Thursday, December 10, 2015

CURHAT DOKTER

CURHAT DOKTER

Yth Bapak/Ibu Kepolisian, KPK, Wartawan dan Masyarakat luas.
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,
Beberapa hari ini, bahkan beberapa tahun terakhir tampaknya profesi yang saya geluti ini berulang kali mendapatkan cobaan. Mulai dari cercaan, hujatan dan tuduhan dari berbagai pihak mengenai bagaimana kami bekerja. Hampir seluruhnya berkaitan dengan uang, mulai dokter terkesan materialistis, masalah BPJS, sampai yang agak baru adalah masalah gratifikasi dari perusahaan obat.
Saya tidak memungkiri selalu ada oknum di semua profesi, demikian juga dengan profesi dokter. Namun, setiap mata uang pasti punya 2 sisi. Tampaknya sisi baik dari profesi dokter jarang sekali mendapatkan porsi yang setara dengan pemberitaan buruk. Saya bisa sangat mengerti, mungkin bagi wartawan 'bad news is a good news', namun sisi objektivitas dari sebuah pemberitaan juga tampaknya diperlukan untuk menggambarkan kondisi pelayanan kesehatan di negara ini.
Saya akan coba sedikit mengungkapkan sisi mata uang yang lain. Ilmu kedokteran selalu berkembang dan berubah, sayangnya semua perkembangan tersebut selalu berasal dari luar negara kita, sehingga siapapun profesional yang ingin meningkatkan pengetahuannya terpaksa harus menimba ilmu di luar negeri melalu simposium, workshop, fellowship dan banyak lagi cara lainnya. Sayangnya kebutuhan peningkatan ilmu yang cepat sekali ini tidak dibarengi oleh kemampuan RS tempat bekerja, maupun Pemerintah daerah/pusat dalam memberikan dukungan pendanaan.
Pernahkah bapak ibu bermimpi seorang putra bangsa berbicara di atas podium acara ilmiah internasional. Saya memimpikan itu bapak ibu sekalian, saya bermimpi seorang putra bangsa bisa menjadi salah seorang ilmuwan atau minimal dokter yg diakui oleh kalangan internasional. Alhamdulillah saat ini beberapa kali saya telah pernah mencicipi berbicara di depan orang-orang bule seperti yang saya impikan walaupun baru dalam sesi ilmiah yang lebih kecil, namun mimpi tersebut tidak akan pernah padam saya akan terus berkarya demi mengharumkan nama bangsa. 
Namun untuk mencapai tingkatan itu jelas tidak mudah, bagaimana saya bisa mencapai level internasional kalau saya tidak pernah menghabiskan waktu belajar di luar negeri? Sementara perkembangan terbaru selalu berawal dari luar negri. Dalam 2 tahun terakhir, untuk mendalami bidang rekonstruksi Urethra saya menghabiskan waktu 3 bulan di India, untuk belajar Endo-urology saya harus keliling Singapura dan Turki. Untuk mempresentasikan data ilmiah saya harus berangkat ke Jepang, Australia dan Inggris. Apakah semua perjalanan ini dibantu oleh dana dari Pemerintah? Jangankan dana pengembangan ilmu, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja gaji seorang dokter PNS masih jauh dari cukup. 
Sehingga bagaimana saya bisa membiayai semua perjalanan saya? Jawabannya jelas uang pribadi dan sponsor. Uang pribadi yang saya dapatkan dari pekerjaan saya di RS swasta saya sisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu, namun kalau hanya mengandalkan uang pribadi dalam beberapa bulan keluarga saya pasti kelaparan, sehingga saya harus akui saya dibantu oleh beberapa sponsor.
Terus terang, selama ini saya tidak pernah menggunakan bantuan sponsor dalam bentuk yang tidak berkaitan dengan kegiatan ilmiah. Bayangkan berapa ratus juta yang harus saya keluarkan per tahunnya hanya untuk menjadi lebih pintar dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
In syaa Allah saya masih bekerja dengan hati nurani saya, kepentingan pasien adalah yang saya selalu utamakan. Apakah saya dipengaruhi oleh perusahaan obat untuk menulis produknya? Saya bisa bilang tidak, obat yang saya tulis selalu karena memang ada indikasi untuk diberikan, dan itu pun disesuaikan dengan kemampuan pasien tersebut.
Bapak ibu sekalian, kalau memang kami tidak perlu berinvestasi belajar di luar negeri karena menghabiskan uang sebesar itu, maka pertanyaanya akan saya kembalikan kepada bapak ibu sekalian. Ketika manusia di negara lain bisa mendapatkan pelayanan mutakhir di negaranya, apakah manusia rakyat Indonesia harus puas dengan pelayanan kesehatan yang sudah tertinggal bertahun-tahun dibandingkan dengan negara lain?
Alhamdulillah hasil nyata ilmu yang saya pelajari telah saya dapatkan, banyak pasien yang awalnya menduga tidak ada harapan, namun sekarang telah menjalani hidup normal kembali. 
Pernahkan wartawan dengan sukarela memberitakan keberhasilan Transplantasi ginjal di Indonesia, pernahkan memberitakan tentang pasien-pasien yang berhasil diselamatkan oleh para dokter di Indonesia? Pernahkah wartawan menulis sisi dokter dalam pengelolaan jasa medis dan BPJS di RS? Berita ini menjadi tidak menarik karena berita pasien BPJS ditolak atau kasus dugaan malpraktik lebih menjual dibandingkan kedua kondisi diatas.
Mari lah kita berpikir bijak, oknum memang ada, namun jangan cap kami semuanya sebagai koruptor atau kriminal hanya karena kami ingin dan butuh dibantu untuk belajar dan mengembangkan keilmuan kami demi pelayanan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masih banyak diantara dokter Indonesia yang punya semangat yang sama dengan saya, jangan karena praduga dan aturan yang tidak berdasar masyarakat yang menjadi korban karena kami para dokter di Indonesia tidak dapat mengembangkan kemampuan dan keilmuannya. Kewajaran yang sangat relatif itu lah yang harus bisa didefinisikan dalam peraturan tanpa harus menghambat semangat setiap dokter untuk terus belajar dan berkarya. 
Kecuali.... Pemerintah dapat mendukung semua pendanaan dalam pengembangan profesi masing-masing dokter, maka sulit kami belajar tanpa bantuan dari beberapa pihak non-Pemerintah.
Sedikit curhat dari seorang anak bangsa yang masih bangga menjadi dokter
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

No comments:

Post a Comment