Sunday, May 10, 2020

SEMBURAN RASIS MOROWALI

Langkah kecil sebagai pijakan menuju Indonesia Raya

Sama dengan orang memilah sampah, selalu aduk dan aduk. Demikian pula bila sampah memenuhi mulut,  mereka senang dengan mengaduk aduk. 

Rasisme seharusnya tak lagi memiliki ruang dalam benak kita. Terlalu kuno. Terlalu jauh dari nilai logis untk menjadi perdebatan dalam ruang pikiran kita.

Ingat narasi Presiden saat Uni Eropa ingin menggugat Indonesia ke WTO atas larangan ekspor nikel dalam bentuk ore? "Siapkan lawyer terbaik..!!" Itu jawaban Presiden. Jawaban logis dari pernyataan logis yang dilontarkan oleh EU.

Itu dulu. Dulu para petinggi EU berpikir bahwa masalah hukum diselesaikan melalui jalur hukum. Kita dapat berdebat disana.

Namun para kapitalis itu sangat paham bahwa berbiaya hukum akan sangat mahal. Disisi lain, mereka mengerti bagaimana mentalitas para politisi Indonesia. Mentalitas para politisi yang berseberangan dan apalagi birokrat yang sakit hati karena sudah tak terpakai.

Menyewa mulut penuh sampah para oposan dan mantan birokrat dalam barisan sakit hati yang pernah dipecat berbiaya murah sekaligus akan berdampak besar. Mereka akan terima hasil lebih besar daripada apa yang mereka beli. Ya.., mereka mendapatkan ember dengan harga gayung.

Bukan tentang nasionalisme para oposan ini berikhtiar, ini tentang kekuasaan yang ingin direbutnya..! Bukan tentang bagaimana birokrat seharusnya mengabdi pada negara, ini selalu tentang berapa banyak uang ingin mereka timbun.

Dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, smelter adalah kewajiban. Jokowi sebagai Presiden hanya menjalankan amanat undang undang dan kini dia harus bertempur dengan EU karena itu. Salahkah?

EU tak mau berinvestasi dan membuat smelter dengan banyak alasan. Mereka hanya ingin beli barang mentah. Mereka menggugat ke WTO atas UU yang dubuat pada era SBY yang kini dijalankan oleh Jokowi.

Mempersiapkan dan membangun smelter dinilai lebih mahal daripada menggugat produk UU negara kita di WTO, dipilihlah gugatan ke sana. 

Membuat efek dramatis seolah akan membuat takut seorang Jokowi dengan ancaman dan  larangan ekspor sawit ke Eropa, justru efek yang sama didapat dari bagaimana ekspresi kaget mereka ketika Jokowi menjawab "ga mau beli ya ga apa-apa..., saya makan sendiri..!"  dan disel B30 menampar kemustahilan EU.

Pada sisi lain, China melihat dengan cara berbeda. China melihat tantangan Indonesia bukan sebagai hambatan, namun sebagai peluang. 

Mereka tahu bahwa masa depan adalah lithium, maka diambilah peluang itu. Tidak ada hal politis disana. Ini murni masalah bisnis dan bisnis adalah tentang untung dan rugi.

China menawarkan diri menjadi investor. China siap menginvestasikan miliaran dolar bukan hanya demi smelter, bahkan pabrik baterai mobil, sekaligus pabrik besi dan turunannya dibangun disana.

Apa yang akan terjadi? Dalam waktu singkat saja, produk unggulan Eropa yakni besi nirkarat atau stainless steel akan mendapat saingan dari Indonesia.

Bahan baku baterai yakni nikel akan hilang dari Eropa, padahal kebutuhan mereka sedang sangat tinggi akibat trend mobil listrik yang kini jadi primadona di Amerika dan Eropa.

Tiba-tiba muncul pabrik baterai mobil bertehnologi tinggi di Morowali. Investasi dan alih tehnologi dari China akan mendongkrak posisi Indonesia menjadi pusat industri mobil listrik dunia.

Morowali akan menjadi bagian dari salah satu kota prestisius dunia. Bangga?

“Haruskah barat marah?"

Kedigdayaan adalah soal keunggulan dalam banyak bidang. Kedigdayaan barat sedikit demi sedikit sedang tergerus. Superioritas mereka dalam banyak hal secara perlahanpun sedang beralih ketimur dimana Indonesia adalah salah satunya.

Nikel sang calon primadona dunia sebagai lithium dalam baterai adalah tentang bagaimana energi bersih tersimpan. Bukankah energi bersih adalah tentang masa depan? Ya.., kesanalah dunia sedang berjalan.

Secara bersama masyarakat dunia sedang bergerak menuju tempat yang lebih baik dan bersih. Energi fosil yang dianggap kotor secara perlahan ditinggalkan. Mereka melihat masa depan yang bersih dan sehat itu ada pada lithium, benda ajaib dalam bentuk baterai yang mampu menyimpan energi bagi semua kebutuhannya.

Nikel sebagai bahan terbaik bagi pembuatan lithium serta merta menjadi primadona, jadi rebutan siapapun. Dan barat kini gigit jari akibat sikapnya sendiri.

Ada apa dengan Morowali?

Disanalah cikal bakal primadona itu sedang diwujudkan. Disana raksasa dengan sisipan DNA super perkasa industri baterai mobil listrik sedang menggeliat. 

Tunggu saja apa yang akan diberikan kepada bangsa dan negara saat dia telah bangun dan bekerja. Sesuatu yang sangat besar. Sesuatu yang dalam mimpipun tak pernah ada sebelum presiden yang satu ini hadir.

Dari sana pulalah pabrik besi nirkarat yang hanya mampu dibuat oleh segelintir bangsa  akan segera lahir demi memenuhi takdirnya menjadi tulang perkasa penyangga republik ini.

Disana, pernah pintu itu ditawarkan kepada Eropa, namun mereka menolaknya. Kini pintu itu telah ditutup, disana partner kita, partner yang lebih mengerti dan lebih memahami kita sudah bekerja. 

"China bukan partner, PKI adalah musuh..!!"

Narasi tak kenal malu sekaligus menunjukkan betapa bodoh para pemilik mulut sampah itu berteriak adalah bukti bahwa mereka sedang sekarat.

Sampah dalam mulutnya kini sedang berubah menjadi racun yang akan membunuhnya.

Mereka yang sudah gila akibat dendam dan kebencian ini kini semakin ngawur. Mereka tak pernah belajar sejarah tapi berteriak sejarah.

Mereka yang hanya tau bentuk baju berteriak seolah paling beragama dan Tuhan adalah sekutu yang kapan saja dapat diperintah dan dikerahkan.

Untuk mendapatkan sumber tenaga listrik hingga 3000 MW atau sepertiga dari jumlah keseluruhan tenaga listrik di Jawa, harus dibangun Paiton dan Suralaya. Butuh waktu puluhan tahun. Di Morowali tenaga listrik sebesar itu sudah terbangun.

Investasi China di Morowali yang membawa 2700 pekerja dari negaranya, ternyata telah membuka atau menciptakan 45.000 pekerjaan bagi masyarakat kita.

"Apa gak kebanyakan 2700?"

Aturan tentang banyak sedikitnya pekerja asing yang boleh dan tidak boleh kerja di Indonesia tertuang dalam Perpres Nomor 20 tahun 2018 yang terdiri dari 10 bab dan 39 pasal yang membahas mengenai TKA. Apabila ada pelanggaran, gugat saja. Tidak perlu berpolemik soal jumlah yang mengaburkan hukum itu sendiri.

"Tetap saja kebanyakan..! Pokoknya kami menentang pekerja dari China..!!".

Jumlah investasi China di Indonesia adalah US$ 4,74 miliar atau kira-kira Rp 70 triliun dalam bentuk 2.130 proyek. Sementara, total jumlah pekerja China di Indonesia adalah 23.000 orang. 

Bila ingin berlaku adil seharusnya Indonesia juga harus berinvestasi ke China paling tidak senilai US$ 16 miliar atau Rp 240 triliun demi 80.000 warganya yang sudah dan sedang bekerja di China. Sudahkah?

Sungguh..,dengan jelas semut diseberang sungai tampak namun gajah dipelupuk mata tak mampu kita melihatnya.

"Jokowi tetap gak adil, masa rakyatnya sendiri dirumahkan, 500 orang China malah diijinkan masuk saat pandemi??"

Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. 

Proyek strategis adalah ranah negara menentukannya, bukan segelintir ahli ekonomi dan filsafat berolah kata.

Menjadi makin jelas bahwa mereka, para politisi dan birokrat itu tidak lebih dari maling yang berteriak maling. Tak mungkin mereka tak tau ada PERMEN tersebut. 

Mereka mencuri keuntungan dalam keriuhan pandemi ini dari rakyat yang memang tak harus paham adanya aturan ini. Ya..,mereka teriak pemerintah maling namun merekalah yang mendapat keuntungan seolah 500 TKA tersebut batal datang gara-gara kepahlawanan mereka.

Tampak jelas bahwa para pecundang itu adalah antek asing yang sesungguhnya. EU yang menggugat ke WTO, mereka yang ribut menunggangi pandemi sebagai peluang.

Tidak ada keberuntungan asing dinikmati lebih dari apa yang EU dapatkan. EU hanya perlu keluar uang seharga gayung namun ember mereka dapatkan. Kericuhan anti China didapat dengan harga murah.

Sejarah mencatat baik etnis Cina maupun Arab sudah ratusan tahun tinggal bersama kita. Trus kita dengan congkak dapat membuat garis batas antara pri dan non pri? Siapa yang bisa menjamin bahwa darah yang mengalir dalam tubuh kita 100%. Indonesia? 

Tak ada satupun diantara kita memiliki privilege untuk memilih menjadi anak si China, Arab bahkan pribumi. 

Bila kita percaya bahwa menjadi anak siapa adalah murni hak Tuhan, mungkinkah Tuhan sebagai pihaka yang telah LALAI bila kerumitan cara berpikir manusia rasis itu adalah kebenaran?

Sopan santun, saling tolong adalah apa yang dulu menjadi milik kita. Gotong royong adalah moto kita sebagai bangsa beradab yang dengan mudah kita cari jejaknya. Rasis sama sekali tak ada dalam DNA kita.

Bukan tentang China atau barat akan kita pilih untuk menjadi partner kita. Menjadi negara besar dengan basis ilmu pengetahuan dan teknologi terdepan adalah arah yang sedang kita tuju. Di sana, masa depan penuh senyum anak cucu kita, tergantung pada apa yang kita putuskan hari ini.

"That's one small step for man, one giant leap for mankind" Morowali adalah langkah kecil tersebut. Disana, masa depan Indonesia akan mendapatkan pijakannya demi langkah yang jauh lebih besar menuju Indonesia Raya.

Ayo Semangattttt!!!


No comments:

Post a Comment