Friday, September 15, 2017

KONFUSIUS (KONG HU CU)

KONFUSIUS (KONG HU CU)
UNTUK MEREKA YANG SUDAH JADI PEMIMPIN, YANG AKAN MENJADI PEMIMPIN DAN YANG AKAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI

Pada zaman Chun-Qiu (770-476 SM) di Tiongkok kuno, Zi Lu, seorang pengikut Konfusius suatu hari pernah bertanya kepada Konfusius, “Mengapa seorang yang moralitasnya merosot cenderung menjadi sombong?”
Konfusius berkata,: “Lihatlah sungai Yangtze, pada bagian hulu, yakni mata airnya pertama kali mengalir dari Gunung Wen, aliran sungainya tidak cukup kuat untuk mengapungkan sebuah cangkir. 
Namun sesampai di hilir, aliran sungai Yangtze begitu deras sehingga dapat mengapungkan banyak perahu diatasnya.” 
Zi Lu bertanya, “Apa maksudnya, Guru?” Konfusius menjelaskan, “Sungai Yangtze adalah sungai terpanjang di Tiongkok, tapi ia bukanlah apa-apa pada mulanya. Ia menjadi besar dan lebar sepanjang alirannya karena ia menerima banyak air dari anak sungai dan selokan yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi pada kehidupan manusia.” 
Seseorang yang berhati-hati dalam perbuatannya tidak akan menonjolkan jasa-jasanya sebagai milik dia sendiri. Orang yang bertanggungjawab bersifat bijaksana dan murah hati. Ia selalu menghargai orang lain, punya sifat toleransi, memaafkan dan menepati janjinya. 
Sedangkan orang yang bermoral merosot tidak mengutamakan akhlak, ucapan dan perbuatannya tidak sesuai, inilah alasannya mengapa orang tersebut kelihatan sombong.”
Seorang raja bernama Da-Yu yang mendirikan Dinasti Xia, tidak pernah menyombongkan diri. Dia sering berkata, “Keunggulan setiap orang patut saya pelajari.” Saat orang lain menyampaikan nasihat, dia sering membungkuk hormat untuk menunjukkan terima kasihnya. Dia juga sangat terbuka untuk menerima masukan. Maka dia selalu dikenang atas keberhasilannya mengontrol banjir dan menjinakkan Huang He (Sungai Kuning).
Adipati Zhou juga adalah orang dengan talenta luar biasa, mempunyai kharisma dan keahlian, namun dia tidak sombong dan tidak berpikiran dangkal. Adipati Zhou menyikapi kaum cendikia dengan sopan santun dan rendah hati. 
Dia khawatir pemerintah akan kehilangan orang cendikia dalam proses perekrutan. Dia mengikuti mandat langit, menyusun tatacara Zhou dan menciptakan musik klasik Tiongkok kuno, Yayue.
Kaisar Taizong (599 - 649 M) dari Dinasti Tang mencapai kemuliaan dengan cara menerima berbagai kritik yang mungkin orang lain sulit menerimanya. Dia berusaha untuk tidak menggunakan kekuasaannya yang absolut itu. 
Dia sering berkata, “Pemimpin yang baik menjadi lebih bijaksana dengan belajar dari kekurangan dan kesalahannya, sebaliknya pemimpin yang irasional selamanya bodoh dengan menyembunyikan kekurangan dan kesalahannya.” Dia tidak hanya suka menerima nasehat, juga berani meminta nasehat. 
Inilah mengapa banyak duta besar negara sahabat berani mengungkapkan pendapat mereka dalam kepemimpinan kaisar Taizong di era Zhenguan, dan para menteri serta jajaran staffnya menjadi pejabat yang paling jujur dan bersih dari korupsi sepanjang sejarah Tiongkok kuno. 
Pemimpin bijaksana dalam sejarah Tiongkok kuno selalu menghormati langit dan menjunjung akhlak, bersikap rendah hati, menghargai orang lain, mengendalikan diri sendiri, dan membimbing khalayak menuju kebaikan. Ini adalah contoh teladan kemoralan. 
Sebagai konsekuensinya, mereka di berkati oleh Tuhan. Pernahkah mereka menyombongkan dirinya? Bila raja-raja besar dan agung saja sangat rendah hati, mengapa kita tidak belajar dari mereka?
Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan

No comments:

Post a Comment