Sunday, November 7, 2021

TENTANG KONSTRUKSI JALAN TOL INDONESIA

Ada hal yang perlu diluruskan terkait pernyataan tertulis salah satu pengamat keselamatan dengan judul JALAN TOL DI INDONESIA TIDAK AMAN sbb :

1. Beberapa kecelakaan yang terjadi di jalan tol yang diinvestigasi oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) menemukan beberapa hazard yang menjadi penyebab kecelakaan di jalan tol yaitu:

a. Jalan tol yang baik, dengan tingkat pelayanan jalan A, pada akhirnya akan memicu euforia pengguna jalan untuk memacu kecepatan kendaraannya. Sepanjang Indonesia merdeka baru kali pertama pengemudi bisa mencapai kecepatan free flow speed (diatas 100 km/jam) yaa di jalan tol yang sekarang, kecepatan 140 km/jam adalah hal biasa yang kita temu kenali. Namun demikian, truk2 ODOL juga berjalan disana, dan kecepatan mereka maksimal 40 km/jam. Kedua jenis lalu lintas ini pada akhirnya membentuk gap kecepatan yang sangat tinggi dan ini sangat berbahaya. IRAP membuat ambang batas gap ini 30 km/jam, dimana gap diatasnya dapat ber-resiko terjadi tabrak depan belakang. Dan gap di jalan tol di Indonesia saat ini bisa mencapai 100 km/jam, artinya gap tersebut tidak mampu ditoleransi oleh waktu reaksi manusia. Pada akhirnya kita melihat kasus kecelakaan tabrak depan belakang yang sangat tinggi di jalan tol di Indonesia. Jadi, disini sama sekali tidak terkait dengan skid resistance. KNKT belum pernah menemukan issue terkait skid resistance pada jalan tol di Indonesia. 

b. Kemudian jalan tol yang tersambung, dengan pelayanan jalan A tadi menghilangkan kemacetan, pada akhirnya menimbulkan euforia juga pada pengemudi, menempuh  Jakarta - Surabaya sekali jalan, tanpa perlu istirahat, hal ini bisa menyebabkan fatigue pada pengemudi. Pada saat seorang pengemudi mengalami fatigue, dia ber resiko mengalami micro sleep. Tidur sedetik pada kecepatan 140 km/jam itu bisa berarti maut baginya. Jadi disini masalah fatigue menjadi issue yang menonjol pada kecelakaan di jalan tol

c. Selanjutnya mengenai passive safety di jalan tol, yaitu terkait pembatas, itu juga lebih baik. Karena beberapa jalan tol yang menggunakan median terbuka justru sering membuka peluang kendaraan yang pengemudinya kehilangan kemudi menyeberang ke jalur lawan. Oleh sebab iti KNKT membuat rekomendasi menutup median terbuka dengan memasang pagar pengaman jalan, entah itu menggunakan beton rigid, guardrail ataupun wire rope.

Jadi, untuk menurunkan kecelakaan di jalan tol, ada beberapa rekomendasi KNKT yang saat ini sedang gencar digalakkan oleh pengelola tol yaitu :

1. Menurunkan speeding kendaraan, melalui inovasi marka chevron reducing marking;

2. Mendorong orang memasuki rest area dengan melengkapi rest area dengan hal hal menarik seperti taman bermain, spot selfie, tempat mandi air panas dsb;

3. Memasang pembatas rigid pada median jalan untuk mencegah pengguna jalan menyeberang;

4. Memasang crash cushion pada pagar pengaman jalan sehingga jika tertabrak, kendaraannya tidak akan disate;

5. Menghilangkan tiang tengah jembatan pada desain konstruksi penyeberangan di jalan tol;

6. Melindungi tiang tengah jembatan dan bangunan lainnya dengan baik untuk memperkecil resiko tertabrak oleh kendaraan yang lengah

Itu beberapa hazard dan mitigasi yang dilakukan oleh KNKT, jadi terkait tulisan diatas dirasa kurang tepat dan tidak sesuai dng keadaan dan faktual yang ada

Keterangan gambar: Kecelakaan maut tunggal di jalan tol Jombang yang menimpa pasangan Vanessa dan Bibi akibat supir speeding (180 km/jam) jauh di atas ketentuan kecepatan maksimal jalan tol yaitu 100 km/jam yang menabrak pembatas jalan sebelah kiri jalan.

No comments:

Post a Comment