Sunday, June 5, 2016

KAJIAN PARENTING

Kajian Parenting
By : Ibu Elly Risman (Senior Psikolog dan Konsultan, UI)
Di Indonesia ... Kita tidak tahu anak kita terlempar di bagian bumi Allah yang mana nanti ,  izinkan dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
Jangan memainkan semua peran, ya jadi ibu,  ya jadi  koki,  ya jadi  tukang cuci . Ya jadi ayah, ya jadi tukang ledeng, ya jadi pengemudi .
Anda bukan anggota tim SAR ...  Anak anda tidak dalam keadaan bahaya. Berhentilah memberikan bantuan bahkan ketika sinyal S.O.S nya tidak ada. Jangan mencoba untuk membantu dan memperbaiki semuanya .
- Anak mengeluh sedikit karena itu puzzle tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini ... Ayah bantu".
- Botol minum ditutup rapatnya sedikit susah,  "Sini ... Mama saja".
- Sepatu bertali lama di ikat, sekolah sudah hampir telat .. "Biar ayah aja deh yang kerjain". 
- Kecipratan minyak sedikit, "Sudah sini, kentangnya Mama saja yang gorengin".
Kapan anaknya bisa? Jangankan di luar negeri, di Indonesia saja pembantu sudah semakin langka.
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana, lalu apa yang terjadi ketika bencana benar-benar tiba?
Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress, menyelesaikan masalah dan mencari solusi itu keterampilan/skill yang wajib di miliki anak.
Yang namanya keterampilan/skill, untuk bisa terampil ya harus di latih. Kalau tanpa latihan, lalu di harapkan simsalabim apakah mereka jadi bisa sendiri? Tentu tidak.
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan .
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai-badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang, bila prinsipnya adalah “apa salahnya sih kita bantu anak?”
Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitannya dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Susah sedikit minta tolong.
Berantem sedikit ya sudahlah cerai saja.
Sakit sedikit ngeluhnya luar biasa. 
Masalah sedikit saja bisa membuatnya jadi gila .
Kalau anda menghabiskan banyak waktu, perhatian dan uang untuk IQ (Intelligence Quotient)nya, habiskanlah hal yang sama untuk AQ (Adversity Quotient) nya juga.
AQ? Apa itu ADVERSITY QUOTIENT?
ADVERSITY QUOTIENT menurut Paul G. Stoltz dalam bukunya yang  berjudul sama adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. 
Bukannya kecerdasan ini yang  jadi lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari ?
Perasaan mampu melewati ujian juga luar biasa nikmatnya.  
Merasa bisa menyelesaikan masalah,  mulai dari yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak lagi bisa.
Setelah di coba berkali-kali, berulang-ulang,  tidak menyerah dalam waktu yang lama .
So izinkan anak anda melewati kesusahan.
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka, sedikit nangis, sedikit kecewa, sedikit telat dan sedikit kehujanan.
Akui kesulitan yang sedang dia hadapi. Tahan lidah,  tangan dan hati dari memberikan bantuan, ajari mereka menangani frustrasi .
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,  apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa-bisa anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi, ketika melihat anak sendiri susah,  sakit dan sedih .
Apalagi dengan menjadi orang tua,  insting pertama adalah melindungi. Jadi melatih AQ ini adalah ujian bagi kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah hidup penuh dengan ketidak-enakan dan masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan melewati hujan, badai, dan kesulitan yang kadang tidak selalu bisa kita hindarkan.

No comments:

Post a Comment