Sunday, June 28, 2020

DUKA KELUARGA PAK WITO

TETAP BIASAKAN  PAKAI  MASKER  DAN  CUCI TANGAN

(Jangan sembrono wabah Corona belum usai)

Kali ini saya menulis dengan penuh kesedihan yang mendalam atas kepergian satu keluarga tim medis. Saya akan bercerita dengan sudut pandang saya sendiri sebagai pasien juga sebagai warga Sampang.

Tahun 2013 awal saya pernah sakit dan disarankan berobat ke Pak Wito, mantri senior yang membuka praktek di rumahnya kawasan Kedungdung, sekitar 15 KM dari Sampang kota. Pertama kali datang kaget sekali, karena yang antri luar biasa banyak. 

Menurut cerita dari orang orang pak Wito sudah lama mengobati orang, puluhan tahun. Beliau bukan asli orang Sampang. Dahulu beliau sering dipanggil orang orang dan mengobati sampai ke daerah pelosok, bahkan hingga malam hari. Maklum di Sampang apalagi zaman dulu, dokter masih jarang dan rumah warga banyak ada dipelosok. Tapi tiap pak Wito dijemput untuk mengobati pasien, beliau selalu siap.

Pak Wito bertugas sebagai perawat di Puskesmas Kedungdung, jika sore hari buka praktek di rumahnya. Setiap hari paisennya selalu penuh. Yang bikin saya heran, ada pasien datang dari Sampang kota, bahkan dari Pamekasan. Saat ditanya bukannya di kota sudah banyak dokter, mereka menjawab, "Kadung cocok sama Pak Wito" sepertinya kalau tidak berobat ke Pak Wito tidak akan sembuh. 

Menurut kabar yang beredar, pak Wito ini kuat ibadahnya. Puasa, sholat malam dan sunah lainnya. Itu yang membuat orang orang lebih tenang berobat ke sini. 

Tahun 2019, sekitar bulan Agustus, pak Wito pensiun dari puskesmas dan fulltime buka praktek di rumah. 

Saat musim corona, orang orang takut berobat ke rumah sakit karena takut dianggap sakit Corona. Maka jadilah pasien pak Wito tidak berhenti sepanjang hari. Tetangga saya datang berobat pagi jam sembilan baru diperiksa habis asar, karena pasiennya penuh sekali. 

Tanggal 7 Juni 2020 dengan tiba tiba ada berita duka, bahwa beliau meninggal dunia. Prediksi orang orang karena beliau kelelahan luar biasa kelelahan mengobati pasien. Dua hari sebelum meninggal beliau sudah tidak menerima pasien.

Tanggal 9 Juni 2020, menyusul kabar duka lainnya. Istri beliau, Bu Wito seorang bidan senior juga meninggal dunia. Orang mengira karena depresi kehilangan suami tercinta.

Semenjak kepergian ibu, anak anaknya yang juga tenaga medis mulai curiga dan melakukan tes, ternyata satu keluarga semuanya positif Corona. Orang tua, anak, menantu hingga cucunya yang masih 13 bulan ikut positif. 

Bisa jadi pak Wito tertular dari pasien yang tidak jujur. Karena daerah Kedungdung merupakan wilayah yang banyak orang datang dari luar daerah seperti Jakarta, Surabaya dan lain sebagainya. Sayangnya sebagian pasien tidak jujur mengenai riwayat perjalanan mereka.

Tanggal 14 Juni 2020, anak kedua beliau, dr Deny Dwi Yurianto meninggal dunia. Dokter Deny merupakan dokter di puskesmas Tambelangan dan istrinya Dokter di Puskesmas Robatal. Akhirnya kedua puskesmas ini ditutup akibat kasus corona, apalagi di Puskesmas Robatal dua orang petugas ikut positif Corona setelah dilakukan medical tes.

Meninggalnya dokter Deny ini yang paling membuat saya terhenyak. Karena beliau adalah dokter keluarga kami. Saya, suami, Auni dan Gaza semuanya cocok jika berobat ke beliau. Orangnya ramah, selalu optimis dan menjelaskan asal muasal penyakit agar kita bisa menghindarinya.

Tanggal 19 Juni 2020. Anak pertama pak Wito, dr Anang Eka Kurniawan juga meninggal dunia. Beliau dinas di Puskesmas Socah, Bangkalan. 

Saat ini, istri dan anak dr Deny masih di rawat di Surabaya, karena Corona. Padahal beliau sedang mengandung anak ke dua.

Tulisan ini dibuat untuk mengenang pengabdian pak Wito sekeluarga.

Bagi orang orang yang masih menanggap Corona adalah konspirasi, bagaimana anda melihat ini semua? Apa meninggalnya beliau sekeluarga adalah sebuah lelucon belaka?

Bagi pasien yang hobi berbohong, tidak jujur mengenai riwayat perjalanan, mementingkan diri sendiri, saya sudah tidak tahu lagi mau bicara apa.

Sampang kehilangan mutiara, empat sekaligus.

Mari kita doakan beliau sekeluarga. Lahumul Fatihah.

Sampang, 23 Juni 2020

No comments:

Post a Comment