Friday, October 29, 2021

BOSEKE MINAHAIZI

Kamis 29 October 2020

Oleh : Dahlan Iskan

IA bukan seorang ilmuwan – dalam pengertian akademisi. Tapi buku yang ia terbitkan ini bisa meruntuhkan teori lama yang sudah mengakar: dari mana asal usul orang Minahasa.

Nama penulis buku itu: Weliam H Boseke. Asli Manado. Buku yang ia tulis berjudul Leluhur Minahasa. Tebalnya 332 halaman.

Sebenarnya buku itu sudah diterbitkan tahun 2018 tapi saya baru tahu minggu lalu. Seorang teman pengusaha mengirimkannya ke rumah saya.

Begitu membukanya, saya langsung ingin menamatkannya. Baru kali ini saya membaca buku dimulai sejak dari kata pengantarnya. Yang panjangnya 21 halaman. Yang ditulis oleh seorang ahli etnomusikologi dari Universitas Sam Ratulangi Manado: Prof Dr Perry Rumengan.

Biasanya saya membaca kata pengantar belakangan. Takut terpengaruh opini di kata pengantar itu. Tapi kali ini saya sengaja mengubah kebiasaan itu. Itu karena awalnya saya lebih percaya pada reputasi guru besar itu daripada penulis buku ini.

Ternyata Prof Perry sendiri kaget dengan isi buku yang ia antarkan itu. Bahkan Prof Perry menegaskan akan melakukan koreksi atas teorinya selama ini.

Padahal Weliam Boseke bukan seorang akademisi. Penelitian yang ia lakukan pun tidak didasarkan pada metode penelitian ilmiah. Prof Perry lebih menggelari Boseke sebagai pengusaha yang gigih. Termasuk gigih dalam menelusuri asal usul Minahasa itu.

Intinya: Boseke membuktikan bahwa asal usul orang Minahasa adalah dari bangsa Han.

Boseke banyak sekali menelusuri asal usul kata-kata yang ada di Minahasa. Ratulangi itu misalnya dari kata "rao tu lang yi"'. Kawilarang itu dari ''kai hui la ran''. Lasut itu dari "la shu de". Sumual dari ''shu mou ao le''. Sumendap dari kata ''shu men dao pe''. Sumakut dari ''shu mou gu de''. Lumintang dari ''lu mon tang''. Sarundayang dari ''sha ru en dao yang''.

Nama apa pun yang sekarang ada di Manado ditemukan asal usulnya dalam bahasa Han. Termasuk Supit, Sumual, dan banyak lagi. Saya agak kecewa ketika tidak menemukan asal usul nama Samola – mentor yang paling memengaruhi jalan hidup saya: Eric Samola.

Awal 1980-an, ketika pertama kali mendarat di Manado, saya membaca dari balik jendela pesawat tulisan besar di atap bandara: Sitou Timou Tumou Tou.

Saya tidak pernah bertanya apa arti kalimat itu. Logika saya berjalan: pasti itu semacam kalimat "Selamat Datang di Manado".

Saya menyesal pernah sombong seperti itu. Belakangan baru saya tahu: bahwa itu bukan ucapan selamat datang. Itu adalah filsafat orang Minahasa yang ditulis dalam bahasa Minahasa. Yang artinya: orang hidup itu harus menghidupi orang hidup. Atau: manusia itu harus memanusiakan manusia.

Begitu dalam artinya. Saya pun kagum dengan filsafat tinggi orang Minahasa.

Dalam buku ini, Boseke menegaskan, Sitou Timou Tumou Tou itu adalah filsafat yang hidup di zaman dinasti Han. Bandingkan bunyinya dengan kalimat aslinya ini: Zi Tou Tu Mou Tu Mou Zi Tou. Yang artinya sama dengan yang tadi itu.

Pun lambang Minahasa yang dulu ikut menghiasi wajah depan semua KTP di sana. Di bagian bawah lambang itu tertulis motto: i yayat li santi. Artinya: bergembiralah dan agungkan Tuhan.

Itu, menurut Boseke, juga sesanti dari dinasti Han. Terutama di masa kemakmuran kekaisaran Han. Hanya saja kata ''Tuhan'' di situ aslinya berarti ''Kaisar''. Yang di sana juga dianggap setengah Tuhan.

Di Minahasa kuburan disebut ''waruga". Kata aslinya berbunyi ''wa ru ge''. Atau dalam huruf Mandarin ditulis 挖入格.

Kata itu sebenarnya berarti peti mati. Lalu bertransformasi menjadi kuburan.

Di buku itu juga ditulis bahwa hampir semua nama kampung lama di Minahasa asalnya dari bahasa Han. Demikian juga nama-nama gunung. Termasuk istilah-istilah sehari-hari di sana.

Boseke tergugah melakukan penelusuran (istilah saya untuk mengganti penelitian) bermula dari kakeknya. Yang sangat dituakan di Minahasa. Dulu. Setiap ada acara-acara adat ritual kakeknyalah yang diminta membaca mantra.

Tapi sang kakek sendiri tidak tahu arti dari mantra yang dilagukan itu. "Itu bahasa Minahasa tua," ujar sang kakek setiap kali ditanya. "Rumit sekali menjelaskan artinya," tambah sang kakek.

Setelah kakeknya meninggal tugas itu menjadi tanggung jawab pamannya. Tapi sang paman juga tidak tahu arti dalam mantra itu. Tapi setiap kali melagukannya selalu saja nadanya sendu. Sedih. Seperti meratap.

Boseke sendiri lantas kawin dengan orang Manado keturunan Tionghoa. Yang masih punya nama dan marga Tionghoa. Dari istrinya itu Boseke akhirnya bisa bahasa Mandarin.

Pengusaha biasanya selalu ingin tahu. Demikian juga Boseke. Ia ingin tahu mengapa orang Manado berkulit kuning dan bermata sipit. Memang sudah ada bisik-bisik bahwa orang Minahasa itu keturunan Tionghoa. Tapi dari buku asal usul Minahasa tidak pernah menguraikan secara jelas bagaimana hubungannya.

Bahkan selama ini dikembangkan legenda bahwa orang Minahasa itu berasal dari keturunan seorang ibu yang kawin dengan anaknya sendiri --hanya mereka berdua yang tertambat di Minahasa.

Maka dengan dana sendiri Boseke melakukan penelusuran sampai ke Tiongkok. Khususnya ke Sichuan, salah satu pusat pemerintahan kekaisaran Han. Boseke juga ke Korea, Jepang, dan Taiwan.

Saat di Sichuan itu Boseke menemukan mantra yang dulu dialunkan kakeknya. Yang bunyi dan nadanya sangat mirip.

Ternyata itu adalah nyanyian sedih yang diratapkan bangsa Han setelah kekaisaran itu runtuh. Mereka menginginkan kejayaan kembali bangsa Han.

Itulah semacam doa yang terus diratapkan siapa pun yang menginginkan kejayaan kembali bangsa Han. Di mana pun mereka berada. Termasuk oleh mereka yang sudah menyebar ke mana-mana - akibat perang yang tidak habis-habisnya pasca kejayaan kekaisaran Han.

Kekaisaran Han adalah yang paling lama berkuasa di Tiongkok. Yakni selama 400 tahun. Sejak 250 tahun sebelum Masehi sampai 150 tahun setelah Masehi.

Buku ini juga menceritakan perang-perang antar negara Shu (Sichuan dan sekitarnya), Wi (di utara sungai Huang He) dan Wu (Wuhan dan sekitarnya sampai Guangdong dan Shanghai).

Pusat pemerintahan Han sendiri pindah-pindah. Awalnya di Chang An (sekarang: Xi'an), Laoyang (kota Laoyang sekarang masuk provinsi Henan) dan Chengdu (sekarang masih bernama Chengdu, ibu kota provinsi Sichuan).

Nama Minahasa pun ternyata terkait dengan sejarah banyaknya pengungsian akibat perang ratusan tahun berikutnya. Terutama pengungsian terhadap wanita dan anak-anak. Mereka dinaikkan kapal agar bisa menghilir di sungai Changjiang (Yang Tze Kiang) yang sangat besar itu. Mereka pun menghilang ke timur - termasuk lepas ke muara sungai menuju lautan bebas.

Asal kata Minahasa, tulis Boseke, dari bahasa Han: Min Na Hai Zi. Lalu menjadi Minahasa. Artinya: orang-orang (rakyat) dan anak-anak sampai di sini.

Kata ''mayesu'' di Minahasa berarti pulang. Tapi 'pulang' dalam pengertian pengungsi itu adalah pulang ke negeri 'shu'. Mereka begitu rindu pulang sampai-sampai mayesu sendiri berarti pulang.

Buku ini juga menarik karena Boseke menceritakan perang tiga negara - Shu, Wi, Wu - sehingga bagi pembaca yang malas mengikuti Samkok yang berjilid-jilid bisa cepat tahu pokok persoalan. Termasuk peran Jenderal Zhuge Liang, Jenderal Chao Chao, dan putri Xiao Mi.

Di Tiongkok kini ada taksi khusus mobil listrik dengan nama Chao Chao. Itu untuk menggambarkan di mana pun Anda Chao Chao ada di situ. Waktu itu Jenderal Chao Chao memang dikagumi karena di mana pun ada musuh ia ada di situ.

Sedang kecantikan Xiao Mi kini juga menjadi merek handphone - meski xiao mi sendiri artinya beras kecil-kecil, warna kuning, yang biasanya enak untuk bubur.

Tentu saya ingin sekali bertemu Boseke. Masih begitu banyak pertanyaan yang mengganjal.(Dahlan Iskan)

https://www.disway.id/r/1111/boseke-minahaizi#.X5njuduSAco

Monday, October 25, 2021

SEDULURAN

YANG TIDAK SEDARAH TAPI MELEBIHI SAUDARA ITULAH SEDULUR

"SEDULURAN ADALAH  ANUGERAH" 

Seduluran adalah menyayangi, bukan menyaingi.

Seduluran adalah mendidik, bukan membidik 

Seduluran merangkul, bukan memukul

Seduluran membina, bukan menghina 

Seduluran mencurahkan,bukan memurahkan 

Seduluran mencari solusi bukan mencari  sensasi 

Seduluran membutuhkan, bukan meruntuhkan.

Seduluran menghargai, bukan melukai.

Seduluran membela, bukan mencela.

Seduluran mencoba *mengerti* bukan sensitif jadi sakit hati

Kadang dulur yang suka mentraktir kita, BUKAN karena mereka BERLEBIHAN  tapi karena mereka meletakkan seduluran MELEBIHI UANG...  dan ... karena mereka MENGHARGAI arti sebuah Seduluran.

Kadang² sedulur yang selalu share WA ke kita, bukan karena merasa PINTAR, tapi... karena INGAT  pada  KITA.

Suatu Hari ada yang mengingatkan tentang agama dan iman.

Bukan karena merasa baik dan sudah sempurna, tapi.... itulah perwujudan seduluran.

Suatu saat, kita semua akan TERPISAH, baik oleh jarak, waktu maupun ajal yang akan menjemput kita.

Namun ada sedulur yang terus mendoakan kita 

Suatu saat anak-anak dan cucu-cucu kita akan bertemu mereka dan bercerita... dulu kita pernah menjalin seduluran bersama.

Seduluran tidak mencari cari kesalahan tapi.... menutupi kesalahan 

Seduluran berlandaskan hati yg TULUS dan IKHLAS.

Seduluran akan terus berlangsung walau banyak sekali halangannya

Pada satu waktu sebagian cuma memperhatikan KESUKSESAN kita, tapi... ada sebagian sedulur yg peduli akan kondisi KESEHATAN kita, maka itulah seduluran yg sejati.

Suatu hari kita terlena dalam canda dan tawa tapi... ada yang mengingatkan agar kita tidak pernah Lalai.

Berbeda pendapat pun kita tetap bisa seduluran.

SALAM SEDULUR!

Saturday, October 23, 2021

MAKNA SEBUAH GROUP

Seorang pria, yang biasanya secara teratur rajin menghadiri pertemuan keluarga tiba-tiba tanpa pemberitahuan apapun, mendadak berhenti berpartisipasi pada kelompok tsb

Setelah beberapa minggu berlalu, pada suatu malam yang sangat dingin, ketua dari kelompok keluarga tsb memutuskan untuk mengunjunginya.

Dia menemukan pria itu di rumah sendirian, duduk di depan perapian api yang menyala. Pria tsb menyambut sang ketua.  Beberapa saat berlalu, hanya ada keheningan yang diantara mereka.

Kedua pria itu hanya duduk diam menyaksikan nyala api menari nari di sekitar batang kayu yang berderak di perapian.

Setelah beberapa menit sang ketua, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, berdiri lalu memeriksa bongkah bongkah kayu yang terbakar diperdiangan dan memilih salah satu yang paling menyala dan bersinar diantara bongkahan kayu lainnya, kemudian dengan menggunakan penjepit dia memindahkannya ke samping perapian. 

Lalu dia duduk kembali. Tuan rumah hanya duduk diam sambil memperhatikan semuanya dengan tertarik.

Tak lama kemudian, nyala api dari  kayu yang disisihkan itu meredup dan lambat laun padam. Dalam waktu singkat api yang sebelumnya begitu terang dan panas berubah menjadi sepotong kayu mati, hitam tidak menarik

Sejak kedatangan sang ketua, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua, hanya beberapa patah kata yang terucap

Sebelum bersiap untuk pamit dan pergi, sang ketua dengan penjepit tadi mengambil potongan kayu yang mati itu dan meletakkannya kembali di tengah kobaran api.  Dengan segera potongan kayu tsb disambar oleh jilatan api yang panas, dan tak lama kemudian menyala lagi, terkena nyala api & panas bara api di sekitarnya.

Ketika sang ketua mencapai pintu untuk pergi, tuan rumah berkata: “Terima kasih atas kunjungan Anda dan pelajaran yang Anda berikan. Saya akan segera kembali datang ke pertemuan keluarga kita”

Mengapa group itu begitu penting?

Sangat sederhana: Karena setiap anggauta yang menarik diri dari group/kelompoknya akan mengurangi api semangat & kehangatan dari dirinya sendiri dan dari anggauta lainnya.

Perlu diingatkan kepada anggota group bahwa mereka adalah bagian dari nyala api itu, serta baik juga untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita semua bertanggung jawab untuk menjaga api tetap menyala, serta kita harus mendukung persatuan di antara grup kita sehingga apinya benar-benar kuat, efektif dan tahan lama.

GROUP JUGA ADALAH KELUARGA

Tidak masalah jika terkadang kita merasa terganggu oleh begitu banyak pesan pesan,  pertengkaran dan kesalah-pahaman.

Yang penting adalah kita tetap terhubung.  Kita berada dalam group untuk bertemu, bersilaturahmi, belajar, bertukar ide, atau sekadar untuk mengetahui bahwa kita tidak sendiri.

Hidup itu terasa lebih indah bila dilalui bersama teman & keluarga

Mari kita jaga terus nyala api ini

Wednesday, October 20, 2021

PENDIDIKAN KARAKTER

MANTAN MENTERI ITU SEKARANG JADI PENGANTAR PIZZA

Semangat pagi sedulur semua…..

Mantan Menteri Komunikasi dan IT Afghanistan, Syed Ahmad Shah Saadat, baru-baru ini terlihat ada di Jerman dan bekerja sebagai seorang pengantar pizza.

Sebagaimana diketahui, setahun setelah meninggalkan kantor, Saadat kini dikabarkan mencari penghasilan dengan cara menjadi supir dan layanan pengiriman di daerah Leipzig, Jerman. 

Ketika sedang mengantarkan pizza, Saadat tertangkap kamera oleh seorang jurnalis lokal. "Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang pria yang mengaku sebagai menteri komunikasi Afghanistan selama dua tahun lalu. Saya bertanya apa yang dia lakukan di Leipzig. Pria itu menjawab Lieferando. (Penyedia layanan pengiriman makanan di Jerman)," kata jurnalis itu.

Sekadar informasi, Syed Ahmad Shah Saadat telah bergabung dengan pemerintah Afghanistan yang dipimpin Ashraf Ghani sebagai menteri kabinet pada 2018. Ia telah menjabat selama dua tahun sebagai menteri informasi dan teknologi Afghanistan dan mengundurkan diri pada 2020. 

Yang menarik adalah alasan Saadat mundur ketika jadi menteri. Ia mengatakan, bahwa saat itu pemerintahan Afganistan sangat korup. Kalau ia mau, ia bisa saja ikut ikutan untuk korupsi dan kaya raya setelah menjabat menteri. Namun Saadat memilih pada keyakinannya bahwa jujur lebih membahagiakan ia dan keluarganya. 

Dan pendidikan karakter keluarganya sejak ia kecil mengajarkan KEJUJURAN adalah sumber KEBAHAGIAAN sejati !! 

Waw…. Saya pribadi sangat salut dengan prinsip Saadat ini. Ditambah, ketika ia harus mulai lagi hidupnya dari nol di Jerman untuk mencari pekerjaan baru. 

Ia tidak sungkan dan bahkan dengan bangga menceritakan pekerjaannya sekarang sebagai pengantar pizza di Jerman. Ia mengatakan semua pekerjaan sama saja. Dulu ketika ia menjadi menteri di Afganistan ia melayani rakyat, sekarang sebagai pengantar pizza ia melayani pelanggannya. 

Dan inipun ia katakan karena pengaruh pendidikan dalam keluarganya sejak kecil. Ayahnya mengatakan, semua pekerjaan itu baik selama mendatangkan KEBAHAGIAAN untuk banyak orang !! 

Waw waw…. sebuah teladan yang sangat keren yang bisa kita pelajari dari Saadat ini. 

Nah , saatnya sekarang kita semua dalam keluarga masing masing menanamkan pendidikan karakter yang tepat untuk anak anak kita.

Kehidupan dunia dimasa depan sangat bergantung pada karakter anak anak kita. Ibarat kata seperti menanam pohon bamboo. Tidak cukup 1 atau 2 tahun untuk melihat bamboo bisa tumbuh besar, namun bertahun tahun. Karena pohon bamboo membutuhkan waktu untuk memperkuat akarnya dulu supaya bisa kuat menahan berbagai tantangan alam yang akan terjadi dimasa depan. 

Dan itulah pendidikan karakter…..

Selalu berpikir baik dan positif ya guys….

Selamat mendampingi anak anak kita dengan pendidikan karakter yang baik....

INSPIRASI INDAH TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER 

Sunday, October 17, 2021

LOGIKA DAN TAKDIR

BACANYA PERLAHAN DAN RESAPI KEMUDIAN BERIKAN KOMENTAR ANDA TERIMA KASIH

Naskah: Hareman Basari

Percaya LOGIKA atau Percaya TAKDIR ???

Ada dua orang bersahabat,  yang satu bernama LOGIKA, yang satunya bernama TAKDIR

Keduanya naik mobil, dalam sebuah perjalanan yang panjang. Di tengah jalan mobil mereka kehabisan bahan bakar dan mogok.

Keduanya berusaha melanjutkan dengan berjalan kaki sebelum datang waktu malam.

Tapi sebelum itu keduanya berusaha mencari tempat untuk beristirahat, setelah itu baru melanjutkan lagi perjalanan.

Si LOGIKA memutuskan untuk tidur di bawah sebatang pohon..

Sedangkan si TAKDIR memilih tidur ditengah jalan.

LOGIKA berkata kepada TAKDIR: "Kamu gila! Kamu menjatuh-kan dirimu kepada kematian. Ketika kamu tidur akan ada mobil yang lewat dan melindas tubuhmu!”

TAKDIR menjawab: "Saya tidak akan tidur kecuali di tengah jalan ini. Sebab bisa saja ada mobil yang datang lalu ia melihatku dan mengajakku bersamanya".

Akhirnya LOGIKA betul-betul tidur di bawah pohon dan TAKDIR tidur di tengah jalan.

Tidak beberapa lama setelah keduanya tertidur, lewatlah sebuah mobil besar dalam kecepatan tinggi. Tatkala supir melihat ada yang tidur di tengah jalan, ia berusaha berhenti dengan mendadak, tapi sayang tidak keburu.

Akhirnya supir membanting stir dan mobil itu berbelok ke arah pohon dan langsung menabrak LOGIKA, sehingga selamatlah si TAKDIR

Inilah kenyataan hidup, bahwa TAKDIR memainkan peranan-nya di tengah-tengah manusia.

Kadang-kadang TAKDIR bertentangan dengan LOGIKA.

Maka boleh jadi,  terjadinya delay/ trtundanya sebuah penerbangan, ada keselamatan di balik itu.

Boleh jadi tertundanya kita mendapatkan suatu HAK, karena ada HAK orang lain yang selama ini kita abaikan dan tidak kita perdulikan.

Boleh jadi ditolaknya lamaran kerja kita, karena ada hikmah besar di balik itu

Tertundanya pertolongan dan kemenangan juga pasti ada MANFAAT yang sangat BESAR di belakang peritiwa itu.

Boleh jadi kita MEMBENCI sesuatu padahal ia baik.

Yang dikagumi terkadang tidak mengerti.

Yang dicintai terkadang tidak merasa.

Yang dirindukan terkadang tidak tahu.

Yang dikasihi terkadang menyakit-kan perasaan.

Yang diinginkan terkadang tidak sesuai dan sejalan.

Yang tidak disangka terkadang terjadi.

Yang kaya terkadang bisa jatuh miskin.

Yang dihina terkadang bisa jadi sangat sukses.

LOGIKA adalah salah satu alat dan cara untuk BERJUANG memperbaiki nasib/ keadaan .... Sedangkan TAKDIR adalah suatu misteri, tapi jika kita berserah, pasrah dan mengikuti jalan yang BENAR, maka yakinlah bahwa TAKDIR itu akan INDAH pada waktunya

  

Thursday, October 14, 2021

JALAN TRANS PAPUA

Mungkin selama ini kalian mengira Jalan Trans Papua adalah jalan yang lurus, yang membelah pulau Papua menjadi dua.

Jalan Trans Papua adalah jalur konektivitas antar kota dan antar daerah di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua, yang sebelumnya belum pernah ada.

Pembangunan infrastruktur bertujuan untuk : 

·         Menekan angka kemiskinan

·         Mengurangi indeks kemahalan

·         Mendukung pemerataan pembangunan infrastruktur

·         Membuka keterisolasian wilayah

·         Meningkatkan konektivitas

Jalan Trans Papua membawa kemajuan bagi Rakyat Papua.

Sebagai pembanding, panjang jalan Trans Papua adalah 3.462 kilometer, sedangkan panjang jalan tol Trans Jawa adalah 1.167 kilometer (dari Pelabuhan Merak, Cilegon, di Provinsi Banten hingga Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, di Provinsi Jawa Timur).

Panjang nya Jalan Trans Papua hampir 3 kali lipat panjang Jalan Tol Trans Jawa, ditambah dengan tingkat kesulitan membuka dan menembus hutan dan sungai di pedalaman Papua..

Apalagi kurangnya pak Jokowi, sehingga masih ada segelintir orang yang tidak merasa puas dengan kinerjanya ????


Tuesday, October 12, 2021

KUNCI SUKSES

CERDAS BANGET MENDIKBUD

Nadiem Makarim: Mematahkan Mitos NEM, IPK dan Rangking.

Ada 3 hal ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap Kesuksesan yaitu :

1. NEM

2. IPK 

3. Rangking

Saya mengarungi Pendidikan selama 22 Tahun :

- 1 Tahun TK

- 6 Tahun SD

- 6 Tahun SMP-SMA

- 4 Tahun S1

- 5 Tahun S2 & S3

Kemudian Saya mengajar selama 15 Tahun di Universitas di 3 Negara Maju :

1. AS

2. Korsel

3. Australia 

Dan juga di Tanah Air. 

Saya menjadi saksi betapa tidak relevannya ke-3 konsep di atas terhadap kesuksesan. 

Ternyata sinyalemen Saya ini di dukung oleh Riset yang di lakukan oleh Thomas J. Stanley yang memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survey terhadap 733 Millioner di US

Hasil penelitiannya ternyata nilai yang baik (yakni NEM, IPK dan  rangking) hanyalah faktor sukses urutan ke-30 

Sementara faktor IQ pada urutan ke-21

Dan bersekolah di Universitas/Sekolah Favorit di urutan ke-23. 

Jadi Saya ingin mengatakan secara sederhana: "Anak Anda Nilai Raportnya rendah Tidak masalah"

NEM Anak Anda tidak begitu besar? 

Paling banter akibatnya tidak bisa masuk Sekolah Favorit. Menurut hasil Riset, tidak terlalu pengaruh terhadap kesuksesan*

Lalu apa faktor yang menentukan kesuksesan Seseorang itu?

Menurut Riset Stanley berikut ini adalah 10 faktor teratas yang akan mempengaruhi KESUKSESAN :

1. Kejujuran (Being honest with all People)

2. Disiplin keras (Being well-disciplined)

3. Mudah bergaul (Getting along with People)

4. Dukungan pendamping (Having a supportive spouse)

5. Kerja keras (Working harder than most people)

6. Kecintaan pada yang di kerjakan (Loving my career/business)

7. Kepemimpinan (Having strong Leadership qualities)

8. Kepribadian kompetitif (Having a very competitive spirit/Personality)

9. Hidup teratur (Being very well-Organized)

10. Kemampuan menjual Ide (Having an ability to sell my Ideas/Products)

Hampir kesemua faktor ini tidak terjangkau dengan NEM dan IPK. 

Dalam Kurikulum semua ini kita kategorikan: Softskill.

Biasanya peserta didik memperolehnya dari kegiatan Ekstra-Kurikuler.

10 faktor di atas ada di dalam Pendidikan Pramuka

Membentuk karakter adalah kebutuhan utama

Mengejar kecerdasan Akademik semata hanya akan menjerumuskan diri. 

Bangsa Indonesia bukan tidak butuh orang yang pinter karena bangsa Indonesia sudah banyak orang2 pinter namun bangsa Indonesia membutuhkan orang2 yang punya Karakter beradab, sopan santun, dan berakhlak mulia

Bukan teori tapi praktek langsung di keseharian dengan cerdas menyikapi hidup cerdas menciptakan  peluang 

#Salam Cerdas

Sunday, October 10, 2021

KESADARAN PIKIRAN

(Bhante Pannavaro)

Ada sepasang suami istri yang tinggal di desa kecil, seperti kota tapi masih desa. 

Suatu hari liburan panjang, mereka sekeluarga naik mobil, ingin piknik. Dari satu desa di Yogyakarta mau ke Semarang. Berangkatlah dia dan keluarganya.

Setelah satu jam mengendarai mobil, istrinya berkata pada suaminya, "Pak...., tadi kompor sudah saya matikan belum ya? Lalu rumah rasanya belum saya kunci"

"Ma, pikir yang benar, Ma"

"Lupa saya. Udah belum ya? Rasanya sudah, tapi kok sepertinya belum" 

Dia mau menelpon tetangganya tetapi tidak bisa, karena itu adalah liburan panjang, tetangga2nya juga pergi jalan-jalan semua.

Dia stress......

"Pak, mumpung masih belum terlalu jauh kita balik pulang saja dulu, untuk memastikan”

"Lha, kita sudah jalan satu jam. Sudah separuh nih"

"Nanti kalau rumah kita di masuki maling bagaimana, Pak?"

Akhirnya....Pulanglah mereka. Sampai di rumah, dilihat, "Oh...., rumah sudah terkunci, kompor pun sudah dimatikan"

"Lha, Mama kok bisa lupa? Bagaimana sih tadi?"

Karena dia melakukannya dengan dengan terburu-buru. Tidak dengan kesadaran. 

Jika saja dia mematikan kompor dengan kesadaran, tek...., maka akan ingatlah dia. Tetapi, waktu dia mematikan kompor tadi, orangnya masih di rumah tetapi .... pikirannya sudah sampai di Semarang. Mau belanja, cari tas tambahan, yang gratis-gratis. 

Juga sewaktu dia menutup pintu, anaknya rewel minta dirinya cepat berangkat, jadi dia tutup begitu saja, ceklek. Lalu dia pergi.

Dia melakukan itu tanpa kesadaran. 

Dia tersiksa. 

Andai saja dia mematikan kompor dengan perhatian dan kesadaran, dia mengunci pintu dengan kesadaran, pikiran dia hadir disitu, ceklek.  

Maka saat suaminya bertanya, "Ma, sudah di kunci pintunya?"

"Sudah Pa” mantap dia menjawab.

"Kompor sudah dimatikan, Ma?'

"Sudah, Pa".

"Jelas nih Ma? Yakin?".

"Jelas, yakin karena saya melakukannya dengan perhatian dan kesadaran."

Itulah meditasi kesadaran. 

Menggunakan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari akan membebaskan Anda dari bermacam-macam keruwetan pikiran.

"Jadi meditasi itu tidak hanya duduk diam saya ya Bhante?'

"Tidak, Saudara"

Orang-orang berpikir jika bisa duduk diam, meditasi makin lama, makin bagus. 

Oh, ya pasti kalah dengan arca rupa Buddha. Buddha rupa, duduknya paling lama.

Hadirnya kesadaran dalam keseharian, justru itulah meditasi yang sangat penting. 

Sehari sekali duduk meditasi untuk menghadirkan kesdaran. Tetapi yang lebih penting dari sehari sekali duduk bermeditasi adalah menggunakan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.

Mengetahui .....perasaan yang muncul, 

yang tidak menyenangkan, pikiran baik, 

Pikiran yang buruk, 

Pikiran yang jelek, 

Pikiran yang mulia, 

kita tahu semua......

Kesadaran itu akan membebaskan kita. 

Ini akan mengurangi kotoran-kotoran bathin yang halus meskipun kita belum bebas dari penderitaan sepenuhnya. 

Apabila kita menggunakan kesadaran, kita akan mengurangi penderitaan ini.

Itulah latihan yang dapat membawa perubahan dalam kehidupan ini, dalam perliaku kita sehari-hari. Mengendalikan diri dari yang buruk agar yang buruk-buruk tidak menjadi bad habit, kebiasaan yang buruk

Kerjakanlah segala sesuatu yang baik dengan kesadaran.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia 

Friday, October 8, 2021

KISAH WALOEJO SEDJATI

Di sekitar tahun 1960, ratusan anak muda cemerlang dikirim Presiden Soekarno untuk belajar ilmu dan teknologi di berbagai universitas di dunia. Ada yang belajar sastra, ilmu teknik, kedokteran, pertanian dan sebagainya. Atas biaya negara, mereka dianggap sebagai mahasiswa ikatan dinas (mahid). 

Anak-anak muda ini tengah sibuk-sibuknya mengejar ilmu ketika di Tanah Air, peristiwa G30S/PKI meletus di tahun 1965. Beberapa lama setelahnya, nasib mereka berubah mendadak: paspor para mahasiswa ini ditarik dan tak lagi diakui negara. Mereka terbangun di pagi hari di Beijing, Moskwa, Pyongyang, dan kota-kota negara kiri lainnya dan mendapati diri mereka bukan lagi bagian dari tanah airnya. 

Mereka menjadi layang-layang putus yang tak pandai menunggangi angin. Raganya di timur jauh dan Eropa, cinta mereka ke Indonesia, tapi tanpa pegangan dan penanda sebagai warga negara. 

Inilah kisah Waloejo Sedjati, satu dari layang-layang putus dari Indonesia itu. Lelaki yang lahir 27 Juli 1935 di Desa Legokkalong, Kecamatan Karanganyar, Pekalongan, Jawa Tengah ini menuangkan kisahnya yang panjang dan getir dalam buku “Bumi Tuhan: Orang Buangan di Pyongyang, Moskwa dan Paris”. 

* * * * *

Usianya 25 tahun saat itu. Ia yang pernah kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, meraih beasiswa bersama seorang mahasiswa Universitas Padjadjaran untuk belajar ilmu kedokteran di Pyongyang, Korea Utara. 

Waloejo ingat benar, ia meninggalkan Indonesia pada pukul 11, tanggal 11, bulan 11, tahun 1960.  Di apron penumpang Bandara Kemayoran, ia dilepas ayah dan orang sekampungnya dengan air mata kebahagiaan: seorang pemuda Legokkalong kini dikirim Presiden untuk belajar di negeri yang asing.

Waloejo pergi dengan sekoper pakaian yang terselip di dalamnya oleh-oleh wayang Gatotkaca. Saat duduk di dalam pesawat, ia geli membayangkan Gatotkaca di rak bagasi itu betul-betul sedang terbang di angkasa. Begitu pesawat melintas di atas lautan, pramugari datang membawa nampan berisi hidangan dan selembar sertifikat untuknya dengan tulisan indah: "Telah Melewati Garis Khatulistiwa".

Pesawat itu tidak langsung membawanya ke  Pyongyang di Korea Utara, tapi transit di Singapura, Yangon di Myanmar, bermalam di Kunming di China  lalu ke Beijing. Empat hari di Beijing, diurus orang kedutaan Indonesia, ia kemudian naik kereta api menuju Pyongyang.

Salju sedang turun di kota Pyongyang ketika kereta tiba. Dan itulah pertama kalinya Waloejo melihat salju. Ia disambut begitu megah di Stasiun Pyongyang, dengan drum band dan karangan bunga. Tiba di hotel, ucapan selamat datang dan hadiah seperangkat pakaian musim dingin, disampaikan kepadanya dengan pesan "langsung dari Marsekal Kim Il Sung". 

Pada malam harinya, ia dijamu pemimpin Liga Pemuda Demokrasi. Atas semua itu, Waloejo bertanya dalam hati: "apakah sudah begitu pentingnya kedatangan kami ini?"

Di Korea "dinding pun punya kuping". Bulan-bulan pertama di Pyongyang, ia belajar bahasa Korea di Universitas Kim Il Sung.  Ia belajar bersama para mahasiswa asing lainnya dari Eropa Timur, Afrika dan Asia. Lalu pada bulan September 1961 ia pun memulai masa delapan tahun belajar ilmu kedokteran di Institut Kedokteran Pyongyang. Di sana, di kalangan mahasiswa ia menjadi "bintang". Selain karena ia tak berseragam seperti mahasiswa lain, ia dianggap "datang dari negeri kapitalis untuk menimba ilmu di negara sosialis". 

Ia sempat mendampingi kontingen olahraga Korea Utara yang datang bertanding di Ganefo, pesta olahraga negara-negara Asia yang digagas Bung Karno di Jakarta sebagai tandingan Olimpiade di tahun 1963. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk pulang kampung ke Karanganyar.

Ia juga menyaksikan kunjungan bersejarah Bung Karno ke Korea Utara di awal musim gugur tahun 1964, beberapa bulan setelah dibentuknya hubungan diplomatik Indonesia-Korea Utara. Sambutan kepada Soekarno di Pyongyang itu merupakan pesta terbesar yang pernah diadakan untuk menyambut tamu kepala negara asing. Pesta penyambutan digelar selama tiga hari di jalan-jalan dengan aneka acara, seluruh kota berhias dan dipercantik, ribuan lampu menyala di malam hari dengan display huruf "Selamat Datang" dan "Hidup Persahabatan" dalam bahasa Indonesia dan Korea.

Selama kunjungan itu, Waloejo dikontrak Radio Pyongyang sebagai penerjemah siaran berita. 

Ia juga menjadi saksi kedatangan Ketua CC PKI, DN Aidit pada September 1963. Aidit saat itu menyerukan: "Kelak, kalau PKI menang, ya seperti Koreanya kawan Kim Il Sung inilah sosialisme Indonesia akan kami bangun". Ucapan Aidit segera jadi bahan propaganda dalam negeri Korea Utara, dicetak khusus lalu disebarkan ke seluruh negeri. Harian partai Rodong Shinmun memuatnya sebagai headline, radio dan televisi menyiarkannya berulang-ulang. 

Kunjungan terakhir petinggi Indonesia ke Pyongyang yang ia ingat adalah delegasi MPR yang dipimpin Ketua Chaerul Saleh di minggu keempat bulan September 1965, hari-hari menjelang sebuah peristiwa besar meletus di Tanah Air.

Beberapa hari sepulangnya delegasi MPR itu, pada 1 Oktober 1965 pagi, siaran radio Australia berbahasa Indonesia membawa kabar bagai bisul yang pecah di Pyongyang: Tanah Air berguncang oleh peristiwa G30S, penculikan dan pembunuhan enam jenderal Angkatan Darat di Jakarta pada 30 September 1965, lewat tengah malam. 

Dalam kebingungan yang galau, kata Waloejo, "kami orang-orang Indonesia di Pyongyang -- ketika itu ada tujuh mahasiswa dan dua sarjana yang sedang melakukan riset -- hanya bisa meraba-raba."

Berhari-hari tak ada berita resmi, kecuali kabar dari radio-radio luar negeri. Bahkan KBRI di Pyongyang pun tak bisa menjawab. "Perasaan kami dicengkam kecemasan luar biasa," kata Waloejo.

Begitulah. Waktu berjalan dalam ketidakpastian. Pada awal 1967, Waloejo mendengar seorang Kolonel Angkatan Darat dari Indonesia tiba di Pyongyang. Beberapa hari kemudian, Waloejo dan kawan-kawan menerima surat pencabutan paspor Indonesia. Ia tak menyesal. "Apa artinya paspor dicabut dibanding kawan-kawan di Indonesia yang dikejar, disiksa dan dicabut nyawanya?"

Sejak itu, Waloejo Sedjati menjadi manusia tanpa negara, bagai layang-layang putus, tak tahu ke mana angin mengibaskannya. "Aku bukan siapa-siapa lagi. Hanya seorang pengembara tanpa identitas," katanya. 

Bekalnya kini sebagai manusia hanya satu buku kecil tipis yang diperpanjang setiap dua tahun: Izin Tinggal Orang Asing di Korea Utara.

Dalam status tak jelas itu, toh ia tetap melanjutkan kuliah. Ia lulus menjadi dokter setelah sembilan tahun. 

Bagi Waloejo, inilah saatnya meninggalkan Korea Utara. Tapi hendak ke mana?

Pada 5 Maret 1970, Waloejo meninggalkan Pyongyang dengan keharuan yang dalam. Ia hanya menyalami piket penjaga, seorang pengurus kantin dan dua staf yang mengurusi makanannya bertahun-tahun lamanya, lalu seorang guru pembimbing yang menyerahkan paspor dan tiket pesawat. Waloejo menuju Moskwa.

Di ibukota Uni Soviet itu, akhirnya ia tahu, ada ratusan mahasiswa Indonesia ikatan dinas yang belajar di berbagai perguruan tinggi, puluhan di antaranya di Universitas Patrice Lumumba. Mereka semua "orang-orang yang terhalang pulang", orang Indonesia yang paspornya telah dicabut, tak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah Orde Baru. 

Waloejo kemudian masuk Universitas Patrice Lumumba, ia mendalami ilmu  bedah sembari berpraktik di sebuah rumah sakit. Ia juga menjalankan penelitian untuk gelar doktor di bawah bimbingan Profesor Chumakov, perintis transplantasi jantung di Uni Soviet. Keahlian Waloejo yang terasah adalah operasi transplantasi buah zakar dari mayat korban kecelakaan yang masih segar ke pasien dengan masalah scrotum! Dalam rentang 1973-1980, ia sukses melakukan operasi pemindahan biji lelaki itu setidaknya 30 kali. 

Ia akhirnya menjadi dokter spesialis bedah, dan sekaligus meraih gelar doktor setelah menghabiskan 400 ekor tikus putih untuk eksperimen di laboratorium.

Dengan gelar doktor dan dokter ahli bedah, di bulan Desember 1981 Waloejo Sedjati meninggalkan Moskwa. Ia berkereta menuju Budapest, Hongaria lalu ke Yugoslavia. Tujuan utamanya hendak pindah ke Paris, ibukota Perancis -- ibukota peradaban Eropa. Ia memanfaatkan kedekatannya sesama orang Indonesia yang terbuang serta jaringan sesama dokter lulusan Moskwa di kota-kota itu untuk sekadar singgah. Ia tak memegang paspor, hanya selembar surat keterangan tanpa warga negara (stateless) dengan huruf Rusia. 

Di setiap kota yang disinggahinya itu, ia tetap membuka praktik pengobatan. 

Akhirnya, Waloejo tiba di Paris pada bulan Februari 1982 di saat kota itu "sudah muak kebanjiran imigran". Banyak pencari suaka ditolak. Tapi sebagai dokter ia akhirnya diterima. Ia kemudian menetap di Paris dalam naungan UNHCR.

Pada suatu hari di tahun 1982, ia berhasil mendatangkan ayah dan ibu, serta adiknya ke Eropa. Itulah perjumpaan yang sangat mengharu-biru setelah 25 tahun perpisahan. Dan akhirnya, ia mendengar cerita dari tanah air tentang ayahnya yang dituduh sebagai pemimpin PKI oleh orang sekampung di Legokkalong, Karanganyar itu karena kepergiannya sekolah ke Pyongyang dulu -- tapi tak seorang pun yang bisa membuktikannya. Kata ibunya: "Bapakmu mengucapkan kata komunis saja belum pernah kok disuruh mengaku pemimpinnya!"

Keluarga ini selamat meski hubungan dengan orang sekampung, bahkan dengan sanak kerabat, sudah berubah. Di kampung itu banyak yang mati dibantai dituduh sebagai PKI. "Tak ada sahabat, tak ada saudara. Dituduh maling atau garong, atau pelacur bahkan anjing masih mungkin mencari selamat. Tapi kalau dituduh komunis, pasti habis," kata sang ayah.

Dari ayah dan ibunya ia mendengar cerita menyayat hati tentang pembunuhan massal orang-orang kampung oleh kerabat sendiri, oleh polisi dan tentara, karena tuduhan sebagai PKI. Mayat-mayat mereka bertebaran dan membusuk. Sungai Loji di pantai utara bahkan seperti tersumbat oleh banyaknya mayat. 

Begitulah. Sebulan ia berkumpul dengan ayah ibunya. Lalu sepulang mereka kembali, kehidupan yang keras dimulai lagi. 

Baru pada 11 Oktober 1994 ia memperoleh kewarganegaraan Perancia -- sesuatu yang sesungguhnya tak ia inginkan karena tetap mengingat Indonesia. "Tapi saya ingin pulang ke Tanah Air. Untuk itu saya harus punya status warga negara," katanya. 

Dengan paspor Perancis di tangan, Waloejo bebas pergi ke seluruh negeri di muka bumi, tentu saja kalau punya uang. Dan negeri pertama yang hendak ia datangi adalah Indonesia, tanah kelahirannya, yang 35 tahun telah ia tinggalkan.

Dipenuhi rasa gamang, pada 13 September 1995, pukul 10.00 pagi, pesawat yang membawanya dari Paris mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. "Ketika kakiku menginjakkan lantai bandara, terasa ada satu getaran ajaib. Tanah tumpah darahku. Tempat aku dilahirkan."

Selanjutnya adalah perjalanan nostalgia sebagai turis Perancis berwajah Melayu yang pada paspornya ada visa turis dengan izin 60 hari sahaja. 

* * * * *

Begitulah. 

Semua kisahnya itu ia tuliskan dalam sebuah buku: Bumi Tuhan, Orang Buangan di Pyongyang, Moskwa dan Paris. 

Buku ini adalah memoarnya, kisah hidupnya di rantau dan tak pulang-pulang sampai akhir hayatnya. Waloejo Sedjati meninggal di Paris pada 3 September 2013. 

Hanya kisahnya ini yang tertinggal.

-- TEBET, 30 September 2017 (foto: cielsorra.wordpress.com)