KONFUSIUS (KONG HU
CU)
UNTUK MEREKA YANG SUDAH JADI PEMIMPIN, YANG AKAN
MENJADI PEMIMPIN DAN YANG AKAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI
Pada zaman Chun-Qiu
(770-476 SM) di Tiongkok kuno, Zi Lu, seorang pengikut Konfusius suatu hari
pernah bertanya kepada Konfusius, “Mengapa seorang yang moralitasnya merosot
cenderung menjadi sombong?”
Konfusius berkata,:
“Lihatlah sungai Yangtze, pada bagian hulu, yakni mata airnya pertama kali
mengalir dari Gunung Wen, aliran sungainya tidak cukup kuat untuk mengapungkan sebuah
cangkir.
Namun sesampai di
hilir, aliran sungai Yangtze begitu deras sehingga dapat mengapungkan banyak
perahu diatasnya.”
Zi Lu bertanya, “Apa
maksudnya, Guru?” Konfusius menjelaskan, “Sungai Yangtze adalah sungai
terpanjang di Tiongkok, tapi ia bukanlah apa-apa pada mulanya. Ia menjadi besar
dan lebar sepanjang alirannya karena ia menerima banyak air dari anak sungai
dan selokan yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi pada kehidupan
manusia.”
Seseorang yang
berhati-hati dalam perbuatannya tidak akan menonjolkan jasa-jasanya sebagai
milik dia sendiri. Orang yang bertanggungjawab bersifat bijaksana dan murah
hati. Ia selalu menghargai orang lain, punya sifat toleransi, memaafkan dan
menepati janjinya.
Sedangkan orang yang
bermoral merosot tidak mengutamakan akhlak, ucapan dan perbuatannya tidak
sesuai, inilah alasannya mengapa orang tersebut kelihatan sombong.”
Seorang raja bernama
Da-Yu yang mendirikan Dinasti Xia, tidak pernah menyombongkan diri. Dia sering
berkata, “Keunggulan setiap orang patut saya pelajari.” Saat orang lain
menyampaikan nasihat, dia sering membungkuk hormat untuk menunjukkan terima
kasihnya. Dia juga sangat terbuka untuk menerima masukan. Maka dia selalu
dikenang atas keberhasilannya mengontrol banjir dan menjinakkan Huang He
(Sungai Kuning).
Adipati Zhou juga
adalah orang dengan talenta luar biasa, mempunyai kharisma dan keahlian, namun
dia tidak sombong dan tidak berpikiran dangkal. Adipati Zhou
menyikapi kaum cendikia dengan sopan santun dan rendah hati.
Dia khawatir pemerintah
akan kehilangan orang cendikia dalam proses perekrutan. Dia mengikuti mandat
langit, menyusun tatacara Zhou dan menciptakan musik klasik Tiongkok kuno,
Yayue.
Kaisar Taizong (599 -
649 M) dari Dinasti Tang mencapai kemuliaan dengan cara menerima berbagai
kritik yang mungkin orang lain sulit menerimanya. Dia berusaha untuk tidak
menggunakan kekuasaannya yang absolut itu.
Dia sering berkata,
“Pemimpin yang baik menjadi lebih bijaksana dengan belajar dari kekurangan dan
kesalahannya, sebaliknya pemimpin yang irasional selamanya bodoh dengan
menyembunyikan kekurangan dan kesalahannya.” Dia tidak hanya suka menerima
nasehat, juga berani meminta nasehat.
Inilah mengapa banyak
duta besar negara sahabat berani mengungkapkan pendapat mereka dalam kepemimpinan
kaisar Taizong di era Zhenguan, dan para menteri serta jajaran staffnya menjadi
pejabat yang paling jujur dan bersih dari korupsi sepanjang sejarah Tiongkok
kuno.
Pemimpin bijaksana
dalam sejarah Tiongkok kuno selalu menghormati langit dan menjunjung akhlak,
bersikap rendah hati, menghargai orang lain, mengendalikan diri sendiri, dan
membimbing khalayak menuju kebaikan. Ini adalah contoh teladan kemoralan.
Sebagai
konsekuensinya, mereka di berkati oleh Tuhan. Pernahkah mereka menyombongkan
dirinya? Bila raja-raja besar dan agung saja sangat rendah hati, mengapa kita
tidak belajar dari mereka?
Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului
kehormatan
No comments:
Post a Comment