Monday, May 16, 2016

SEKOLAH KNOWING VS SEKOLAH BEING

Sekolah Knowing vs Sekolah Being
Kantor kami, Perusahaan PMA dari Jepang, mendapat pimpinan baru dari Perusahaan induknya di Jepang. Ia akan menggantikan Pimpinan yang lama yang memang sudah waktunya untuk  balik ke negaranya.
Sebagai patner, saya ditugaskan untuk kmendampinginya selama ia di Indonesia.
Saya menawarkan kepadanya selain perkenalan kepada relasi, juga  untuk melihat-lihat objek wisata kota Jakarta dan Bandung . 
Pada saat kami ingin menyeberang jalan, teman saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross. Berbeda dengan saya dan orang Jakarta yang lain, dengan mudah menyeberang di mana saja sesukanya.
Teman saya ini tetap tidak terpengaruh oleh situasi. Dia terus mencari zebra cross ataupun jembatan penyeberangan, setiap kali akan menyeberang. Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan sarana seperti itu.
Yang lebih memalukan, meskipun sdh ada zebra cross tetap saja para pengemudi tancap gas, tidak mau mengurangi kecepatan guna memberi kesempatan pada para penyeberang. Teman saya geleng2 kepala mengetahui perilaku masyarakat kita.
Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyeberang jalan tadi.
Saya bertanya, mengapa orang-orang di negara ini menyeberang tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa zebra cross itu adalah sarana untuk menyeberang jalan. Sementara kenapa dia selalu konsisten mencari zebra cross meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan sarana tersebut.
Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya, "It's all happened because of The Education System."
Saya kaget juga  mendengar jawabannya. Apa hubungannya menyeberang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan?
Dia melanjuntukan penjelasannya, "Di dunia ini ada 2 jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk 'Knowing' atau sekedar tahu saja, sedangkan yang kedua sistem pendidikan yang mencetak anak2 menjadi mahluk 'Being'.
Apa maksudnya?
Maksudnya, sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswa. Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang diketahui sebagai bagian dari kehidupannya.
Anak-anak tumbuh hanya menjadi 'Mahluk Knowing', hanya sekedar 'mengetahui' bahwa: - zebra cross adalah tempat menyeberang dan
tempat sampah adalah untuk menaruh sampah -.
Tapi mereka tetap menyeberang dan membuang sampah sembarangan.
Sekolah ‘Knowing’ semacam ini biasanya mengajarkan banyak sekali mata pelajaran. Tak jarang membuat para siswanya stress, pressure & akhirnya mogok sekolah. Segala macam diajarkan dan banyak hal yang diujikan, tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekedar tahu, 'Knowing'.
Di negara kami, sistem pendidikan benar-benar diarahkan untuk mencetak manusia being, yaitu manusia-manusia yang 'tidak hanya TAHU apa yang benar tetapi MAU melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya'.
Di negara kami, anak-anak hanya diajarkan 3 mata pelajaran pokok:
1. Basic Sains
2. Basic Art
3. Social
Dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus dan dibandingkan dengan kejadian nyata di seputar kehidupan mereka.
Mereka tidak hanya TAHU, mereka juga MAU menerapkan ilmu yang diketahui dalam keseharian hidupnya. Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu.
Cara ini mulai diajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi mahluk 'Being', yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka tahu benar." Bukan sekedar mahluk ‘knowing’
Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan perilaku dan mental anak-anak bangsa. Tidak hanya sekadar berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah kepafa para anak bangsa.
Karakter, perilaku dan kejujuran adalah landasan untuk membangun anak didik  yang lebih beradab dalam berperilaku, bukan sekadar angka-angka akademik seperti yang tertera di buku-buku raport sekolah ataupun Indeks Prestasi IPK..
Kejujuran dan etika moral adalah prioritas utama, sedangkan kepintaran itu kita kembangkan kemudian,  karena setiap anak terlahir pintar dan pendidikan itu sendiri adalah perkembangan
Oleh sebab itu, seyogyanya, kita  tidak perlu terlalu risau jika seorang anak belum bisa calistung (baca tulis hitung) atau Pipolondo (Ping Poro Lan Sudo) saat masuk SD atau bahkan setelah sekolah SD sekalipun, Tapi mestinya  harus peduli jika sorang anak tidak jujur dan beretika buruk.
Pendidikan itu bukan persiapan untuk hidup, karena  pendidikan adalah kehidupan itu sendiri  (B.Dewanto 10052016)

No comments:

Post a Comment