Saturday, November 24, 2018

CHINA...CHINA...CHINA

CHINA...CHINA...CHINA
Akhir Maret 2010 dunia dikejutkan ketika produsen mobil asal China, Geely dikabarkan akan segera mengakuisisi Volvo.
Dunia makin terbelalak ketika Lenovo yang dimotori para alumni Chinese Academy of Sciences mengambil alih raksasa komputer dari AS, IBM.
Apalagi ketika China mampu menciptakan processor yang lebih hebat dari Intel sehingga mereka secara mandiri bisa menghasikan produk MRI kelas dunia. Dan itu lahir dari dapur riset Chinese Academy of Sciences.
China punya 17 juta mahasiswa yang mayoritas mengambil jurusan science & teknik. Tiap tahun tidak kurang dari 325 ribu insinyur dihasilkan.
Tiap tahun China mengeluarkan USD 60 milliar untuk Research & Development. Saat ini, fokus laboratorium-laboratorium China diarahkan untuk mendukung inovasi kaum entrepreneur untuk menghasilkan produk yang bagus & murah.
Kemajuan China sekarang tak lepas dari semangat kemandirian dari kaum terpelajarnya yang merupakan komunitas elite (cuma segelintir sarjana S1 nya dari total populasi). Tapi kesempatan jadi sarjana ini benar-benar mereka maksimalkan untuk mengambil bagian dalam membawa peradaban bangsa ke tingkat yang lebih tinggi. 
China punya Silicon Valley seperti Qingdao. Hebatnya kota nelayan ini juga punya Laoshan yang merupakan kawasan indah berhawa sejuk yang ditetapkan sebagai kawasan Industri High Tech. Di kawasan inilah berdiri berbagai perusahaan High Tech yang melakukan berbagai inovasi di bidang IT. Mereka terhubung dengan lebih dari 100 kampus terbaik di China dan beberapa lembaga riset. Dari business software IT saja wilayah ini menghasilkan devisa > USD 40 miliar/tahun (lebih besar dari income MIGAS kita).
Gaji seorang insinyur di Qingdao cuma 1/5 gaji insinyur di AS & Eropa dengan kualitas kerja yang sama. Biaya hidup di Qingdao juga sangat murah. Ini mengundang banyak perusahaan asing melakukan investasi & inovasi produk dengan menggandeng insinyur Qingdao. Tentu mereka juga harus bermitra dengan pengusaha lokal. Disinilah terjadi sinergi hebat antara SDM, Market & Investor.
China tidak punya kebun kelapa sawit tapi punya downstream CPO terluas di dunia. Dari oleokimia, oleopangan, dan oleo non food/oleo non edible mencakup ratusan item produk yg dihasilkan oleh ribuan industri hilir CPO.
Indonesia yang punya kelapa sawit, tapi mereka yang mendapatkan nilai tambah luar biasa besarnya. Itu semua berkat kehebatan visi China menjadi negara industri modern dengan dukungan riset. Nilai ekspor produk turunan CPO China lebih besar dari nilai penerimaan devisa kita sebagai penghasil CPO.
Pertumbuhan cepat China karena adanya paradigma baru setelah era Deng, yaitu lahirnya New Wave of Entrepreneurs dari kalangan kampus. Mereka terpelajar dan sangat mudah menerjemahkan kebijakan pemerintah untuk melompat ke masa depan. Sebagian besar yang kini jadi 1.000 orang kaya China adalah para sarjana alumni Chinese Academy of Sciences.
Andaikan dulu para sarjananya lebih memilih jalur aman berkarir sebagai karyawan, mungkin sampai sekarang China masih akan terbelakang. Tantangan masa depan cuma bisa dijawab oleh kaum terpelajar dan itu didukung oleh kemauan mereka untuk berwiraswasta menjadi pahlawan bagi keluarga & negaranya.
Jadi memang budaya suatu bangsalah yang membuat bangsa itu kuat melewati putaran jaman.

#RustamAthiam

No comments:

Post a Comment