Thursday, December 16, 2021

PATRIOTISME NAKES

Iqbal Mochtar

Patriotisme memiliki beragam makna. Secara luas, ia merujuk kepada semangat berkorban demi kepentingan bangsa, negara dan rakyat. 

Namun apapun definisi patriotisme, kurang pas menggurui semangat ini kepada tenaga kesehatan (nakes) Indonesia, setidaknya untuk saat ini.  Alasannya, spirit ini sudah inheren dengan mereka. Pandemi yang berlangsung hampir dua tahun menjadi saksi pembuktian patriotisme mereka. Sepanjang pandemi, belum pernah terdengar seorangpun nakes Indonesia menolak melaksanakan tugas. Apalagi mengundurkan diri. Padahal tantangan yang mereka hadapi luar biasa dahsyatnya. Mulai dari celaan, hinaan, fitnah hingga upaya kekerasan fisik dan pembunuhan. Hal ini dialami setiap hari selama berbulan-bulan. Beribu cerita sedih bertebaran terkait tantangan ini; teramat panjang untuk dikisahkan.

Hingga kini, catatan kematian nakes belum mereda. Hingga November ini, lebih 2.000 tenaga nakes berguguran diterabas pandemi. Ini merupakan 1,5% dari total kematian Covid-19 di negeri ini. Dokter, perawat dan bidan terbanyak gugur. Ketiga profesi ini memang super front-liner. Mereka gugur menjalankan tugas. Melindungi rakyat Indonesia dari serangan Covid-19. 

Lain lubuk, lain ikannya. Di Singapura baru baru ini, sekitar 1.500-an tenaga kesehatan mengundurkan diri. Alasannya, pekerjaan mereka sangat overload dan tidak diberi cuti. Kata Menteri Kesehatan Singapura, nakes disana memang bekerja maraton. Mereka diharuskan bekerja 175 jam per bulan. Mereka lelah fisik, mental dan emosional. Saat yang sama, mereka tidak bisa cuti. Karena kondisi ini, pelayanan kesehatan Singapura terancam kolaps. Pemerintahnya kini sibuk berusaha merekrut nakes lain, termasuk dari luar negeri. Mereka juga segera merekrut relawan dari berbagai daerah dan melakukan redistribusi nakes dari daerah minim ke daerah padat Covid-19. Padahal dibanding Indonesia, pekerjaan nakes di Singapura bisa dianggap relatif lebih feasible dan less complicated. Mereka bekerja dalam sistem yang sudah tertata baik dengan keterbatasan minimal. Ketersediaan APD, obat, vaksin dan alat-alat kesehatan mereka lebih lengkap. Sistem pelayanan kesehatan lebih terstruktur. Rerata gajipun mereka jauh lebih baik dari nakes di Indonesia. Jumlah kasus Covid-19 yang mereka hadapipun duapuluh kali lipat lebih rendah dibanding kasus Indonesia. Karena hal ini, sebagian mencibir mereka. Dianggap kurang altruism, kurang patriot dan kurang loyal. 

Profesi  nakes terlanjur dianggap sebagai profesi altruism. Profesi yang mutlak berperilaku baik dan humanis. Mereka harus ramah, sopan, baik, tanggap, siap menolong dan tanpa pamrih. Sikapnya harus santun dan halus. Anytime, anywhere. Karena anggapan ini, masyarakat tidak bisa menerima kalau ada nakes yang mengeluh, marah atau tidak tanggap. Nakes tidak senyum saja dianggap nakes jelek. Pokoknya nakes adalah pelayan kesehatan serbaguna yang harus tersedia setiap saat. Tidak boleh tidak. 

Padahal disisi lain, nakes adalah manusia. Mereka punya rasa letih dan keterbatasan. Mereka juga sering sakit dan berkekurangan. Mereka tidak bisa harus tersenyum setiap saat karena mereka juga didera oleh beragam persoalan hidup yang tak terceritakan. Mereka juga manusia. 

Maka ketika sejumlah nakes di Singapura mengundurkan diri, jangan lantas mereka dicibiri atau ditertawakan. Dianggap tidak patriotis dan tidak altruism. Mungkin mereka telah tiba pada ambang batas kemanusiaannya; titik dimana rasa letih, overload, burnout sudah tidak tertahankan. Tolerability benchmark mereka terlampaui. Dan kondisi ini dapat terjadi pada setiap nakes; bukan hanya di Singapura. Karena itu, sangat penting untuk memberi secuil perhatian pada nakes. Mareka jangan dianggap robot yang harus bekerja berdasar prinsip altruism. Mereka jangan dianggap profesi yang akan selalu baik-baik saja dalam kondisi apapun. 

Indonesia patut berbangga. Hingga saat ini belum ada berita nakes mengundurkan diri. Padahal beban dan kendala yang mereka hadapi mungkin lebih berat dibanding nakes dinegara lain. Mereka terus bekerja dan berjuang meski ditengah beribu keterbatasan. Tentu banyak alasan untuk hal ini dan salah satunya adalah semangat patriotisme yang membara. Level patriotisme mereka masih lebih tinggi daripada tolerability benchmark. Kita patut berbangga. Nakes Indonesia, kalian hebat…!

 

No comments:

Post a Comment