Wednesday, August 3, 2016

DOKTER, EMAS DAN SAMPAH

Dokter, Emas dan Sampah
oleh: Ust. Rahmat Idris
Emas dimurnikan dengan api, ikhlas dimurnikan dengan caci maki.
Entah mengapa, saya melihat begitu banyak manusia dalam waktu kurang dari 24 jam menumpahkan unek-unek dan kekesalannya kepada profesi dokter. Dari yang mengatakan STUPID hingga yang ingin se-olah menvonis dokter adalah makhluk euforia yang kerjanya cuma ingin kaya setelah tamat Ko-as. Ada juga yang berkata: mereka masuk dari jalur salah dan hanya mampu menjadi dokter karena sogokan uang melalui jalur non reguler.
Jujur, saya sendiri tidak sependapat sepenuhnya dengan pernyataan tersebut. disebabkan yang harus kita lihat, dari awal profesi dokter adalah profesi mulia. Soal ada niat yang melenceng, itu adalah oknum. namun secara kaidah niat, hanya yang berhati baik yang mampu menjadi dokter yang baik.
Saya bukan dokter apalagi suami dokter, tidak...saya berbicara ini hanya dalam kapasitas teman para mahasiswa kedokteran masa lalu. Ketika Aceh konflik bersenjata tahun 1999 - 2005. saya beberapa kali turun ke lapangan bersama mahasiswa lainnya untuk melakukan kegiatan bakti sosial. Di sana, yang paling menonjol selain sosok guru adalah bantuan para 'dokter jagung' yang tiba-tiba saja memberi harapan baru kepada masyarakat desa. Mereka datang beramai-ramai hanya untuk bicara dan mendengar penjelasan dari para dokter jagung. Dan saya melihat betapa profesi dokter lebih dari sekadar bertanya ibu sakit apa dan ini obatnya.
Ketika konflik berdarah di Aceh, banyak dokter yang keluar di tengah malam untuk membantu proses persalinan dengan ancaman ditembak oleh TNI ataupun GAM karena dianggap mata-mata. Jika itu saya, saya memilih tidak akan melakukannya, namun kenyataannya ratusan dokter di Aceh bersedia keluar di tengah suasana kontak senjata demi membantu persalinan seorang ibu di kampung terpencil.
Pun sesekali kunjungilah rumah sakit Zainal Abidin di Banda Aceh dan lihatlah bagaimana para dokter muda berjibaku membantu pasien dan keluarganya tanpa dibayar sepeserpun. disindir, dibentak, dipukul tangannya adalah hal biasa yang dilakukan oleh para mentornya. Para mentor tahu, bila juniornya terbiasa melakukan kesalahan, maka akibatnya fatal! Dapat menghilangkan nyawa manusia. Maka dokter ko-as biasanya dididik dengan keras dan tegas.
Sesekali pula lihatlah kepada para dokter yang tinggal di Puskesmas daerah terpencil. Mereka kadang berhijrah hingga Papua. Memasuki dan tinggal di kawasan yang maaf cakap, anda sendiri belum tentu mau memasukinya. Mereka yang katanya 'para bintang kelas di universitasnya' malah bekerja di tempat yang para lulusan sarjana lainnya menolak untuk tinggal. Yah, dengan cap bahwa dokter adalah 'anak manja'. Berada di posisi menjadi dokter di daerah tertinggal adalah sesuatu yang besar sekali tentunya.
Bersoal salah diagnosa, maka lihatlah secara umum. Yang memberi diagnosa adalah para spesialis, pakar tentunya. Mereka yang salah lalu mengapa kita menyerang dokter yang sejatinya tidak semua spesialis? Saya sendiri tahu betapa beratnya mengambil spesialis. karena kebetulan dalam hidup saya, beberapa abang dan kakak sepupu saya adalah spesialis. Mereka mengambil spesialis bahkan lebih berat daripada merawat anak mereka sendiri. Mulai 'belajar' dari pagi hingga pagi berikutnya tanpa kenal lelah, dicaci, dimaki, dihina mentornya adalah biasa. Dicaci, dihina, di goblok-goblokkan oleh keluarga pasien juga adalah hal biasa.
Secara ilmu jiwa, dokter yang baik adalah manusia yang dewasa secara akhlaknya. Mereka sering dijemput tengah malam, ada kalanya berhadapan dengan keluarga pasien yang berbicara seolah bagai tuan yang menghardik budaknya dalam meminta pelayanan. Padahal disaat yang sama, mereka tahu, dokter tersebut mungkin saja hari ini sudah melayani puluhan bahkan ratusan orang seperti mereka.
Dokter kita mau enaknya saja! Mau cepat kaya! Itu yang sering kita ucapkan, tapi kenyataannya berbeda. Dokter di Indonesia malah termasuk golongan yang gak kaya-kaya sekali kok. Mana ada dokter di Indonesia seperti dokter Oz yang masuk tipi dan jadi panutan masyarakat. Saya melihat sendiri bagaimana dokter malah dijadikan bola sepak oleh sebagian oknum pemerintah. Ada yang berniat pulang ke daerah malah dijadikan 'pajangan' di ruang periksa. Gaji tidak berikan, kegiatan operasi tidak diberikan penunjang alat-alat kesehatan.
Anehnya lagi, kita lupa, di antara beberapa kasus kematian pasien, terdapat puluhan ribu malah ratusan ribu kasus yang diselamatkan oleh dokter.
Lihatlah faktanya saja. Dulu, proses kelahiran bayi adalah proses yang mengerikan sebab kematian sang ibu berisiko tinggi. Bayi tidak mampu keluar maka sang ibu pun terancam meninggal. Namun sekarang, bukankah sejak banyak dokter spesialis kandungan kejadian itu menjadi langka? Seburuk apapun kejadian, mereka dapat ditolong dengan operasi sesar. Lalu apakah kita tidak melihat ini sebagai bentuk kasih sayang dari para dokter kepada pasiennya? Oh mereka kan dibayar! kalaupun mereka dibayar, anda tentu harus mengerti itu adalah kewajaran. Anda sendiri para suami walau dibayar oleh istri bisakah membantu proses kelahiran? Tentu saja tidak! kita hanya bisa melihat dari jauh, paling berkata: "Sabar ya cinta", namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dan akhirnya tetaplah yang paham medis yang membantu mereka.
Maka stop memburukkan saudara sendiri. berilah kritik namun dengan kata yang baik. Tidak harus sinis apalagi mencaci. Karena jujur, untuk menjadi dokter tidaklah mudah. namun untuk mencaci para dokter, tukang sampah pun bisa melakukannya.

No comments:

Post a Comment