Monday, February 26, 2018

XI JIN PING

XI JIN PING
Presiden Xi Jin Ping dari Tiongkok berkata: Ketika saya masih kecil, saya sangat egois, selalu mengambil yang terbaik untuk diri saya sendiri. Perlahan-lahan, semua orang meninggalkan saya dan saya tidak punya teman. Saya tidak berpikir itu salah saya tetapi saya mengkritik dan menyalahkan orang lain.
Ayah saya memberi saya 3 kalimat untuk membantu saya dalam hidup.
Suatu hari, ayah saya memasak 2 mangkuk mie dan meletakkan 2 mangkuk di atas meja. Satu mangkuk hadir dengan satu telur di bagian atas mie dan mangkuk lainnya tidak memiliki telur di atasnya. 
Ayah berkata, "Anakku. Silahkan kamu pilih. Mangkuk mana yang kamu inginkan ”.
Telur sulit didapat saat itu! Hanya bisa makan telur selama festival atau Tahun Baru. Tentu saja saya memilih mangkuk dengan telur! Saat kami mulai makan. Saya mengucapkan selamat kepada diri saya sendiri atas pilihan dan keputusan bijak yang saya lakukan dan mendapatkan telur itu. Lalu saya terkejut ketika ayahku makan mie, ada dua telur di bawah mangkuknya, tersembunyi di bagian bawah mie! Saya sangat menyesal! Dan memarahi diriku sendiri karena terlalu terburu-buru dalam keputusanku. Ayah saya tersenyum dan iba kepada saya, ”Anakku. Kamu harus ingat apa yang dilihat mata Anda mungkin tidak benar. Jika kamu berniat mengambil keuntungan dari orang-orang, kamu akan berakhir dengan kekalahan!”
Keesokan harinya, ayah saya kembali memasak 2 mangkuk mie: satu mangkuk dengan telur di atasnya dan mangkuk lainnya tanpa telur di atasnya. Sekali lagi, dia meletakkan dua mangkuk di atas meja dan berkata kepada saya, ”Anakku. Silahkan kamu pilih. Mangkuk mana yang kamu inginkan?”
Kali ini saya lebih pintar. Saya memilih mangkuk tanpa telur di atasnya. Yang mengejutkan saya, saat saya memisahkan mie di atas, tidak ada satu pun telur di dasar mangkuk! Sekali lagi ayah saya tersenyum dan berkata kepada saya, “Anakku, kamu tidak harus selalu bergantung pada pengalaman karena kadang-kadang, hidup dapat mengecohmu atau menipu kamu. Tetapi kamu tidak boleh terlalu jengkel atau sedih, hanya memperlakukan ini sebagai pengetahuan yang kamu dapat sebagai proses pembelajaranmu. Kamu tidak akan mendapatkan pelajaran semacam ini dari buku teks.
Hari ketiga, ayah saya lagi memasak 2 mangkuk mie, lagi satu mangkuk dengan telur di atas dan mangkuk lainnya tanpa telur di atasnya. Dia meletakkan 2 mangkuk di atas meja dan kembali berkata kepada saya, ”Anakku. Silahkan kamu pilih. Mangkuk mana yang kamu inginkan?”.
Kali ini, aku memberi tahu ayahku, "Ayah, kamu pilih dulu. Ayah adalah kepala keluarga dan berkontribusi paling banyak kepada keluarga." Ayah saya tidak menolak dan memilih mangkuk dengan satu telur di atasnya. Saat saya makan semangkuk mie saya, di hati saya berkata pasti tidak ada telur di dalam mangkuk. Yang mengejutkan saya! Ada dua telur di dasar mangkuk.
Ayah saya tersenyum kepada saya dengan cinta di matanya, "Anakku, kamu harus ingat! Ketika kamu berpikir untuk kebaikan orang lain, hal-hal baik akan selalu alami terjadi pada dirimu!"
Saya selalu ingat 3 kalimat nasehat ayah saya dan hidup dng melakukan sesuai nasihatnya. Dan benar, saya bisa sukses besar.
Xi Jin Ping

Friday, February 23, 2018

THE POWER OF BUT

THE POWER OF BUT
Semangat pagi kawan semua. Apa kabar? 
Di bawah ini ada 2 kalimat yang hampir sama susunan katanya. Cobalah tanpa memikirkan maknanya, namun carilah sahaja nilai rasanya. 
1. Susi cantik tapi bau. 
2. Ani bau tapi cantik.
Sudah?  Bagus! 
Nah, seandainya malam nanti ada undangan pesta, Anda akan memilih Susi atau Ani sebagai kawan/pendamping? 
Well, saya yakin sebagian besar dari Anda akan memilih Ani. Apa pasal? 
Meski secara maknawi kedua kalimat di atas terdengar nyaris sama, namun sebenarnya ada sebuah perbedaan mendasar, yaitu peletakan kata sifat sebelum kata TAPI (BUT)
Kata TAPI di sini seolah menghapus nilai rasa bahkan makna dari kata sifat yang diletakkan sebelumnya. Sehingga kedua kalimat di atas seolah memiliki nilai rasa bahkan makna sbb:
1. Susi bau
2. Ani cantik
Ah masa sih?  Mau bukti lain? 
Untuk para istri coba bayangkan ketika pagi hari menyediakan kopi atau teh untuk suami tercinta, kemudian mendengar komentar dari mereka: 
"Ma, kopimu enak sekali",  tentu rasanya akan bangga sekali. Namun ternyata komentar suami belum kelar. Disambung dengan, "tapi kemanisan!"
Apa yang bakal Anda rasakan wahai para istri? Esok pagi, ketika suami Anda minta kopi lagi pasti ini jawaban Anda,  "Bikin aje ndiri. Emang aye starbak!" Hehehe... 
***
Meski terkesan sederhana namun nyatanya kelihaian kita dalam memanfaatkan kata hubung seperti ini mampu meningkatkan kualitas komunikasi kita sehari hari. Berikut ini beberapa contoh aplikasi kekuatan kata TAPI dalam keseharian kita. 
1. Induksi hipnosis
Seperti yang kita ketahui bahwa syarat seseorang bisa di hipnosis adalah 
A. Sukarela
B. Bisa difokuskan 
C. Bisa diajak komunikasi 
Dalam beberapa kali melakukan induksi dalam ranah hypno stage, ada beberapa suyet yang agak bandel. Mereka sengaja ikut maju menjadi suyet dengan tujuan ingin menguji kita. Maka dalam hatinya dia sebenarnya melawan semua sugesti kita. 
Artinya syarat pertama menjadi tidak terpenuhi. Apakah kita akan menyerah menghadapi suyet seperti ini?  
Kalau kita memaksakan teknik induksi kita kepada suyet seperti ini, bisa dipastikan acara Anda akan gagal total. Maka pahamilah pola pikir yang ada dibenaknya. Dia pasti senantiasa ingin melawan. Maka biarkanlah dia melawan. Ijinkan dia melawan. Bahkan arahkan dia agar melawan. 
"Baik Fulan. Sebentar lagi saya akan menghitung satu sampai sepuluh. Tugas Anda adalah menahan untuk TIDAK TIDUR. Usahakan agar mata Anda TIDAK MENUTUP. TAPI anehnya, semakin Anda menahan justru rasa kantuk itu semakin menjadi saja. Semakin Anda menahan, justru mata Anda semakin berat.... "
Sebenarnya sugesti yang saya berikan di atas adalah dalam hitungan sepuluh Fulan akan tertidur
Ah, Anda pasti juga sudah paham bahwa kata negasi seperti TIDAK dan JANGAN tidak pernah dikenali oleh pikiran bawah sadar kita. Maka sugesti di atas menjadi dobel power dan sangat halus dalam memengaruhi suyet. 
2. Selling
Apa sih sebenarnya makna selling itu? Apakah memaksa calon klien untuk membeli produk kita? Atau memanipulasi pikiran calon klien sehingga mereka membeli produk kita? Tentu saja bukan!  
Kita tahu bahwa selling adalah sebuah proses penciptaan kebutuhan pada calon klien sehingga mereka dengan suka rela serta bahagia membeli produk kita. Dalam proses penciptaan kebutuhan tadi biasanya terjadi sesi keberatan yang beragam jenis dan faktanya.  
Handling objection atau menjawab keberatan-keberatan yang muncul merupakan salah satu faktor penentu bisa closing atau gagalnya sebuah selling. Prinsipnya calon klien tidak akan suka jika pendapat mereka dibantah. Untuk mengantisipasi hal ini maka kata “TAPI” juga sangat powerful
Klien: "Harganya mahal sekali"
Sales: "Betul Pak/Bu, harga kami memang terkesan mahal, TAPI coba deh Bapak/Ibu perhatikan fitur serta benefitnya yang kesemuanya lebih bagus dibandingkan produk lain”
3. Parenting
Di dunia ini banyak tersedia sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi untuk pelbagai ilmu pengetahuan. Namun sayang justru untuk pengetahuan dasar menjadi orang tua malah tidak ada sekolahnya. 
Alhasil kita mendidik anak kita menggunakan cara kita dahulu dididik. Dan seringkali didikan jaman old lebih banyak melakukan larangan daripada pemberdayaan. Padahal mendidik anak itu ibarat memainkan layang-layang yang terkadang perlu ditarik benangnya dan ada kalanya juga perlu diulur. 
Anak: "Ma, kakak mau main PS ya"
Mama: "Boleh kok Kak, TAPI setelah belajar dan shalat ashar ya"
***
Dan masih banyak lagi optimasi kata hubung yang bisa kita pelajari, seperti use of OR (ATAU), use of AND (DAN),  ALTHOUGH (MESKIPUN BEGITU) dan lain sebagainya. 
Dimana bisa belajar optimasi kata kata tersebut? 
Ikuti saja Workshop Find The Hypnotist in YOU!
Hubungi: Hari Dewanto - Professional Hypnotherapist
Happiness Life Coach
FB: Hari Dewanto
WA: 08179039372

Tuesday, February 20, 2018

JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN

JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN
Dr. Handrawan Nadesul, September 2, 2017

Baru-baru ini pihak Departemen Kesehatan mulai tergugah menertibkan peredaran iklan-iklan kesehatan yang merugikan masyarakat karena terbukti tidak benar, atau pembohongan.
Setiap kali memberi seminar, pertanyaan ihwal pengobatan alternatif selalu muncul dalam pertanyaan. Dan itu semua yang selama ini bikin saya prihatin.
Makin subur terapi alternatif apa saja, makin tersesat pasien dalam berobat. Dan itu terjadi di sini. Hampir tiap hari beredar broadcast di media sosial ihwal terapi yang tidak jelas.
Bawang putih dicampur jahe dan kismis direndam anggur merah bisa merontokkan tumpukan lemak pembuluh jantung.
Untuk tujuan yang sama bisa dilakukan dengan minum air kelapa porsi besar selama dua minggu.
Jamur kuping menurunkan kolesterol.
Buah atep menyembuhkan penyakit lutut, kalung menyembuhkan stroke, gelang mengobati encok, banyak lagi yang tidak masuk nalar medis, dan ini terbilang dark number.
Tidak tercatat berapa pasien yang sudah menjadi korban. Mengapa semua itu bohong?
Medis belum menemukan obat atau cara yang mampu meluruhkan tumpukan lemak (plaque) yang melekat erat pada pembuluh darah, selain dengan cara dikerok. Cara mengerok pun belum ditemukan.
Juga belum ada bukti ilmiah racikan di atas dan jamur kuping menurunkan kolesterol.
Penyakit lutut lebih dari satu, buah atep belum punya bukti ilmiah, dan buah atep untuk penyakit lutut yang mana?
Untuk bisa sembuh dari stroke, sel otak yang mati akibat serangan stroke harus bisa dihidupkan kembali.
Lalu bagaimana hebatnya kalung berkhasiat terhadap kondisi sel otak yang sudah mati, ketika medis belum menemukan obat dan caranya.
Encok sendiri ada bermacam-macam, bagaimana penjelasan medisnya gelang berkhasiat bisa menyembuhkan, misalnya encok sebab asam urat, atau encok sebab kelainan darah yang seturut medis hanya bisa dilawan dengan obat.
Melihat tak sedikit pasien kita tersesat dalam berobat, konon disinyalir, makin banyak pasien kanker kita gagal ditolong medis hanya lantaran ia mampir-mampir dulu di orang pinter, atau memilih terapi entah apa.
Ketika kanker masih stadium awal, mestinya dengan mudah medis menyembuhkan.
Namun karena mampir dulu di orang pinter, bertahun-tahun dengan ongkos yang belum tentu kecil, lalu tidak sembuh, baru beralih ke dokter. Dokter angkat tangan karena kankernya sudah telanjur lanjut.
Belajar Skeptik Terhadap Pengobatan
Masyarakat perlu belajar skeptis terhadap apa pun tawaran pengobatan nonmedis yang beredar semarak di iklan media massa, selain program yang masih tayang di sejumlah televisi.
Alih-alih menyembuhkan, malah justru merugikan, kalau bukan pasien telanjur kehilangan nyawa. Kalaupun ada yang sembuh, di mata medis tidak sahih, karena yang tidak sembuh umumnya jauh lebih banyak.
Pasien diabetik berharap sembuh dari sandal berduri di iklan televisi, namun setelah dipakai gula darahnya terus melonjak, berujung komplikasi ginjal, lalu meninggal akibat gagal ginjal, hanya lantaran keliru memilih alamat berobat.
Sayangnya tidak ada yang memberi tahu masyarakat agar jangan lekas percaya pada iklan berobat.
Sejatinya tidak sederhana dalam hal mengobati.
Dunia medis perlu puluhan tahun untuk menemukan obat. Tak cukup hanya terbukti berkhasiat.
Berkhasiat saja tapi tidak aman, belum boleh menjadi obat.
Tidak demikian halnya terapi alternatif. Bahan berkhasiat, jamu, herbal, atau cara entah apa hanya dilihat sisi berkhasiatnya semata.
Kasus harus cangkok ginjal sehabis bulanan minum obat cina untuk encok, membuktikan bahwa kendati memakai bahan alami, obat cina itu belum tentu aman bagi tubuh. Banyak herbal di Thailand dan Jepang ditarik karena terbukti tidak aman. Bahan berkhasiat jahe hutan (Aristolochiaceae) yang banyak dipakai dalam ramuan cina, bertabiat merusak ginjal selain mencetuskan kanker.
Waspadai pula cara terapi atau penyembuhan non-medis dengan alat yang kini banyak ditawarkan. Tubuh kita ada listriknya.
Pastikan apakah peralatan non-medis dengan memanfaatkan listrik atau magnet yang digunakan tidak berpengaruh buruk terhadap listrik tubuh.
Apalagi kalau cara terapi sampai memasukkan sesuatu zat ke dalam tubuh (invasive), adakah izin menggunakannya?
Demi melindungi pasien, kita mengacu pada Badan Pengawasan Obat (FDA).
Bukan sedikit pasien kita tertipu oleh kursi berlistrik untuk mengobati penyakit apa saja, dan belakangan baru ketahuan kalau ternyata itu bohong.
Logika medisnya, makin banyak klaim penyakit yang bisa disembuhkan, makin banyak bohongnya.
Nalar medisnya begini. Tidak ada satu obat atau cara untuk segala penyakit. Klaim terapi alternatif atau sejenisnya cenderung menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Nalar medisnya tidak mungkin bisa demikian.
Setiap penyakit punya mekanisme terjadinya masing-masing. Tensi darah meninggi berbeda mekanismenya dengan kejadian tensi darah yang rendah.
Mana mungkin satu bahan berkhasiat bisa mengatasi tensi tinggi sekaligus bisa pula untuk tensi rendah.
Begitu pula halnya kasus keputihan, ada tiga penyebabnya. Mana mungkin hanya sebuah ramuan bisa untuk menyembuhkan ketiganya.
Masyarakat perlu terbiasa bernalar medis seperti itu. Termasuk mampu skeptis menyanggah klaim alternatif yang mengaku bisa menyembuhkan, padahal dunia medik belum menemukan obatnya.
Nalar kita, kalau benar bisa menyembuhkan yang dunia medis belum punya obatnya, seharusnya sudah mendapat Hadiah Nobel. Nyatanya kan tidak.
Perlu Bukti Ilmiah
Apapun bahan berkhasiat, ramuan, herbal, atau cara terapi yang mengklaim bisa menyembuhkan, perlu ditagih bukti ilmiah (evidence based) apakah benar berkhasiat.
Benar berkhasiat saja namun tidak aman, tetap tidak boleh diterima sebagai obat.
Tidak sedikit bahan yang mengaku berkhasiat yang beredar di pasar, sudah terbukti berkhasiat.
Kita mengenal bahan berkhasiat masih kasar (raw material) yang belum teruji khasiatnya, kemudian baru naik kelas menjadi herbal setelah uji khasiat dan uji hewan, dan lalu naik kelas lagi menjadi phytopharmaca setelah menempuh protokoler uji lengkap, sebelum kemudian diterima menjadi obat.
Logika medisnya hanya phytopharmaca yang baru terbilang obat
Bawang putih diterima karena ada zat berkhasiatnya. Di balik zat berkhasiat bawang putih, terkandung pula zat yang tidak berkhasiat, yang bersifat merugikan tubuh. Kita perlu membuang zat yang merugikan supaya aman bagi tubuh. Untuk menyaripatikan hanya zat berkhasiat, perlu teknologi. Untuk teknologi itulah kita membayar lebih mahal kapsul bawang putih yang sudah hilang bau dan hilang pula zat yang merangsang lambung. Itu berarti tidak benar bahwa satu siung bawang putih tunggal-lanang sama khasiatnya dengan satu kapsul bawang putih murni yang untuk membuatnya satu dosis, perlu beberapa siung.
Buah pace diterima punya khasiat. Perlu buah pace dengan derajat kematangan tertentu, pemanasan tertentu, selain dari spesies tertentu untuk memberikan khasiat mengkudu optimal. Maka ekstrak buah Noni jauh lebih mahal dari hanya sekadar buah mengkudu yang dipetik dari pohon. Jadi memang tidak sesederhana itu memanfaatkan khasiat buah pace. Soal apakah zat berkhasiat dalam bawang putih dan buah pace bisa untuk menyembuhkan penyakit apa saja, itulah yang salah kaprah.
Ikan gabus sekarang jadi mahal hanya karena kandungan albuminnya tinggi. Karena albumin dibutuhkan oleh kasus gagal ginjal, maka diklaim semua kasus ginjal apa saja bisa disembuhkan dengan ikan gabus. Bahkan diklaim bisa membersihkan ginjal, padahal sejatinya ginjal tidak perlu dibersihkan.
Terapi Alternatif Dijadikan Industri
Pihak industri memanfaatkan isu zat berkhasiat dalam suatu bahan alam sebagai bisnis. Hanya karena suatu bahan alam mengandung zat antioxidan, misalnya, dan penyebab kanker antara lain kekurangan antioxidan, maka dianggap bahwa mengonsumsi antioxidan bisa menyembuhkan kanker. Logika medisnya tidak demikian.
Banyak tawaran terapi alternatif yang tidak nalar di mata medis. Kasus tidak punya anak, lebih sepuluh penyebabnya, baik pada suami maupun pada istri. Bagaimana sebuah cara, atau suatu ramuan, bisa mengatasi semua penyebabnya, tentu tak mungkin. Diabetes hanya bisa dikendalikan, untuk sembuh total perlu teknologi stem-cell. Jadi bohong kalau ada obat atau cara alternatif yang mengaku bisa menyembuhkan kencing manis.
Dunia medis bukan menafikan terapi alternatif. Ada sekelompok terapi atau healing alternatif yang diterima medik sebagai complementary alternative medicine, termasuk acupuncture, acupressure, homeopathy, chiropractic, untuk menyebut beberapa. Namun tidak setiap alternatif serta merta bisa diterima karena belum tentu masuk akal medis.
Berobat yang sudah pasti sajalah. Kalau dunia medis punya obat dan caranya, kenapa bersusah payah mencari alamat berobat lain yang belum jelas. Susahnya, masyarakat kita kebanjiran iming-iming berobat yang tak jelas, yang masih bebas beredar di banyak iklan media massa, selain tayangan televisi. Masih ada stasiun televisi kita yang menayangkan pengobatan dan penyembuhan yang tidak jelas. Ini catatan buat Departemen Kesehatan.
Di mana-mana negara, orang bukan dokter yang sekadar menganjurkan obat tertentu pada pasien, ada regulasinya. Di negeri kita, orang bukan dokter bisa dengan bebas menawarkan program diet, program terapi, bahkan sampai yang bersifat invasive kepada masyarakat luas, tanpa ada pasal hukumnya. Bahkan sekalipun disinyalir sudah ada korbannya, siapa saja di negara kita masih bisa bertindak seperti profesi dokter. Ini catatan lain buat Ikatan Dokter Indonesia juga.***

Saturday, February 17, 2018

THE MUSKETEERS

THE MUSKETEERS

The Three Musketeers adalah novel tentang petualangan empat orang pemuda di tengah-tengah pergolakan politik di Perancis di abad pertengahan yang dikarang oleh Alexandre Dumas. Empat orang itu adalah D’Artagnan, Athos, Porthos, dan Aramis. 
Judulnya Tiga Musketeer, tapi tokoh utamanya  kok ada 4? 
Hehe, usah bingung kawan, sebelum saya jelaskan,  ijinkan terlebih dulu saya bercerita sedikit mengenai musketeer. 
Musketeer adalah sejenis tentara infantri di Perancis jaman old. Mereka disebut begitu karena keahlian mereka  menggunakan 'Musket', sejenis senjata laras panjang.
Kisah ini diawali dengan kedatangan D’Artagnan ke Paris. Ia berniat menemui De Treville, komandan satuan Musketeer. Berbekal surat referensi dari ayahnya yang merupakan teman dekat De Treville, D’Artagnan menuju Perancis dengan semangat membara untuk menjadi seorang anggota Musketeer. Namun, karena sebuah insiden di tengah perjalanan, surat referensi itu dicuri orang.
Di Paris, pemuda yang mudah tersulut emosinya itu harus bersitegang dengan 3 orang anggota Musketeer seperti yang telah saya sebutkan di atas, Athos, Porthos, dan Aramis. Akan tetapi, ketika mereka akan bertarung, datanglah tentara-tentara Kardinal ikut campur. Para tentara Kardinal ini memang sudah sejak lama selalu mengganggu para Musketeer. Melihat hal itu, D’Artagnan secara naluri justru bergabung dengan 3 Musketeer itu dan berhasil mengalahkan tentara-tentara Kardinal tadi.
Sejak saat itu, D’Artagnan mendapat penghormatan dari 3 Musketeer yang sempat memusuhinya itu, bahkan De Treville, sang Komandan Musketeer pun ikut menyampaikan pujian. Meskipun tidak bisa menjadi musketeer dikarenakan surat referensinya yang hilang di jalan, namun dia selalu diterima untuk ikut berjuang bersama tiga musketeer tersebut. Jadi meskipun novel tersebut berjudul Three Musketeer, namun kekompakan ke 4 anggotanya memang tersohor di seantero negeri. 
Battle cry mereka yang sangat terkenal dan mampu menggoyahkan nyali musuh-musuhnya adalah One for all, all for one
TEORI GESTALT
Teori psikologi Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.
Tiga tokoh utama dari teori psikologi Gestalt adalah Kurt Koffka, Max Wertheimer dan Wolfgang Köhler. Ketiga tokoh ini berpendapat bahwa manusia seringkali cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Dalam aplikasinya terhadap proses belajar, teori psikologi Gestalt dimaknai sebagai sebuah proses mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena atau gejala.
Manusia akan cenderung untuk mempersepsikan sebuah gejala dari rangkaian pola-pola yang mirip sebagai sebuah kesamaan serta satu kesatuan yang utuh.
Salah satu manfaat dari teori psikologi Gestalt dalam implikasinya ke dalam hubungan sosial dalam kelompok dan masyarakat adalah membantu kita untuk dapat melihat segala sesuatu secara lebih terperinci dan detail pada tiap-tiap fenomena yang terjadi di sekitar kita untuk kemudian memahaminya sebagai sebuah gambaran besar yang utuh. 
Ketika hal ini berhasil dilakukan, kita akan lebih mudah dalam memahami gambaran sebuah situasi yang lebih besar, bukan hanya fenomena yang berdiri sendiri-sendiri.
INTEGRATED PART THERAPY
Dalam praktik psikologi atau hipnoterapi,  gejala atau fenomena yang terjadi di dalam diri manusia biasa dikenal dengan istilah 'part', dan teknik untuk menyelaraskan part-part tadi disebut Integrated Part Therapy. 
Sepertinya halnya teori gestalt atau kisah tentang musketeer tadi, ternyata di dalam diri manusia, tepatnya di dalam pikiran manusia terdapat banyak sekali part yang dalam satu waktu bisa muncul secara bersamaan. 
Kesemua part tadi merupakan sebuah kesatuan yang pada dasarnya tidak bisa atau bahkan tidak boleh dipisahkan. 
Misal,  pagi hari alarm berbunyi pukul 4, coba Anda ingat begitu mata Anda terbuka, gagasan apa saja yang terbersit dalam benak Anda nyaris dalam waktu yang bersamaan? 
Buang air kecil, BAB, ambil air wudhu, ambil air minum, tarik selimut lagi, shalat, mematikan alarm, dlsb. 
Apapun gagasan yang paling sering Anda ikuti akan mewujud dalam sebuah tindakan. Dan ketika tindakan itu selalu Anda ulang, maka orang akan mengenal Anda seperti tindakan yang dominan Anda lakukan tesebut. Anda akan disebut beser jika setiap buka mata langsung pipis, disebut sholeh ketika Anda langsung berwudhu untuk shalat, atau si pemalas kalau kebiasaan Anda adalah tarik selimut. 
Kejadian serupa bisa terjadi ketika suatu siang kendaraan Anda diserempet orang yang kemudian kabur. Saat itu gagasan berujung tindakan yang mungkin muncul adalah: marah, memaki, mengejar, tarik nafas dan istighfar, menggigil ketakutan, dlsb. 
Label orang juga mulai muncul sesuai dengan tindakan dominan yang akan Anda ambil. Pemarah, Penyabar atau malah Penakut. 
Runyamnya yang terjadi dalam kehidupan sehari hari,  orang lain hanya memandang Anda dari salah satu gejala atau fenomena yang dominan muncul. Padahal di dalam malas Anda terdapat juga rajin serta sholeh. Di dalam pemarah Anda, pastilah ada sang penyabar itu jauh di dalam diri (pikir) Anda. Dan menjadi lebih runyam lagi ketika Anda mengaminkan pendapat orang lain tersebut. 
Kenali Musketeer Anda
Manusia diciptakan Allah sebagai sesempurna sempurnanya makhluk (fii ahsani taqwin), dengan semua karunia pembeda dari makhluk lain. 
Di dalam diri manusia ada segumpal darah yang jika baik darah itu maka baiklah seluruh tubuh manusia itu, sebaliknya jika buruk segumpal darah itu maka buruk pulalah seluruh tubuh manusia itu. Para ulama meyakini bahwa segumpal darah itu adalah hati. 
Saya kok merasa yang dimaksud sebenarnya adalah OTAK. 
Otak merupakan hardware, dan pikiran merupakan software-nya. Dan tahukah Anda bahwa gagasan/part yang ada dalam pikiran manusia ternyata sangatlah banyak jumlah dan ragamnya. Bukan hanya berupa gagasan atau emosi (state), namun juga terdapat pelbagai sisi kreatif, jenius serta terapis, yang kesemuanya itu ketika sudah kita kenali akan dengan mudah dioptimalkan pemanfaatannya. 
Sepertinya kata sebuah presuposisi  (asumsi dasar) dalam NLP bahwa semua manusia sudah memiliki semua sumber daya untuk sukses. Yang perlu dilakukan adalah: 
- mengidentifikasi, 
- memperkuat,  kemudian
- mengurutkannya. 
***
Menurut kawan saya seorang Polyglot (orang yang menguasai lebih dari satu bahasa), cara paling cepat dan mudah belajar bahasa asing adalah mengidentifikasi sang jenius dalam diri kita, untuk kemudian memanggil 'part' bahasa asing yang dikehendaki, semisal Inggris, Rusia, Jepang dll. 
Teknik sederhana mengidentifikasi part tadi adalah melakukan personifikasi, memberi warna bahkan nama. Semakin banyak indera yang mampu mengenali part tadi akan semakin mudah part tadi dimunculkan. 
Dus, ketika kita sakitpun sebenarnya kita bisa melakukan resusitasi awal sebelum pergi ke dokter. Kita bisa memanggil sang terapis untuk melakukan diagnosis dan mendapatkan tips mengenai tindakan yang perlu diambil agar kondisi kesehatan kita membaik. 
Salah satu teknik yang sangat ampuh adalah Six Step Reframming. (Silakan googling sendiri tekniknya)
Saya mengalaminya ketika melakukan roadshow 10 hari Happiness & NLP di Jogja dan Jateng bulan lalu. Di hari ke-3 mata kaki kiri saya tiba-tiba saja membengkak. Saat itu saya sedang mengajarkan mengenai teknik six step reframming ini. Maka sekalian untuk mencontohkan, saya tanyakan pada terapis di dalam diri saya, what to do?
Dan jawabannya sangat aneh, saya diminta minum black coffee tanpa gula (padahal saya tidak pernah minum kopi sebelumnya), diminta melepas sepatu setelah lunch break dan duduk ketika mengajar. 
Ajaibnya setelah saya ikuti anjuran sang terapis tadi, menjelang coffee break sore, kaki saya sudah kembali normal. 
Dan luar biasanya bahkan kaki saya tetap sehat sampai saya menyelesaikan roadshow tersebut. Owsem. 
***
Dalam praktek lebih advance lagi ternyata teknik part therapy ini juga mampu mengatasi beberapa gangguan fisik. 
Contoh paling aktual terjadi pada artis Ria Irawan yang divonis kanker serviks. Sel kanker sebenarnya merupakan bagian diri manusia yang akibat radikal bebas menyebabkan pertumbuhannya menjadi seolah tanpa kendali lagi. Nyatanya dengan mencoba mengenali sel kanker tersebut,  memberinya nama, bahkan senantiasa menyapanya. Mengajak ngobrol hingga membujuknya untuk pergi, alhasil dalam beberapa bulan Ria Irawan dinyatakan sudah terbebas dari kanker serviks. 
Tahun 2009, saya mengalami cholic ureter, yang membuat saya harus dirawat selama 2 hari. Dari hasil rontgen serta USG, diketahui bahwa terdapat batu ginjal sepanjang 1,5 cm di ureter kanan. Saya lakukan self therapy yang salah satunya juga membujuk batu ginjal tadi untuk keluar dengan aman dan nyaman. Alhamdulillah setelah 2 minggu akhirnya batu tadi keluar juga. Tanpa darah. Tanpa rasa sakit. Owsem.  
Dengan memahami pendekatan ini maka kita selalu memiliki harapan untuk menyelesaikan sebuah situasi yang kurang memberdayakan diri kita. 
Kalau kita selalu merasa minder ketika berada di ruang publik, yang terjadi sebenarnya kita hanya belum mengenali Si Pemberani atau Percaya Diri dalam diri kita. Ketika kita lebih sering dikendalikan oleh amarah kita, yang sebenarnya terjadi hanyalah kita belum mengenali si sabar dalam diri kita. 
Dari beberapa literatur yang saya pelajari, juga pengalaman saya melakukan part therapy, kita tidak boleh berpihak pada salah satu part atau mengalahkan salah satu part lainnya. Tugas kita adalah melakukan edukasi sehingga tercapai kesepakatan dan kesepahaman antar part demi mencapai sebuah WFO (Well Formed Outcome) yang membuat mereka lebih 'berdaya'. 
Ibarat musketeer tadi,  semua part ini mesti bahu membahu demi tercapainya tujuan besar mereka. Maka slogan yang dipegang juga mesti sama, yaitu one for all, all for one
Silahkan tebar jika manfaat 
Tabik
- haridewa -
Happiness Life Coach 
NLP Trainer
FB: Hari Dewanto 
WA: 08179039372

Tuesday, February 13, 2018

PANDANGAN HUKUM DI JEPANG

PANDANGAN HUKUM DI JEPANG
Oleh: Moh Mahfud MD - Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN)
Ketua MK (2008-2013) 
SAYA terperangah dan takjub ketika pada Selasa, 16 Januari 2018, kemarin seorang advokat di Nagoya (Jepang) menjawab pertanyaan saya sambil terheran-heran. Saat itu saya bersama Zainal Arifin Mochtar (Uceng) dari Fakultas Hukum UGM diundang makan siang oleh pimpinan  ASEAN Nagoya Club (ANC) di sebuah restoran di Nagoya. 
ANC adalah sebuah komunitas pebisnis untuk kawasan ASEAN yang berkedudukan di Nagoya. Mungkin karena saya dan Uceng berprofesi sebagai dosen di bidang hukum, pihak tuan rumah membawa seorang advokat, Junya Haruna, dan seorang guru besar hukum konstitusi dari Nagoya University, Prof Shimada.
 Dengan maksud mengobrol masalah yang ringan-ringan saja, saya bertanya kepada Junya Haruna, “Seberapa banyak kasus penyuapan terhadap hakim yang terjadi di Jepang?”, Haruna terperanjat dan tampak heran atas pertanyaan itu. 
Dia mengatakan, sepanjang kariernya dia tidak pernah mendengar ada hakim dicurigai menerima suap di Jepang. “Terpikir pun tidak pernah.”
 Di Jepang, kata Haruna, masyarakat percaya bahwa hakim tidak mau disuap. Di sana hakim sangat dihormati dan dimuliakan karena integritasnya.
“Apakah Anda percaya pada semua putusan hakim yang juga mengalahkan Anda dalam menangani perkara?” tanya saya. Haruna menjawab, semua putusan hakim diterima dan dipercaya sebagai putusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebenaran posisi hukum yang diyakini oleh hakim.
 “Di sini tidak pernah ada kecurigaan hakim disuap. Seumpama pun kami kalah dan tidak sependapat dengan putusan hakim, paling jauh kami hanya mengira hakim kurang menguasai dalam satu kasus yang spesifik dan rumit atau kamilah yang kurang bisa meyakinkan hakim dalam berargumen dan mengajukan bukti di pengadilan. Tak pernah terpikir, hakim kok memutus karena disuap”, tambah Haruna.
Ketika Haruna mau bertanya balik tentang Indonesia, saya segera membelokkan pembicaraan. Saya bilang restoran tempat kita lunch sangat indah dikelilingi oleh kebun bunga yang memancing selera makan, termasuk bunga sakura dan pohon-pohon yang seperti dibonsai dengan begitu harmonis. Lalu saya mengajak berfoto. 
Saya lihat Uceng segera berpatut-patut mengangkat kameranya yang canggih dan mengomando kami agar ambil posisi untuk foto bersama. Uceng membantu saya dengan gaya seperti pemotret profesional. Pembelokan pokok pembicaraan pun berhasil digiring oleh Uceng.   
 Sengaja saya belokkan pembicaraan tentang “penyuapan hakim” itu karena saya takut ditanya balik dan harus bercerita jujur tentang hukum, hakim, pengacara, dan penegakan hukum di Indonesia. Tak mungkin bisa keluar dari mulut saya cerita tentang betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia. Apalagi saat itu saya baru berusaha meyakinkan pimpinan ANC bahwa aturan hukum di Indonesia sangat kondusif untuk berinvestasi.
 Saya memang berbicara, aturan hukum (legal substance) di Indonesia sudah cukup bagus untuk investasi. Tetapi saya tidak berani berbicara penegakan hukum oleh aparat (legal structure) dan budaya hukum (legal culture).  
Bisa malu kalau saya harus berbicara keadaan Indonesia tentang itu. Bayangkanlah, saya harus bercerita, hakim-hakim di Indonesia bukan hanya dicurigai tetapi benar-benar banyak yang digelandang ke penjara karena penyuapan hakim.
Saya akan malu juga, misalnya, kalau harus bercerita bahwa di Indonesia banyak pengacara tersandung kasus karena menyuap atau berusaha menyuap hakim. Tak mungkin saya bercerita bahwa banyak pengacara di Indonesia yang tidak mengandalkan kompetensi dalam profesi hukum, tetapi hanya melatih dirinya untuk melobi aparat penegak hukum atau menggunakan posisi politik agar perkaranya dimenangkan dengan imbalan uang. 
Belum lagi ada cerita-cerita bahwa calon pengacara yang magang (latihan mencari pengalaman) kepada pengacara senior justru tugas pertamanya adalah disuruh mengantar uang untuk menyuap hakim, jaksa, atau polisi dan yang bersangkutan harus memastikan penyerahan suap itu aman adanya.
 Begitu juga takkan bisa keluar jawaban dari mulut saya kalau ditanya apakah di Indonesia ada jaksa atau polisi yang dihukum karena penyuapan dan rekayasa perkara? Akan malu saya sebagai anak bangsa jika menjawab itu dengan jujur tetapi akan berdosa saya sebagai muslim jika saya menjawab dengan berbohong. Kita memang mempunyai budaya sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal berhukum kita meniru Jepang.
 Awal 2014, selepas menjadi ketua MK, saya diundang menjadi tamu oleh Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo. Saat saya tiba di sana, sedang gencar berita dan kampanye untuk pemilihan gubernur Tokyo. 
Apa ada penggantian gubernur? Ya, tetapi bukan berdasar jadwal normal, melainkan karena Gubernur Inosi, pejabat yang definitif, mengundurkan diri. 
Mengapa mengundurkan diri?. Karena sang gubernur diberitakan meminjam uang tanpa jaminan ke sebuah rumah sakit besar dan oleh pers itu dicurigai untuk mendanai kampanye politiknya. Karena pinjaman itu tanpa jaminan, pers menduga Inosi nanti akan memberikan imbalan dalam bentuk, mungkin, korupsi politik
 Jadi, sang gubernur mengundurkan diri karena malu saat dicurigai akan (baru dicurigai: akan) menggunakan jabatannya untuk melakukan korupsi politik. Eloknya lagi, sekitar seminggu setelah saya pulang dari Jepang awal 2014 itu seorang pegawai dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta datang kepada saya mengantarkan uang Rp120.000 (seratus dua puluh ribu rupiah). Untuk apa? 
“Waktu check in untuk kembali ke Indonesia kemarin, di bandara, Bapak membayar airport tax sendiri. Bapak tamu pemerintah, jadi harus kami yang menanggung semua,” jawab pegawai dari Kedubes Jepang itu.
Wuih, saya sudah diundang ke Jepang dengan fasilitas mewah, soal uang seratus dua puluh ribu rupiah pun masih diantarkan kepada saya. “Duh, kok repot-repot ngantar uang Rp120.000 ke sini? Kalau naik taksi pulang-pergi dari kantor Anda ke sini sudah lebih dari Rp200.000,“ kata saya. Apa jawab petugas itu? “Itu peraturan di kantor kami. Kami harus mematuhi semua peraturan tanpa menambah atau mengurangi,” jawabnya.
Jepang adalah anggota Kelompok Negara G-7, salah satu dari tujuh negara termaju di dunia. Budaya hukumnya sangat indah, peraturan sesederhana apa pun ditaati. Inilah rasanya yang lebih pas menjadi budaya Pancasila. 

“Berapa puluh tahun lagi kita bisa berhukum seperti itu, Prof?” kata Uceng saat kami keluar dari jamuan makan siang Selasa lalu itu., “Nanti diskusikan di Jakarta saja,” jawab saya.

Saturday, February 10, 2018

LANSIA AWAS JATUH

LANSIA AWAS JATUH
Para pensiunan harap menyimpan artikel ini :

Sebuah studi di Amerika Serikat menyebutkan lebih dari 51% hubungan antara orang lanjut usia (lansia) jatuh dan naik tangga.
Setiap tahunnya ada 20.000 kematian di AS akibat naik tangga.
Para ahli menyarankan setelah berusia 65 tahun/lansia untuk TIDAK melakukan 10 tindakan alias 10-TIDAK di bawah ini :
1. Tidak Naik tangga 
2. Tidak Terlalu cepat menoleh/membalikkan badan 
3. Tidak Membungkuk menyentuh telapak kaki
4. Tidak Mengenakan celana sambil berdiri
5. Tidak Sit up
6. Tidak Memutar pinggang ke kiri kanan 
7. Tidak Berjalan mundur 
8. Tidak Membungkuk untuk mengangkat barang berat
9. Tidak Mendadak berdiri meninggalkan ranjang 
10. Tidak Mengejan/ngeden terlalu keras 
Bagikan kepada banyak orang: sebuah gerakan yang setiap tahunnya menyebabkan 20.000 orang meninggal dunia di AS.
Setelah berusia 65 tahun/lamsia usahakan tidak melakukan 10 tindakan tersebut.
Silahkan berbagi dengan rekan kerja, teman sekolah, sahabat pensiunan.