SINDROM BRUGADA (BRUGADA SYNDROME)
Journal of the American College of
Cardiology (Vol 41, 2003) memuat sebuah artikel khusus memperingati 10 tahun sindrom Brugada. Sindrom Brugada adalah
suatu jenis abnormalitas elektrik jantung bawaan yang secara tragis dapat
merenggut nyawa laki-laki usia sekitar 30 saat terlelap tidur.
Seperti halnya sindrom QT panjang,
penderita sindrom Brugada sebelumnya sehat-sehat saja bahkan faktor-faktor
risiko penyakit jantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya
juga normal.
Kelainan ini sebenarnya dapat
terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG), yaitu peralatan medis sederhana
yang berfungsi merekam irama jantung. Abnomalitas irama jantung sindrom Brugada
adalah adanya blok berkas jantung kanan (Right Bunddle Branch Block, RBBB)
dengan elevasi segmen ST di sandapan jantung kanan yang kadang tidak kentara.
Sebelumnya, abnormalitas ini kurang
begitu dipedulikan para dokter karena orangnya sehat dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaitu
Pedro dan Josep Brugada, tahun 1992
mendeteksi adanya keterkaitan abnormalitas EKG tersebut. Mereka menemukan
adanya kematian dan serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas pada
delapan pasien dengan struktur jantung yang normal.
Temuan itu menggugah para ahli.
Berbagai pengamatan dilakukan hingga mereka sepakat ada suatu entitas klinis
baru yang kemudian dinamakan sindrom Brugada tahun 1996 untuk menghargai
penemunya.
Defek genetik yang bertanggung jawab
terhadap disfungsi elektrik jantung pada sindrom ini pertama kali didentifikasi
tahun 1998.
Asia lebih banyak
Tahun ini untuk kedua kali diadakan
pertemuan para ahli membahas kemajuan studi terhadap sindrom yang masih
menyisakan misteri.
Hal yang belum terjawab adalah
mengapa sindrom letal ini lebih banyak terjadi di kawasan Asia Tenggara dan
lebih sering menyerang laki-laki dibandingkan dengan perempuan (8:1).
Yang juga masih menjadi pertanyaan
adalah walaupun sindrom Brugada mungkin saja terdapat pada berbagai lapisan
usia, mengapa serangan kebanyakan terjadi di puncak kehidupan, yaitu pada usia
dewasa muda?
Dalam rentang satu dekade, sindrom
ini semakin luas dikenal seiring dengan bermunculannya laporan kasus dari
berbagai negara di sejumlah jurnal kedokteran. Di Barat angka kejadian sindrom
ini diperkirakan 1:10.000, sedangkan di Asia angka kasus ini empat kali lebih
banyak.
Di Indonesia, sindrom maut ini
dilaporkan pertama kali oleh Dr Muhammad Munawar SpJP tahun 2002, dimuat di
Jurnal Kardiologi Indonesia.
Sebenarnya sejak lama para ahli
mempertanyakan misteri penyebab kematian
mendadak saat tidur (sudden
unexplained nocturnal death) yang terjadi terutama pada laki-laki Asia
dewasa muda yang sebelumnya sehat-sehat saja.
Literatur medis Filipina melaporkan
kejadian yang dikenal sebagai bangungut ini pertama kali tahun 1917. Tiga
dekade kemudian tim medis dari Honolulu melaporkan serial 81 kasus kematian
orang laki-laki Filipina yang tinggal di Oahu County dengan pola yang serupa.
Misteri kematian ini ternyata juga
dikenal di Thailand yang disebut sebagai lai tai, dan di Jepang dikenal dengan
nama pokkuri, serta di Laos dengan sebutan noniaital.
Tahun 1983 Baron dan kawan-kawan
melaporkan 51 kematian para pengungsi asal Asia yang berusia relatif muda dan
sebelumnya tak ada gejala-gejala penyakit apa pun. Hampir semua korban adalah
laki-laki (kecuali satu orang wanita) dan keseluruhan kematian terjadi saat
mereka tertidur. Usia rata-rata korban adalah 33 tahun.
Akhirnya misteri kematian mendadak
saat tidur itu mulai terkuak ketika Brugada bersaudara melaporkan hasil
pengamatan mereka di Journal of the American College of Cardiology, 1992.
Sistem Elektrik Jantung
Mekanisme seluler yang mendasari
sindrom ini amat kompleks karena berkait dengan elektrofisiologi jantung yang
masih banyak menyimpan misteri.
Jantung yang berdenyut rata-rata
100.000 kali per hari untuk memompa sekitar 200 galon darah memiliki sistem
elektrik tersendiri mirip dengan sebuah baterai. Sistem konduksi elektrik ini
secara khusus menginstruksi jantung untuk berdenyut secara teratur dan
terkoordinasi.
Impuls elektrik bermula dari
sinoatrial node yang terletak di sisi atas serambi (atrium) kanan jantung.
Impuls itu kemudian menyebar ke seluruh serambi yang menyebabkan kedua serambi
berkontraksi. Selanjutnya setelah mengalami perlambatan sejenak, yaitu di
atrioventricle (AV) node impuls bergerak menuju kedua bilik jantung (ventrikel)
melalui serat-serat penghantar khusus yang bercabang ke bilik kanan dan kiri
jantung sehingga kedua bilik dapat memompa darah ke seluruh tubuh.
Aktivitas listrik di sel-sel jantung
terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik. Muatan listrik di dalam sel
lebih negatif dibandingkan dengan di luar sel yang disebabkan karena perbedaan
komposisi ion-ion di antaranya, yaitu sodium, kalium, kalsium, dan klorida.
Pada membran sel terdapat kanal-
kanal protein yang mengatur arus keluar masuk ion-ion tersebut. Setiap ion
memiliki kanal yang spesifik dan terbuka pada waktu tertentu. Aktivitas listrik
jantung diawali dengan masuknya ion sodium melalui kanal sodium ke dalam sel
yang mengubah keseimbangan muatan listrik di dalam sel sehingga memicu
kontraksi jantung.
Sindrom Brugada terjadi bila terdapat
defek gen yang menyandi kanal sodium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi
pada gen yang diturunkan ini menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih
cepat dan berlangsung lebih lama. Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu
aritmia ganas yang disebut fibrilasi ventrikel.
Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan
aktivitas elektrik di bilik jantung yang merupakan mesin pompa darah utama.
Akibatnya otot-otot jantung berdenyut tidak karuan sehingga darah tak dapat
terpompa ke seluruh tubuh termasuk otak. Bila situasi ini tak dikoreksi segera
dengan alat kejut jantung (defibrilator), maka korban akan cedera otak karena
kekurangan oksigen dan akhirnya dapat berakibat kematian. Sering kali fibrilasi
ventrikel pada sindrom ini tercetus saat jantung dalam dominasi pengaruh saraf
vagal, misalnya saat tidur.
Diagnosis tak sengaja
Sebagai entitas klinis yang relatif
baru, riwayat perjalanan penderita sindrom Brugada masih belum diketahui dengan
jelas.
Disebutkan bahwa tingkat kerusakan
kanal-kanal sodium inilah yang dianggap menentukan perjalanan penyakit.
Artinya, mereka dengan persentase tingkat kerusakan kanal-kanal sodium yang
lebih berat, umur menjadi lebih pendek.
Sebagian besar penderita sindrom ini
tidak memiliki keluhan sehingga terdiagnosis tanpa sengaja, yaitu saat check up
atau bahkan berobat karena penyakit lain. Deteksi terjadi setelah perekaman
EKG. Sebagian tersaring karena adanya riwayat keluarga mati mendadak atau
sering pingsan yang tak jarang dikira epilepsi.
Yang paling sulit terdiagnosis adalah
mereka yang tanpa keluhan dan memiliki gambaran EKG dengan pola Brugada yang
kurang jelas atau bahkan normal. Penderita sindrom Brugada yang seperti ini
dapat terlacak bila ia memiliki riwayat keluarga berusia muda yang mati
mendadak dan ia dideteksi dengan stimulasi memakai obat penghambat kanal sodium
guna memperjelas abnormalitas EKG.
Hingga kini belum ditemukan terapi
untuk sindrom Brugada yang disertai keluhan. Obat-obatan antiaritmia seperti
amiodarone dan penghambat beta tidak terbukti sanggup mencegah serangan
fibrilasi ventrikel. Satu-satunya alternatif adalah menanamkan alat kejut
jantung (implantable cardioverter defibrilator/ICD) untuk untuk memproteksi
dari serangan fibrilasi ventrikel yang dapat mematikan itu.
Bagaimana dengan penderita sindrom
Brugada yang tidak ada keluhan sama sekali? Haruskah pada mereka ditanam ICD
yang berharga lebih dari 20 ribu dollar AS? Pada mereka ini disarankan
pemeriksaan elektrofisiologi jantung untuk mengetahui apakah mereka memiliki
potensi munculnya aritmia ganas. Bila memang aritmia dapat tercetus, pemasangan
ICD diperlukan .
Yang lebih penting lagi adalah tidak
menyepelekan riwayat keluarga. Bila memiliki orangtua, anak, atau saudara
dengan riwayat pingsan berulang atau bahkan mati mendadak di usia muda,
sebaiknya memeriksakan diri untuk mencari potensi nahas itu pada diri sendiri
sehingga dapat diantisipasi.
No comments:
Post a Comment