Friday, December 11, 2015

RENUNGAN SUAMI ISTRI

RENUNGAN SUAMI ISTRI

Suatu malam di sebuah pemukiman ....
"Teeng..."Terdengar denting bunyi jam 1 kali, menandakan jam 01.00 dini hari.
“Assalamu’alaikum…!”  Ucap Rino lirih saat masuk rumah. Tak ada orang yang menjawab, Rino tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur.
"Biarlah malaikat yang menjawab salamku,” Gumamnya dalam hati. Diletakkanlah tas, ponsel dan kunci-kunci di meja. Setelah itu, barulah Rino menuju kamar mandi untuk kencing sekalian berwudlu kemudian berganti pakaian.
Semua tertidur pulas, tak ada satu-pun yang terbangun. Segera Rino beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar. Rino tidak ingin mengganggu tidur istrinya.
Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadiran suaminya. Kemudian Rino duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Rina istrinya.
Rino teringat perkataan almarhum ayahnya, dulu sebelum Rino menikah.
Ayahnya berpesan : "Jika kamu sudah menikah nanti.. Jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu, karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu, karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.
Dan.. Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, Maka, lihatlah ketika istrimu tidur.."
“Kenapa Yah, kok waktu dia tidur?” Tanya Rino kala itu.
Ayahnya menjawab: “Nanti kamu akan tahu sendiri"
Waktu itu, Rino tidak sepenuhnya memahami maksud ayahnya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena ayahnya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.
Malam itu, Rino mulai memahaminya. Malam itu, Rino menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya.
Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu. Memandanginya menyeruakkan berbagai macam perasaan. Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.
Dalam batin, Rino bergumam, “Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis
yang leluasa beraktivitas. Banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Lalu aku menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan.
Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.
Wahai istriku.. Engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban. Kini aku memberikan beban di tanganmu, dipundakmu untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara kenyamanan  rumahku.
Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku. Kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku. Kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.
Wahai istriku.. Di kala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Jika aku gundah, kau penyejuk hatiku. Kala aku bimbang, kau penguat tekadku. Bila aku lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika aku salah, kaum yang menasehatiku.
Wahai istriku.. Telah sekian lama engkau mendampingiku. Kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki. Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu..?! Dengan alasan apa aku marah padamu..?! Andai kau punya kesalahan atau kekurangan.  Semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata.
Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu. Jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.
Maafkan aku istriku.. Kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama membawa bahtera rumah tangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah azza wa jalla. Segala puji hanya untuk Allah azza wa jalla yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”
Tanpa terasa air mata Rino menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis. Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan.Tak lama kemudian ia pun terlelap.
"Teeng..teeng.." Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali.
Rina, istri Rino terperanjat sambil terucap : “Astaghfirullaah, sudah jam dua..!" Dilihatnya sang suami pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan.
“Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatanganmu. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia..?!" Gumamnya dalam hati.
Ada niat mau membangunkan, tapi ach.. tidak tega. Akhirnya Rina cuma pandangi saja wajah suaminya. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Hanya hatinya yang bicara: “Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.
Wahai suamiku..  Ketika aku sendirian, kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu kau selalu ingin melindungiku.
Wahai suamiku.. Tak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.
Lalu.. Atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu. Dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.
Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhan dan tekadmu beramal shaleh, mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah, membanggakanku dan membahagiakanku.
Maafkan aku wahai suamiku. Akupun akan memaafkan kesalahanmu.
Alhamdulillah.. segala puji hanya milik Allah yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya.

No comments:

Post a Comment