Wednesday, June 26, 2013

SAD AND WONDERFUL

SAD AND WONDERFUL – NAPAK TILAS KEZALIMAN MANUSIA ATAS MANUSIA DI BUMI PAPUA.


Saudara-saudaraku yang di rahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, pada waktu field visit ke Papua 14 tahun yang silam (20/07/99), saya singgah di kota Biak. Kota biak terletak di satu pulau yang strategis di teluk Cenderawasih yang terletak pada “bahu” Papua. Semasa Perang Dunia II, pulau Biak menjadi ajang pertempuran maha hebat antara Jepang yang mempertahankan pulau itu melawan Sekutu Amerika yang menggempur pulau itu agar Jepang mundur dari situ.

Pulau Biak sebetulnya adalah pulau karang yang memiliki banyak gua dengan ukuran yang menakjubkan, sehingga satu gua bisa dihuni oleh 5.000 sampa 10.000 orang. Dalam gua-gua inilah tentara Jepang membangun basis pertahanannya. Di bagian timur pulau, ada gua terbesar yang dijadikan rumah sakit dan diberi nama Gua Lima Kamar. Di sinilah prajurit Jepang yang terluka di rawat.

Dari luar seakan tidak tampak adanya kehidupan, namun di bawah tanah, dalam gua-gua itu tentara Jepang mengintai dan siap menembak jatuh pesawat tempur Sekutu yang terbang di atas Biak. Banyak pesawat tempur sekutu yang berhasil dirontokkan. Bangkai-bangkai pesawat itu banyak ditemui berserakan di pulau Biak

Gua Binsari. Di bagian utara pulau ada satu gua yang mengandung riwayat yang menyedihkan sekaligus menakjubkan, sebagaimana dicatat dalam buku tamu oleh seorang turis Amerika pada saat mengunjungi gua itu; It’s sad and wonderful!, tulisnya. Gua itu bernama Gua Binsari.

Setelah Saya mengunjungi tempat ini, maka sungguh tepatlah ungkapan turis itu. Binsari adalah nama desa di mana gua itu berada. Kisah gua Binsari ini memang menyedihkan. Konon tentara Jepang memusatkan pertahanannya di gua ini beberapa saat sebelum mereka kalah. Sebelumnya, tentara Jepang selalu berhasil memukul mundur serangan udara Sekutu, sehingga Sekutu menderita banyak kerugian.

Tentara Sekutu kemudian mengirim mata-mata untuk menyelidiki basis pertahanan Jepang itu, sehingga diketahuilah lokasi gua Binsari ini, lengkap dengan informasi bahwa gua itu “menyimpan” sekitar 3.000 tentara Jepang yang sebagian besar berada dalam keadaan lelah karena pertempuran yang terus menerus.

Tentara Sekutu kemudian menyusun rencana penyerangan besar-besaran. Pada hari H, Sekutu dengan armada tempur udaranya membmbardir gua Binsari, sehingga atap gua itu ambrol dan mengubur 3.000 tentara Jepang yang berlindung dalamnya

Setelah perang usai, sanak keluarga korban, baik Jepang maupun Sekutu yang merasa bahwa salah satu anak, kakak atau ayah mereka gugur dalam medan pertempuran itu, berdatangan untuk ziarah. Ada satu keluarga Amerika yang melihat cincin yang biasa dipakai oleh anak lakinya tersimpan di museum. Mereka berhasil mendapatlkan kembali cinicn kesayangan sang anak, namun tidak memperoleh kembali putra mereka yang telah gugur.

Ada pula sekelompok orang Jepang yang meyakini bahwa anggota keluarganya gugur di situ. Mereka mengumpulkan kerangka-kerangka yang tampak berserakan saat itu, kemudian membakarnya dalam satu upacara keagamaan dan memasang tonggak sebagai tanda peringatan bertuliskan huruf-huruf Kanji Jepang.

Museum Binsari. Di Binsari ada satu kantor sekaligus semacam “museum” yang mengumpulkan barang-barang sisa pertempuran itu. Di museum ini kita dapat melihat senjata dan bahan perbekalan dari kedua belah pihak. Ada botol-botol, sendok, garpu, piring, kaca mata, jam tangan, kancing-kancing baju, lencana, sepatu, pakaian yang telah dirobek peluru, bahkan batu cincin dan uang logam

Perlengkapan perang seperti senapan otomatis, laras panjang dan bayonet, mitralyur, stand-gun, samurai panjang, samurai pendek untuk harakiri, pisau, helm (dengan lubang bekas peluru), jeriken, macam-macam selongsongan peluru, granat tangan , bom yang telah meledak maupun yang belum, semuanya dapat kita temui di museum kecil itu. Dan tentunya semuanya dalam keadaan berkarat.

Sehabis ashar kita sampai di kantor ini. Setalah melihat-lihat museum, tour guide membawa kita ke lokasi gua Binsari yang letaknya kira-kira 50 meter dari kantor itu. Mendekati lokasi gua, terlihat satu tonggak dengan aksara Jepang yang merupakan tempat keluarga Jepang tadi melakukan upacara kremasi sisa tulang belulang korban reruntuhan gua.

Tak jauh dari situ, kita melihat pagar yang membatasi satu lubang besar yang menganga. Lubang yang berdiameter sekitar 25 meter itu adalah atap gua yang runtuh akibat bom dan mengubur ribuan tentara Jepang di bawahnya. Lubang besar itu kira-kira 15 meter dalamnya. Dan di satu sisi kita bisa melihat bagian lain dari gua itu yang masih menjorok jauh ke dalam dengan atap gua yang masih utuh. Di sisi itulah sebenarnya terletak pintu masuk asli ke dalam gua Binsari.

Kitapun berjalan sekitar 25 meter lagi untuk sampai ke pintu masuk gua. Pintu masuk ini merupakan anak tangga yang turun ke dasar gua. Gua itu lembab dengan air yang menetes di sana-sini membuat dasar gua becek dan berlumut. Ukuran luas gua itu kira-kira 2.000 meter persegi. Di beberapa bagian dinding gua terlihat beberapa pintu lorong yang katanya bisa menuju gua lain. Sesampainya ke dasar gua kita berjalan ke arah lubang bekas di bom yang kita lihat tadi.

Berada dalam gua itu sungguh merupakan suasana yang berbeda dan terkesan mencekam. Seolah-olah kita berada di tengah “sesuatu”, ada suatu perasaan aneh. Tepatnya, suatu perasaan menakjubkan. Boleh jadi karena tempat itu merupakan tempat di mana terjadi kezaliman manusia atas manusia dengan segala akibatnya. Apalagi si guide bercerita tentang berbagai kisah ynag mendirikan bulu roma. Tempat-tempat semacam ini bisa saja menjadi tempat yang cocok untuk hunian para jin. Konon, tempat di mana kita berdiri saat itu, masih mengubur ribuan mayat parjurit Jepang yang tertimbun longsoran atap gua itu.

Perang Jepang melawan sekutu dimulai ketika tiba-tiba Jepang menjadi bangsa agressor. Jepang menjadi setan yang berambisi menguasai dunia, sehingga wilayah Asia Pasifik sempat takluk di bawah Jepang. Untuk mengimbangi agresi ini, Amerika membentuk pasukan sekutu untuk menjadi “polisi dunia” dan menghentikan kekejaman Jepang dengan pasukan jibakunya.

Adi tentu tahu akhir dari perang Asia Pasifik Raya ini. Amerika menjatuhkan bom atom pertama di Hiroshima dan Nagasaki. Bom yang jauh lebih hebat dari bom yang meledak di gua Binsari. Perang telah usai, namun meninggalkan jutaan orang yang menjadi korban, baik yang mati maupun yang masih hidup dal penderitaan karena cacat dan dampak radioaktif bom atom itu. Belum lagi yang mengalami trauma psikologis. Itulah kekerasan manusia atas manusia.

Sahabat-sahabatku yang baik, kunjungan ke gua Binsari memang mengingatkan saya betapa bisa kejamnya manusia atas golongan manusia lain. Bukankah semuanya adalah mahluk yang diciptakan Allah dengan demikian sempurna dibanding mahluk lainnya? Padahal yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa adalah prinsip masing-masing tentang kebenaran ciptaan manusia yang belum tentu benar di mata Allah.

Allah telah berfirman bahwa kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya saling mengenal (QS 49 - Al-Hujuraat:13) dan memperoleh manfaat dari hubungan itu bagi kedua belah pihak. Mengapa harus saling memerangi? Mengapa harus dengan kezaliman? Dan mengapa ini terus terjadi di berbagai belahan dunia sampai saat ini..

Kekerasan masih terjadi di Ambon. Dalam perjalanan saya pulang dari Biak, aaya sempat transit di Ambon dan mendapat khabar bahwa kerusuhan di kota Ambon tengah berlangsung dengan beberapa puluh korban jiwa. Dan Aceh yang terus diterpa kekerasan manusia atas manusia, bahkan antara sesama muslim. Terakhir, Timor Timur yang menjadi ajang pembantaian orang Timor Timur yang sebagian besar tak berdosa oleh para oknum tentara Indonesia yang melakukan operasi bumi hangus.

Coba kita renungkan firman Allah berikut:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan tangan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” ~ QS 30 - Ar-Ruum : 41 ~

Ya, kita diingatkan Allah, bahwa kita sekarang ini sudah jauh melenceng dari ajaran-ajaran Islam dengan terus menerus memamerkan kemurtadan terhadap Allah. Kita yang masih bertaqwa kiranya perlu dan harus mengajak saudara-saudara kita untuk kembali kepada kebenaran dan kebaikan. Bukankah saling mengingatkan tentang kebenaran dan kebaikan itu diwajibkan oleh Islam?

No comments:

Post a Comment