Thursday, October 19, 2017

LARANGAN WARGA CHINA PUNYA RUMAH DI LUAR NEGERI

LARANGAN WARGA CHINA PUNYA RUMAH DI LUAR NEGERI
( Bisnis ).


Ketika diskusi dengan teman pengusaha property, dia sempat nyeletuk model pembangunan Meikarta dan PIK  hasil reklamasi akan bernasib sama dengan proyek Forest City, Johor, yang akhirnya stuck. Padahal Forest City di rancang secara bisnis sangat lama dan hati hati. Nilai investasi pun tidak tanggung tanggung yaitu mencapai US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1.330 triliun. Kota ini dirancang akan mampu menampung sekitar 700.000 penduduk atau tiga kali penduduk kabupaten di Luar Jawa. Namanya kota tentu di lengkapi fasilitas modern seperti apartemen dan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan logistik, taman kota dan pusat pendidikan berkelas internasional, rumah sakit dan 250.000 hunian. Diperkirakan selesai tahun 2040.

Proyek ini dibiayai oleh konsorsium pengembang dari Singapore, Malaysia dan China. Awal tahun 2016, proyek dimulai kontruksi. Awal tahun 2017, terjadi angin tornado atas proyek itu. Mengapa ? Terjadi rush membatalkan pembelian rumah. Umumnya hanya tanda jadi saja dari pemnbeli rumah, tapi ada juga yang sudah lunas. Para pembeli rumah sebagian besar adalah warga negara China. Apa pasal? Karena Desember 2016 adanya peraturan baru dari pemerintah China atas arus uang keluar. Warga negara China di quota untuk boleh melakukan transfer devisa maksimum USD 50,000 setahun. Tapi itu tidak dibenarkan untuk investasi property di luar negeri. Bagi yang mendapatkan quota harus melewati proses investigasi yang ketat. Pelanggaran atas aturan ini adalah penyitaan terhadap seluruh asset termasuk pembekuan semua transaksi.

Kebijakan ini sangat menakutkan bagi warga negara China yang sudah terlanjur punya property di luar negeri. Pelepasan asset property terjadi disemua negara. Termasuk Forest City yang teracam menjadi kota hantu. Karena 70% pembeli baik dari warga negara China langsung maupun proxi nya.  Karena berkali-kali ditulis dalam blog bahwa China tidak akan membiarkan kebebasan warga negaranya punya tempat tinggal di luar negeri apalagi melakukan investasi property. Tapi orang banyak tidak percaya ketika terjadi animo warga China membeli banyak property di luar negeri termasuk di Indonesia. Dan sekarang terbukti, kalau tadi larangan hanya berupa imbauan saja tapi sekarang dengan aturan keras berserta ancaman. 

Makanya tidak aneh ketika Pengembang atas konsesi Pulau Reklamasi Laut Jakarta Utara menang di MA sehinga boleh melanjutkan pembangunan, pengembang nampak tidak begitu euforia. Karena trigger mendatangkan laba lewat penjualan property kepada warga negara China tidak memungkinkan lagi. Konsorsium China yang terlibat sebagai market undertaker Meikarta juga mundur. Sekarang Group LIPPO sebagai pengembang mencoba menggandeng Jepang, Arab dan BUMN. Tapi kecil sekali kemungkinan akan sukses dari segi pembiayaan. Karena mereka juga berharap dari hutang ke bank atau hutang ke publik. Satu satunya harapan adalah dari warga negara indonesia sendiri.

Pertanyaan terakhir, mengapa China melakukan kebijakan keras? karena saat sekarang pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa mulai membaik. Ini akan membuat mata uang China melemas secara natural. Apabila mata uang China melemah, maka itu momentum untuk China meningkatkan industri dan investasi dalam negerinya agar dapat memenuhi pasar luar negeri dengan seni competitive price.  Kalaupun China akan melakukan investasi di luar negeri maka itu hanya berkaitan dengan kredit export dalam rangka meningkat penjualan barang modal dan tekhnologi China ke luar negeri. Selebihnya focus kepada kesejahteraan dalam negeri. 

Jadi kalau masih ada yang paranoid bilang China akan menguasai Indonesia dengan menyuruh warganya berbondong bondong ke Indonesia dengan membeli rumah maka jelas itu buta informasi dan kurang piknik. Tidak ada kata kata untuk menyimpulkan orang yang masih paranoid China. Mengapa? Karena melayani orang yang punya mindset terbelakang adalah pekerjaan yang paling mubazir.

No comments:

Post a Comment