
tua banyak kronik hipoksemia. Sebelum swab, oksigenasi yg kuat dulu. Kembali ke
klinis! pulse oximeter – sebelum swab jangan kurang dr 80, bisa mentrigger
vagal reflex. Lakukan dengan persiapan bila harus. àVagal
reflex karena swab?*
22.
Realita antara pelayanan dan Pendidikan – sulit, tetapi harus diimbangi
dan mementingkan keselamatan semua
Kesimpulan:
1.
Mitigasi: reduksi segala bentuk kegiatan, pelayanan maupun Pendidikan. Kasus
urgensi dan emergensi harus tetap berjalan*
2.
Komitmen: save our nakes – upaya ke depannya akan diusahakan skrining minimal 1
bulan sekali.
3. Berikan
tubuh waktu berisitirahat: lakukan rolling untuk nakes masuk, terutama bila
belum bisa PCR – untuk menurunkan viral load nakes.
Rangkuman by Alia